Apa itu Program Rujuk Balik di BPJS Kesehatan?

Program rujuk balik adalah program BPJS Kesehatan dalam menjamin kebutuhan obat bagi peserta yang memiliki penyakit kronis.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 27 Feb 2014, 12:30 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2014, 12:30 WIB
Apa itu Program Rujuk Balik di BPJS Kesehatan?
Program rujuk balik adalah program BPJS Kesehatan dalam menjamin kebutuhan obat bagi peserta yang memiliki penyakit kronis.

Liputan6.com, Jakarta Menjelang dua bulan era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), mungkin masih ada peserta BPJS Kesehatan yang masih kurang paham mengenai program rujuk balik. Menjawab hal tersebut, berikut penjelasan dari Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, Fadjri Adinur.

Menurut Fadjri, program rujuk balik adalah program BPJS Kesehatan dalam menjamin kebutuhan obat bagi peserta yang memiliki penyakit kronis.

"Rujuk balik berlaku untuk penderita penyakit kronis. Sebelumnya ada 10 jenis penyakit kronis yang termasuk dalam cakupan program rujuk balik. Namun sesuai rekomendasi Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) dan Komite Nasional Formularium Nasional, sirosis hati tidak masuk dalam program rujuk balik karena sifatnya yang kronis dan tidak dapat dilakukan rujuk balik ke faskes (fasilitas kesehatan) tingkat pertama," kata Fadjri saat temu media di Kantor BPJS Kesehatan, ditulis Kamis (27/2/2014).

Setelah diputuskan sirosis hati tidak masuk, Fadjri menjelaskan, saat ini ada 9 penyakit kronis yang masuk program rujuk balik, yaitu:

1. Diabetes mellitus

2. Hipertensi

3. Jantung

4. Asma

5. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

6. Epilepsi

7. Skizofrenia

8. Stroke

9. Systemic lupus erytematosus (SLE)

Fadjri melanjutkan, jika ada peserta yang mengalami salah satu dari kesembilan penyakit ini dan sudah dinyatakan pulih oleh dokter rumah sakit, maka pengobatan dilanjutkan di fasilitas tingkat pertama, misalnya puskesmas. Mekanisme ini diawali surat rekomendasi dokter rumah sakit tentang kondisi pasien.

"Selanjutnya pasien bisa mendaftar ke fasilitas pelayanan primer atau kantor cabang BPJS untuk dimasukkan dalam mekanisme rujuk balik. Lalu pasien akan menerima pengobatan di fasilitas kesehatan primer dan menebus obat di apotik yang sudah bekerja sama dengan BPJS," ungkapnya.

Yang jadi masalah, menurut Fadjri, sebelumnya ketentuan dalam tarif paket Rumah Sakit atau InaCBGs (Indonesia Case Base Grup) menyebutkan bahwa obat untuk penderita penyakit ini hanya diberikan untuk 3-7 hari. Bisa dibayangkan, peserta BPJS dalam jangka waktu tersebut harus bolak-balik mengantre demi mendapatkan obat kembali mulai dari faskes primer untuk meminta rujukan dan mengambil obat ke rumah sakit.

Karena hal tersebut kurang efektif, Fadjri kembali mengingatkan bahwa sejak 15 Januari lalu, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menteri Kesehatan nomor HK/Menkes32/I/2014 yang diharapkan bisa menjadi solusi untuk masalah resep obat kronis dan obat kemoterapi yang selama ini menjadi keluhan pasien peserta JKN.

"Sesuai SE Menkes Nomor 32 tersebut, pada masa transisi terdapat 3 jenis obat yang dapat ditagihkan diluar paket InaCBGs, yaitu pelayanan kronis bagi pasien yang kondisinya belum stabil, pelayanan obat kronis bagi pasien yang kondisinya sudah stabil dan pelayanan obat kemoterapi untuk penderita Thalasemia dan Hemofilia akan ditambahkan tarif top up," jelasnya.

Teknis Tiga Jenis Obat di Luar Paket

bpjs-140131c.jpg


Lebih jelasnya, Fadjri menjelaskan rincian teknis pelayanan tiga jenis obat yang bisa ditagih di luar tarif paket RS atau InaCBGs:

1. Pelayanan kronis bagi pasien yang kondisinya belum stabil

a. Apabila kondisi penyakitnya belum stabil, maka faskes tingkat lanjutan dalam hal ini rumah rakit dapat memberikan tambahan resep obat penyakit kronis (mengacu pada Formularium Nasional) di luar tarif paket InaCBGs sesuai indikasi medis sampai jadwal kontrol berikutnya.

b. Peserta yang menderita penakit kronis diberikan obat untuk 30 hari yang resepnya diberikan sesuai indikasi medis dan pemberiannya terbagi dalam 2 resep, yaitu:

- Kebutuhan obat untuk sekurang-kurangnya tujuh hari disediakan oleh RS, biaya sudah termasuk dalam komponen paket InaCBGs.
- Kebutuhan obat untuk sebanyak-banyaknya 2 hari diresepkan oleh dokter yang merawat, diambil di Instalasi Farmasi RS atau apotek termasuk depo farmasi yang ditunjuk. Nantinya, biaya ini ditagihkan secara fee for service kepada BPJS Kesehatan oleh IFRS (Standar Pelaporan Keuangan Internasional), Apotek, Depo farmasi tersebut.

2. Pelayanan obat kronis bagi pasien yang kondisinya sudah stabil

a. Obat untuk penyakit kronis yang kondisinya sudah stabil dapat diberikan oleh faskes tingkat pertama (puskesmas, klinik dan sebagainnya) sebagai program rujuk balik.

b. Obatnya diresepkan oleh dokter faskes tingkat pertama berdasarkan rekomendasi dokter spesialis atau subspesialis.

c. Selain penyakit sirosis hati, kesembilan penyakit kronis yang diderita peserta BPJS Kesehatan dalam program rujuk balik resep obatnya dapat diberikan untuk kebutuhan 30 hari dan obat diambil di apotek atau depo farmasi yang melayani rujuk balik.

3. Pelayanan obat kemoterapi untuk kemoterapi, penderita Thalasemia dan Hemofilia

Kemoterapi

a. Pelayanan kemoterapi baik pada rawat jalan maupun rawat inap ditagihkan dengan paket InaCBGs dan obatnya dapat ditagihkan secara fee for service kepada BPJS Kesehatan.

b.Pelayanan obat mengacu pada Fornas (Formularium Nasional) dan pedoman atau ketentuan lain yang berlaku

Khusus bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita Thalasemia dan Hemofilia yang dilayani di RS, bisa ditagihkan sebagai kasus rawat inap. Dan jika peserta dirawat inap, maka pengajuan klaim berupa tariff paket InaCBGs ditambah tarif top up sesuai ketetapan Menteri juga diajukan secara fee for service. Tarif tambahan ini sama untuk semua tingkat keparahan dan kelas perawatan pasien.

Sedikit menjelaskan mengenai tarif top up pada pasien thalasemia dan hemofilia, Fadjri menerangkan tarif top up bukan soal biaya obat dan layanan. Tapi lebih pada masalah kondisi tertentu yang membuat resume medisnya bertambah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya