Liputan6.com, Jakarta - Perdebatan tentang doa seperti tahlil, Al-Fatihah, dan Yasin untuk mayit masih sering terjadi di tengah masyarakat. Ada kelompok yang menggunakan tradisi ini, sementara yang lain menolaknya dengan keras. Perbedaan ini sering kali memunculkan kebingungan di kalangan umat Islam.
KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Baha, memberikan pandangannya mengenai hal ini.
Advertisement
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @masnawir, Gus Baha menjelaskan bahwa hadiah bacaan Yasin, Al-Fatihah, atau tahlil kepada mayit memiliki landasan yang kuat dalam tradisi keilmuan Islam. Ia menyebutkan bahwa pendapat tersebut tidak hanya diterima di Indonesia, tetapi juga didukung oleh ulama kelas dunia.
Advertisement
Menurut Gus Baha, salah satu ulama besar yang membolehkan hadiah bacaan Al-Qur'an untuk mayit adalah Ibnu Taimiyah. Bahkan, Ibnul Qoyyim yang merupakan muridnya juga memegang pendapat yang sama. "Yang membolehkan hadiah Yasin, Fatihah, tahlil ke mayit itu adalah orang sekaliber Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim," jelasnya.
Ia menambahkan, masyarakat sering kali tidak mengetahui pendapat ulama-ulama besar ini karena kurang membaca referensi yang ada. "Karena kita tidak membaca, seakan-akan tahlilan itu hanya tradisi lokal yang tidak di-acc atau tidak disetujui oleh ulama kelas internasional," lanjut Gus Baha.
Dalam penjelasannya, Gus Baha menyebutkan bahwa Ibnu Taimiyah secara eksplisit memperbolehkan pembacaan Al-Qur'an yang dihadiahkan kepada mayit. Hal ini, menurut Gus Baha, menjadi bukti kuat bahwa tradisi ini bukanlah sekadar budaya lokal, tetapi memiliki dasar keilmuan yang mendalam.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Pentingnya Pemahaman Tradisi Keilmuan
Gus Baha juga menggarisbawahi pentingnya pemahaman tradisi keilmuan dalam menjalankan ibadah. Menurutnya, tradisi seperti tahlilan seharusnya dipahami sebagai bagian dari penerapan ilmu agama, bukan hanya ritual semata.
Ia menjelaskan bahwa tradisi tahlil atau hadiah bacaan Al-Qur'an kepada mayit sebenarnya memiliki nilai yang sangat positif. Selain menjadi doa untuk almarhum, hal ini juga mempererat hubungan keluarga dan masyarakat.
Dalam konteks ini, Gus Baha menilai bahwa perdebatan tentang tahlilan lebih banyak muncul karena minimnya pemahaman terhadap pendapat ulama. Padahal, tradisi ini seharusnya dilihat dari sudut pandang manfaat dan kesesuaiannya dengan syariat.
Gus Baha juga menyoroti pentingnya menjaga harmoni dalam masyarakat terkait perbedaan pandangan ini. Ia menyebut bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar, namun tidak seharusnya menjadi alasan untuk saling menyalahkan.
Menurut Gus Baha, selama tahlil dilakukan dengan niat yang baik dan tidak bertentangan dengan syariat, maka hal tersebut tetap dapat diterima. Ia menambahkan bahwa tradisi ini juga menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah.
Ia mengingatkan bahwa inti dari tahlil atau pembacaan Yasin untuk mayit adalah doa dan keikhlasan. "Yang utama adalah niat kita untuk mendoakan mereka yang telah meninggal," ungkapnya.
Advertisement
Pakai Rujukan Ulama yang Kompeten
Dalam praktiknya, Gus Baha menyarankan agar umat Islam selalu merujuk kepada ulama yang kompeten dalam memahami hukum-hukum agama. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara tradisi dan ilmu agama.
Ia juga mengajak masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh oleh pandangan yang melarang tradisi seperti tahlilan tanpa dasar yang jelas. Menurutnya, pandangan tersebut sering kali muncul karena kurangnya pemahaman terhadap pendapat ulama klasik.
Gus Baha menilai bahwa dengan memahami pendapat ulama seperti Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim, umat Islam dapat lebih bijak dalam menjalankan tradisi keagamaan. Ia menekankan bahwa tahlil bukanlah ritual yang kosong, tetapi sarat dengan nilai spiritual.
Dalam penutup kajiannya, Gus Baha mengingatkan bahwa setiap amalan yang dilakukan dengan niat ikhlas akan memberikan manfaat, baik bagi yang hidup maupun yang telah meninggal.
Ia menambahkan bahwa tahlil atau hadiah bacaan Al-Qur'an untuk mayit dapat menjadi sarana untuk memperbanyak amal baik. Tradisi ini, menurut Gus Baha, juga menjadi bentuk penghormatan kepada mereka yang telah tiada.
Gus Baha berharap agar masyarakat tidak lagi terjebak dalam perdebatan yang tidak produktif mengenai tahlil atau tradisi serupa. Ia mengajak umat Islam untuk lebih fokus pada esensi dari amalan tersebut, yaitu doa dan ikhtiar untuk kebaikan.
Dengan penjelasannya, Gus Baha memberikan perspektif yang menyejukkan bagi umat Islam terkait perdebatan tentang tahlil. Ia menutup dengan pesan agar umat senantiasa menjaga persatuan dan saling mendoakan satu sama lain.
"Semua ini kembali kepada niat dan keikhlasan kita dalam beribadah," pungkasnya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul