Liputan6.com, Kuwait - Pada Jumat 22 Februari 1991, sejarah mencatat bahwa Presiden Amerika Serikat, George Bush, memberikan batas waktu kepada Irak paling lambat Sabtu 23 Februari, sebelum pukul 17.00 GMT untuk mundur dari Kuwait. Jika tidak, Irak akan menghadapi perang darat skala penuh.
Baghdad segera mengecam ultimatum tersebut, yang mengancam akan terjadi perang jika pasukan Irak gagal meninggalkan Kuwait.
Advertisement
Sekutu Barat menuntut penarikan penuh pasukan Irak dari Kuwait dalam waktu satu pekan, tepatnya pada 1 Maret 1991. Mereka juga mengharuskan Pembebasan Kota Kuwait dan pengembalian pemerintahan yang sah dalam waktu 48 jam. Selain itu, tahanan perang harus dibebaskan dalam kurun waktu yang sama.
Advertisement
Dalam pernyataannya, Presiden Bush menyatakan, "Koalisi akan memberi Saddam Hussein waktu hingga Sabtu (23/2) siang untuk melakukan apa yang harus dia lakukan memulai penarikan segera dari Kuwait. Kami harus mendengar secara publik dan otoritatif penerimaan syarat-syarat ini," demikian dikutip dari laman BBC On This Day Sabtu, (22/2/2025).
Di tengah ketegangan yang meningkat, Uni Soviet dengan tergesa-gesa mengajukan rencana perdamaian baru. Presiden Mikhail Gorbachev bahkan menghabiskan 90 menit berbicara melalui telepon dengan Presiden Bush untuk mendiskusikan usulan tersebut.
Namun, rencana Soviet ini diperkirakan tidak akan diterima oleh pihak Sekutu, karena mengizinkan penarikan pasukan Irak setelah bukan sebelum gencatan senjata. Selain itu, rencana tersebut juga tidak memberikan jaminan terhadap kedaulatan Kuwait, pengembalian Emir yang sah, maupun pembayaran reparasi perang. Lebih lanjut, Soviet bahkan memberikan tenggat waktu hingga 22 Maret 1991, atau 21 hari, bagi pasukan Irak untuk menarik diri sepenuhnya dari Kuwait.
Presiden Bush mengapresiasi upaya diplomatik Gorbachev, namun tetap teguh pada sikap kerasnya. Menurut Bush, meskipun Irak seolah-olah mencari solusi damai dengan tetap membuka jalur dialog, mereka tetap menerapkan kebijakan bumi hangus dengan membakar ladang minyak Kuwait.
"Mereka sedang menghancurkan seluruh sistem produksi minyak Kuwait," tegas Bush.
Tumpahan minyak terbesar di dunia yang disertai kebakaran minyak terbesar dalam sejarah bisa mengancam menciptakan bencana lingkungan besar.
Adapun dalam 24 jam terakhir, pihsk Sekutu melaporkan bahwa seperempat ladang minyak Kuwait telah terbakar. Jutaan barel minyak dilaporkan sudah dibuang ke laut.
Serangan udara di Baghdad berlanjut satu jam setelah ultimatum diberikan. Reporter BBC di lokasi melaporkan bahwa banyak warga Irak yang ingin memberikan Kuwait untuk melihat perdamaian kembali di Baghdad.
Ketegangan antara Irak dan AS berlanjut karena perjanjian gencatan senjata sering dilanggar, dan inspektur senjata PBB dilarang melakukan tugas mereka.
Pada Maret 2003, George W. Bush (putra George Bush) melancarkan serangan kedua ke Irak meskipun mendapat penolakan global. Dalam waktu kurang dari sebulan, rezim Baghdad runtuh, dan AS mengklaim kemenangan. Namun, senjata pemusnah massal yang diduga disimpan oleh Irak tidak pernah ditemukan.
Saddam Hussein akhirnya ditangkap setelah beberapa bulan bersembunyi, diadili di pengadilan Irak, dijatuhi hukuman mati, dan dieksekusi pada 30 Desember 2006.
Irak sebelumnya menolak untuk mematuhi ultimatum PBB yang meminta mereka mundur dari Kuwait setelah invasi pada Agustus 1990. Akibatnya, pada 16 Januari 1991, dimulailah Operasi Badai Gurun (Operation Desert Storm).
Sekutu meluncurkan serangan udara besar-besaran dengan menggunakan rudal jelajah dari kapal perang AS serta pesawat tempur dan pembom AS, Inggris, dan Arab Saudi. Setelah lebih dari sebulan serangan udara intensif, serangan darat dilancarkan pada 24 Februari.
Sehari kemudian, pasukan Irak mulai mundur. Pada 28 Februari, Presiden Bush menyatakan kemenangan. Kuwait berhasil dibebaskan, tetapi Saddam Hussein tetap berkuasa dan kemudian menindas komunitas Kurdi dan Syiah di Irak.