Liputan6.com, Seoul - Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol angkat suara soal tuduhan bullying yang dilakukan anak laki-lakinya ketika SMA. Ia berkata tuduhan itu dilebih-lebihkan.
Tuduhan ini sebenarnya sudah lama beredar, namun Presiden Yoon Suk Yeol mengaku memilih bungkam karena ada perkara lain di pemerintahannya.
Baca Juga
Dilaporkan Yonhap, Kamis (8/6/2023), penasihat khusus Presiden Yoon, yakni Lee Dong Kwan, berkata tuduhan bullying itu telah "didistorsi dan dilebih-lebihkan". Putra Presiden Yoon juga disebut masih bersahabat dengan terduga korban.
Advertisement
Lee Dong Kwan menyediakan delapan halaman pernyataan ke pers untuk membantah dugaan itu satu per satu.
Presiden Yoon mengaku menyesal karena ada kontroversi terkait kekerasan ini. Ia berkata memilih diam hingga kini karena dulu ia masih di tahap pencalonan sebagai capres, sehingga waktunya dirasa tidak tepat.
Ia pun angkat bicara karena isunya terus dimainkan pihak oposisi pemerintah Korea Selatan.
"Namun, karena pemimpin oposisi terus melakukan pengungkapan yang membabi-buta, dan hal-hal itu disebarkan dan direproduksi melalui pers dan media sosial setelah didistorsi dan dilebih-lebihkan, saya memutuskan saya tidak bisa tetap diam," ujar pernyataan Presiden Yoon.
Insiden terjadi pada 2011, ketika putra Presiden Yoon baru masuk SMA. Salah satu tuduhan menyebut anak Presiden Yoon membuat korbannya membenturkan kepalanya di meja hingga 300 kali.
Pihak Presiden Yoon menyebut memang ada "keributan fisik" di antara keduanya pada 2011, tetapi keduanya sudah saling minta maaf.
Terduga korban juga sudah bilang ke teman-temannya dan pers bahwa dugaan bullying itu dilebih-lebihkan. Terduga korban juga membantah bahwa yang terjadi adalah kekerasan sekolah.
Selain itu, putra Presiden Yoon dan terduga korban disebut masih berkomunikasi hingga kini.
Penasihat Presiden Yoon membantah bahwa Yoon menelepon kepala yayasan sekolah agar putranya mendapatkan perlakuan khusus.
Lee Dong Kwan lantas meminta agar oposisi tidak menyebarkan berita-berita terkait bullying itu lagi.
"Saya mendorong lingkaran-lingkaran politik agar menjadi yang pertama untuk menghentikan pengungkapan-pengungkapan tidak bertanggung jawab dan memproduksi berita-berita yang ditujukan untuk perang politik. Saya juga meminta anggota-anggota pers untuk melaporkan secara berimbang berdasarkan fakta," ujar Lee.
KemenPPPA: Bukan Cuma Siswa, Ada Juga Guru yang Jadi Pelaku Bullying di Sekolah
Beralih ke dalam negeri, berbicara bullying atau perundungan di sekolah, ternyata bukan cuma siswa yang menjadi pelakunya. Bisa juga guru yang melakukan hal tersebut seperti disampaikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
"Bukan hanya terjadi sesama siswa tapi dapat juga terjadi pada para pendidik dan tenaga kependidikan," ujar Plt Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan di KemenPPPA, Anggin Nuzula Rahma.
Anggin Nuzula Rahma menuturkan guru yang melakukan bullying kerap dengan dalih agar anak disiplin.
"Tidak sedikit guru yang melakukan kekerasan dengan tujuan pendisiplinan. Ada oknum guru berdalih mendisiplinkan anak-anak yang menggunakan cara-cara kekerasan termasuk melakukan bullying," kata Anggin Nuzula Rahma mengutip Antara.
KemenPPPA memandang bahwa kasus bullying di Indonesia sangat memprihatinkan dan perlu upaya yang holistik dan integratif dalam pencegahan bullying.
Anggin Nuzula Rahma menuturkan upaya untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, bukan hanya tanggung jawab guru semata sebagai pendidik.
Seluruh pihak seperti orangtua sebagai pendidik utama, pemerintah, dunia usaha, lembaga masyarakat, media, dan masyarakat bisa bekerja sama dalam membangun pendidikan berkualitas.
Advertisement
Siswa SD di Sukabumi Tewas Dikeroyok Teman Sekolah, Komisi X: Bullying Ancaman Nyata
Kasus perundungan (bullying) kembali memakan korban. Seorang siswa sekolah dasar di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat berinsial MH (9) tewas karena diduga dikeroyok teman dan kakak kelas.
“Kasus tewasnya siswa SD di Sukabumi karena diduga dikeroyok oleh teman sekolah menambah panjang deretan korban meninggal karena perundungan di lingkungan sekolah. Kasus ini kembali menjadi warning bagi semua stake holder pendidikan jika perundungan tidak hanya dosa besar tetapi juga ancaman nyata,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Senin (22/5).
Huda mengatakan perundungan memang telah diakui sebagai salah satu dosa besar yang haram terjadi di lingkungan sekolah. Kendati demikian belum ada langkah kongkret untuk menurunkan kasus bullying di satuan pendidikan.
“Salah satu buktinya adalah terus munculnya korban jiwa dari anak-anak kita karena perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah,” katanya.
Huda mengungkapkan berdasarkan data dari KPAI menyebutkan sejak tahun 2011-2019 mencatat ada 574 anak laki-laki yang menjadi korban bullying, 425 anak perempuan jadi korban bullying di sekolah. 440 anak laki-laki dan 326 anak perempuan sebagai pelaku bullying di sekolah.
“Sedangkan sepanjang tahun 2021 setidaknya ada 53 kasus perundungan yang terjadi di berbagai jenjang di satuan Pendidikan. Jumlah ini menurun karena sebagian besar sekolah ditutup karena pandemic,” katanya.
Kasus perundungan ini, kata Huda, menunjukkan tren naik saat sekolah-sekolah kembali melakukan pembelajaran tatap muka seiring dicabutnya status Pandemi Covid-19. Dalam beberapa waktu terakhir juga muncul kasus perundungan yang meminta korban jiwa di Tasikmalaya, Jawa Barat.
“Sepanjang tahun 2022 misalnya KPAI mencatat kenaikan signifikan kasus bullying yakni sekitar 226 kasus, atau meningkat empat kali lipat dibandingkan tahun 2021,” ujarnya.