53 Orang Tewas dan 40 Terluka dalam Serangan Udara Militer Myanmar

Militer Myanmar, yang melakukan kudeta pada Februari 2021, dilaporkan semakin sering menggunakan serangan udara untuk menghancurkan gerakan perlawanan yang menentangnya.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 12 Apr 2023, 08:14 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2023, 08:13 WIB
Ilustrasi kematian. (Dok. Pixabay)
Ilustrasi kematian. (Dok. Pixabay)

Liputan6.com, Naypyidaw - Media independen lokal Myanmar melaporkan bahwa militer melancarkan serangan udara pada Selasa (11/4/2023) pagi, yang menargetkan upacara pembukaan kantor pasukan pertahanan rakyat (PDF) di Desa Pa Zi Gyi, wilayah Sagaing.

Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), yang dibentuk untuk menentang junta militer mengatakan, sedikitnya 53 orang dipastikan tewas dan 40 orang terluka dalam serangan udara tersebut. Beberapa kantor berita lokal menyebutkan jumlah kematian bisa mencapai 100 orang.

"Pagi ini, angkatan udara Myanmar menjatuhkan sejumlah bom di sebuah pertemuan sipil yang dihadiri beberapa ratus orang, sementara helikopter serbu memberondong kerumunan," ujar penjabat presiden NUG Duwa Lashi La seperti dilansir The Guardian, Rabu (12/4).

Duwa Lashi La menyerukan kutukan terhadap serangan itu.

"Militer melanjutkan perangnya yang tidak masuk akal terhadap rakyat sendiri. Satu-satunya tujuan mereka adalah mengonsolidasikan kekuatan melalui kematian dan kehancuran. Mereka tidak akan berhasil. Kami akan melanjutkan perjuangan kami untuk Myanmar yang baru. Tujuan kami adalah Myanmar, di mana kekejaman seperti itu tidak dapat terjadi dan di mana kekuasaan berasal dari kehendak rakyat, bukan kekuatan senjata," kata Duwa Lashi La.

Dia meminta negara tetangga untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Sagaing dan daerah lain yang dilanda konflik.

Petugas penyelamat bernama Kyaw Wunna mengatakan kepada Than Lwin Times bahwa kantor yang didirikan oleh PDF, kelompok sukarelawan yang berjuang untuk menggulingkan junta militer, baru selesai dibangun sepekan lalu. Upacara pembukaannya menyajikan makanan ringan dan dihadiri oleh masyarakat setempat, termasuk anak-anak.

Kepala Kantor Komisaris Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk menuturkan bahwa dia ngeri mengetahui serangan udara oleh junta militer Myanmar. Korban, sebut Turk, diduga termasuk anak-anak yang tengah menari serta warga sipil lainnya.

Menurut NUG, serangan udara terjadi sekitar pukul 08.00 waktu setempat. Kemudian kelompok aktivis Kyunhla, yang secara sukarela membantu korban luka menyebutkan bahwa militer kembali melancarkan serangan lain pada pukul 17.35 waktu setempat, ke daerah yang sama sebanyak tiga kali.

Militer Myanmar, yang melakukan kudeta pada Februari 2021, dilaporkan semakin sering menggunakan serangan udara untuk menghancurkan gerakan perlawanan yang menentangnya. Menurut kelompok Myamar Witness, serangan telah menargetkan sekolah, fasilitas medis, tempat ibadah, rumah warga sipil dan infrastruktur.

Sejauh ini, junta militer Myanmar belum mengomentari laporan serangan pada Selasa. Sebelumnya, pemimpin junta militer membantah melakukan kekejaman terhadap warga sipil dan mencap kelompok-kelompok perlawanan sebagai teroris yang berusaha menghancurkan Myanmar.

Sebelum kudeta, wilayah Sagaing, rumah bagi mayoritas Buddha-Bamar, terhindar dari tingkat kekerasan dan penindasan militer. Namun, sekarang itu telah menjadi salah satu garis depan dalam pertempuran melawan junta dan menjadi sasaran serangan udara dan pembakaran desa.

Stop Pasokan Bahan Bakar Pesawat

Ilustrasi bendera Myanmar (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Myanmar (AFP Photo)

Peneliti Amnesty International Montse Ferrer mengatakan, ada kebutuhan mendesak untuk menangguhkan pasokan bahan bakar pesawat ke militer Myanmar.

"Rantai pasokan ini memicu pelanggaran hukum humaniter internasional, termasuk kejahatan perang dan harus diputus untuk menyelamatkan nyawa," kata Ferrer. "Serangan udara yang melanggar hukum yang membunuh dan melukai warga sipil serta menghancurkan rumah adalah ciri khas militer Myanmar, yang berusaha keras untuk menghancurkan perlawanan dan menanamkan rasa takut pada penduduk. Warga sipil Myanmar menanggung beban taktik yang memuakkan ini."

Menurut PBB, jumlah warga Myanmar yang membutuhkan bantuan kemanusiaan melonjak sejak kudeta, yaitu dari 1 juta menjadi 17,6 juta. Hampir 1,8 juta orang mengungsi di seluruh Myanmar.

Serangan pada Selasa terjadi beberapa hari sebelum Thingyan, festival tahun baru Myanmar, yang biasanya dirayakan dengan perang air dan pawai. Sejak kudeta, aktivis pro-demokrasi menyerukan masyarakat untuk memboikot acara yang diselenggarakan junta.

Akhir pekan lalu, menurut laporan Radio Free Asia, kelompok oposisi meledakkan beberapa bom di paviliun yang dibangun oleh militer untuk Thingyan di Yangon, Mandalay, dan Mawlamyine. Mereka telah memperingatkan serangan lebih lanjut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya