Liputan6.com, Teheran - Mohammad Javad Zarif mengundurkan diri sebagai wakil presiden Iran. Demikian menurut laporan media pemerintah pada Minggu (2/3/2025).
Pengunduran diri ini terjadi beberapa hari setelah Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei menyuarakan penentangannya terhadap pembicaraan dengan Amerika Serikat (AS).
Advertisement
Baca Juga
"Presiden Masoud Pezeshkian telah menerima surat pengunduran diri Javad Zarif, tetapi belum memberikan tanggapan," bunyi laporan kantor berita pemerintah Iran, IRNA.
Advertisement
Pengunduran diri Zarif, menurut Fars News yang berafiliasi dengan Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) dan mengutip dua sumber yang tidak disebutkan namanya, terjadi setelah parlemen memberhentikan menteri keuangan melalui mosi tidak percaya.
Namun, kantor berita ISNA melaporkan bahwa pengunduran diri Zarif tidak terkait dengan pemakzulan menteri keuangan dan diajukan sebelum mosi tidak percaya dilakukan.
"Dalam suratnya kepada presiden, Zarif menyatakan bahwa dia lebih memilih untuk melayani Iran dengan mengajar di universitas," tambah ISNA.
Banyak pengamat meyakini bahwa Zarif bergabung dengan pemerintahan Pezeshkian untuk membantu merundingkan kesepakatan nuklir lainnya dengan kekuatan dunia, mirip dengan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), yang dibatalkan oleh Donald Trump selama masa jabatan pertamanya.
Ali Khamenei yang merupakan pengambil keputusan tertinggi di negara itu, menolak gagasan pembicaraan dengan Trump bulan lalu. Dia menyebut langkah ini "tidak bijaksana, tidak cerdas, dan tidak terhormat."
Presiden Iran mengatakan kepada parlemen pada Minggu bahwa dia awalnya mendukung negosiasi dengan AS, namun kemudian mengikuti posisi Khamenei yang menentang pembicaraan.
"Saya percaya lebih baik melakukan dialog, tetapi ketika pemimpin menyatakan kita tidak akan bernegosiasi dengan AS, saya memutuskan, 'Kita tidak akan bernegosiasi dengan AS, titik'," kata Pezeshkian.
Dia menambahkan bahwa kebijakan pemerintah harus selaras dengan sikap Ali Khamenei dalam masalah ini.
Bukan Fenomena Baru
Zarif sudah terbiasa dengan pengunduran diri. Dia telah mengajukan beberapa kali pengunduran diri selama menjabat di bawah mantan Presiden Hassan Rouhani. Â
Agustus tahun lalu, dia juga mengundurkan diri sebagai wakil presiden untuk urusan strategis karena merasa proses seleksi menteri saat itu tidak sesuai dengan harapannya. Namun, dia kembali menjabat pada posisi yang sama beberapa minggu kemudian.
Pada November lalu, Ketua Parlemen Mohammad-Bagher Ghalibaf bergabung dengan kelompok garis keras di parlemen yang telah lama menyerukan pemberhentian Zarif karena anaknya memiliki kewarganegaraan AS.
Ghalibaf meminta Zarif untuk mengundurkan diri secara sukarela karena dia meyakini pula bahwa pengangkatan Zarif ke posisi tersebut adalah ilegal.
Dipimpin oleh faksi Partai Paydari, kelompok ultra garis keras di parlemen menolak mengubah undang-undang tahun 2020 yang melarang pengangkatan warga negara ganda atau individu yang pasangan atau anaknya memiliki kewarganegaraan ganda untuk menduduki "posisi sensitif" di pemerintah. Kelompok ini berargumen bahwa pembatasan ini berlaku untuk Zarif.
Advertisement
