Liputan6.com, Khan Younis - Pasukan Israel melancarkan serangan udara dan darat di bagian selatan Jalur Gaza pada Selasa (2/7), menewaskan setidaknya delapan warga sipil. Serangan tersebut meliputi pengeboman terhadap Kota Khan Younis, sehari setelah Israel mengeluarkan perintah evakuasi terbaru bagi warga sipil Palestina di wilayah tersebut.
Militer Israel menyatakan bahwa serangan udara yang dilakukan pada malam sebelumnya di Khan Younis merupakan respons atas peluncuran 20 roket oleh kelompok militan Hamas ke permukiman Israel. Selain itu, serangan udara tambahan menargetkan Kota Rafah di bagian selatan, sementara pasukan darat Israel melancarkan operasi melawan Hamas di bagian tengah Gaza.
Israel mengklaim telah berulang kali memberitahu warga Palestina untuk meninggalkan daerah-daerah tertentu di Gaza, biasanya menjelang ofensif, dalam langkah yang menurut Israel dimaksudkan untuk melindungi warga sipil dari perang. Perintah evakuasi semacam itu – dan pertempuran – telah membuat orang-orang harus mengungsi berkali-kali untuk mencari perlindungan.
Advertisement
Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Stephane Dujarric, mengecam tindakan Israel dan menyatakan keprihatinan atas dampak perintah evakuasi terhadap warga sipil Gaza. "Ini perhentian lainnya dari siklus mematikan yang dialami penduduk Gaza secara rutin,” kata Dujarric seperti dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (3/7/2024).
"Inilah alasan mengapa kita perlu mengakhiri konflik ini," imbuh Dujarric. "Bahwa tidak ada tempat yang aman di Gaza, dan bahwa seharusnya dilakukan lebih banyak lagi upaya untuk melindungi warga sipil."
Warga Gaza, Ahmad Najjar, melaporkan bahwa perintah evakuasi telah menimbulkan kepanikan dan kecemasan di kalangan penduduk. “Ketakutan dan kecemasan ekstrem telah mencengkeram orang-orang setelah perintah evakuasi,” katanya kepada kantor berita AFP. Ia juga mencatat bahwa telah terjadi pengungsian warga secara besar-besaran.
Perang Israel-Hamas di Gaza dimulai pada 7 Oktober, ketika kelompok militan Hamas menyerbu bagian selatan Israel. Serangan tersebut menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel dan menyandera lebih dari 250 orang, kebanyakan warga sipil. Hingga Selasa, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza melaporkan hampir 38.000 warga Palestina tewas di wilayah kantong tersebut.
Pertempuran yang terus berlanjut telah menyebabkan kerusakan yang meluas di Gaza, dan situasi kemanusiaan semakin kritis. PBB menyerukan gencatan senjata dan solusi politik untuk mengakhiri konflik yang berdarah ini.
Israel Disebut Buang Limbah Cemari Aliran Air Al-Auja Spring, Kesehatan Warga Palestina di Desa Al-Auja Kian Terancam
Sementara itu, Israel dikabarkan membuang sampah ke Al-Auja Spring atau aliran Mata Air Al-Auja, di utara Kota Jericho, untuk menghilangkan air minum bagi warga.
"Para penjajah membuang limbah ke aliran Al-Auja Spring, dengan tujuan untuk mencemarinya dan membuat warga Palestina tidak dapat mengambil manfaat darinya dan berjalan-jalan di sekitarnya," kata pengawas umum organisasi Al-Baidar untuk membela hak-hak orang Bedouin, Hassan Mlihat, kepada WAFA seperti dikutip Rabu (3/7/2024).
Mlihat menambahkan bahwa polisi pendudukan hari ini mengeluarkan tiket pelanggaran kepada pengemudi traktor pertanian dari masyarakat Bedouin di sekitar, yang datang untuk mengambil air dengan mengisi tangki mereka untuk keperluan minum dan menyiram ternak mereka.
Dia menunjukkan bahwa membuang sampah dan membuangnya ke mata air merupakan ancaman terhadap kesehatan masyarakat dalam jangka pendek dan panjang, serta bahaya lingkungan yang akan terjadi.
Mlihat menegaskan, tindakan tersebut melanggar hukum Organisasi Kesehatan Dunia dan hukum humaniter internasional.
Dalam beberapa tahun terakhir, menurut pemberitaan Middle East Monitor, penduduk Desa Al-Auja menderita akibat kampanye penghancuran dan penganiayaan Israel serta serangan dan pelanggaran berulang kali yang dilakukan oleh pemukim dan tentara pendudukan.
Penduduknya tidak diberi akses terhadap layanan dasar oleh otoritas pendudukan karena lokasinya di "Area C" Tepi Barat yang diduduki, yang merupakan tanah Palestina di bawah kendali administratif dan militer Israel.
Sejak Naksa tahun 1967, Israel telah menduduki Tepi Barat Sungai Yordan, yang dicari oleh Palestina sebagai inti negara merdeka. Mereka telah membangun pemukiman ilegal khusus Yahudi di sana.
Israel telah meningkatkan serangan di Tepi Barat sejak perang Gaza dimulai pada bulan Oktober 2023. Catatan PBB menunjukkan setidaknya 553 orang di wilayah Palestina telah terbunuh sejak 7 Oktober, seperempat dari mereka adalah anak-anak.
Berdasarkan hukum internasional, Tepi Barat dan Yerusalem Timur merupakan wilayah pendudukan. Oleh karena itu, semua pembangunan pemukiman adalah ilegal.
Advertisement
Nyawa Anak-Anak di Gaza Palestina Terancam karena Air Bersih Langka: Hampir Tidak Ada Setetes pun
Terbatasnya akses terhadap air bersih dan sanitasi di tengah pemboman tanpa henti yang dilakukan Israel menimbulkan risiko besar bagi anak-anak di Gaza, demikian peringatan badan PBB UNICEF. Sejumlah besar pengungsi yang digiring ke Gaza selatan akibat perang Israel-Hamas hanya mendapatkan 1,5 hingga 2 liter air per hari.
Melansir Al Jazeera, Kamis (21/12/2023), angka itu jauh di bawah kebutuhan yang direkomendasikan untuk bertahan hidup, kata badan PBB tersebut pada Rabu, 20 Desember 2023. Krisis ini menempatkan sejumlah besar anak-anak yang rentan pada risiko penyakit, tambahnya.
Didorong serangan Israel yang terus berlanjut di wilayah kantong tersebut, ratusan ribu orang, sekitar setengah dari mereka diperkirakan adalah anak-anak, telah diungsikan ke kota Rafah sejak awal Desember 2023. Mereka sangat membutuhkan makanan, air, tempat tinggal, dan obat-obatan, kata UNICEF.
Ketika permintaan terus meningkat, sistem air dan sanitasi di kota berada dalam kondisi yang sangat kritis. UNICEF mengatakan, tiga liter dibutuhkan setiap hari untuk bertahan hidup. Jumlahnya bertambah jadi 15 liter jika kebutuhan air mencuci dan memasak juga dihitung.
"Akses terhadap air bersih dalam jumlah yang cukup adalah masalah hidup dan mati, dan anak-anak di Gaza hampir tidak mempunyai setetes air pun untuk diminum," kata Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell. "Anak-anak dan keluarga mereka harus menggunakan air dari sumber yang tidak aman dan memiliki kandungan garam atau polusi yang tinggi."
"Tanpa air bersih, akan lebih banyak lagi anak-anak yang meninggal karena kekurangan dan penyakit dalam beberapa hari mendatang," sebut dia.
Faktor Risiko Dramatis bagi Anak-Anak
Penggunaan air yang tidak aman dan kurangnya kebersihan merupakan faktor risiko yang "dramatis" bagi anak-anak, yang lebih rentan terhadap penyakit yang ditularkan melalui air, dehidrasi, dan malnutrisi, menurut UNICEF.
Pengiriman bantuan kemanusiaan tidak memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Gaza untuk bertahan hidup. Kondisinya semakin diperburuk dengan fakta bahwa sebagian besar fasilitas sanitasi telah hancur atau tidak dapat menampung sejumlah besar pengungsi Palestina yang berkumpul di lokasi-lokasi tertentu.
"Kami melakukan segala yang kami bisa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Gaza, namun peralatan dan pasokan yang kami sediakan masih jauh dari cukup," kata Russell. "Pemboman yang terus-menerus, serta pembatasan bahan baku dan bahan bakar yang diizinkan masuk ke wilayah tersebut menghambat kemajuan penting."
"Kami sangat membutuhkan pasokan ini untuk memperbaiki sistem air yang rusak," ia mendesak. Para dokter dan staf medis telah memperingatkan penyebaran penyakit dan epidemi, sejak dimulainya kampanye pemboman "tanpa pandang bulu" Israel setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Advertisement