Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengaku setuju dengan tindakan yang dilakukan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia yang akan menarik 130 jenis obat batuk yang mengandung dekstrometorfan per akhir Juni ini. Sebab, penggunaan obat dekstro yang berlebihan di kalangan remaja membuat obat ini memiliki fungsi yang sama seperti putaw dan shabu.
"Ini sebenarnya tidak ada hubungannya dengan Kemenkes. Karena sudah digunakan bukan untuk berobat, dan tindakan yang dilakukan para remaja itu sudah masuk tindakan ilegal. Jadi, ya setuju kalau memang harus ditarik. BPOM pasti lebih tahu," kata Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Prof Dr dr Akmal Taher, Sp.U(K) kepada Health Liputan6.com ditulis Kamis (5/6/2014)
Fenomena ini terjadi karena para remaja ini pintar dan kreatifnya mencari alternatif lain untuk menggantikan putaw dan shabu yang tergolong mahal. "Jadi memang, fenomena ini soal kemudahan para remaja itu mendapatkannya," kata Akmal Taher menambahkan.
Lebih lanjut Akmal Taher menjelaskan bahwa rata-rata ciri-ciri dari seorang pengguna adalah seperti itu. Bila ia tidak mendapatkan apa yang dicarinya, maka ia pun akan memutar otak untuk mencari alternatif lainnya. Terpenting baginya, apa yang menjadi inginnya terwujud.
"Kalaulah memang dalam penggunaan obat-obat itu barangkali lebih banyak penyalahgunaannya, lebih baik ditarik," kata Akmal.
Menurut Akmal, bila nantinya obat yang seharusnya untuk menekan batuk ini ditarik dari pasaran, masyarakat tak perlu khawatir, karena masih ada obat alternatif lainnya untuk menyembuhkan batuk.
"Obat batuk alternatif lainnya ada. Atau cegah supaya tidak batuk," kata Akmal menekankan.
Baca juga:
Advertisement