Liputan6.com, Jakarta Meski berperan penting dalam menurunkan angka kematian akibat penyakit infeksi, resistensi akibat penggunaan antibiotika telah menjadi ancaman dunia saat ini.
Ini karena penggunaan antiobiotika secara berlebihan dan tidak rasional. "Karena itu Badan Eksekutif WHO telah mendiskusikan hal ini dan merekomendasikan untuk memasukkan resolusi EB134.R13 pada World Health Assembly 2014 bulan Mei lalu," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembagan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI, Prof. Tjandra Yoga Aditama, kepada Liputan6.com, di Jakarta, Senin (23/6/2014).
Menurut Tjandra, dalam resolusi ini telah diajukan penyusunan Rencana Aksi Global untuk Resistensi Antibiotika. Beberapa poin diskusi untuk pertemuan ini antara lain tentang 'Interface in both human and animal health', 'Regulatory framework', 'Model bisnis baru untuk pengembangan obat baru' dan 'Kajian dampak dari resistensi antibiotika
Advertisement
Menurut Tjandra, resistensi antimikroba (antimicrobial resistance) merupakan salah satu isu penting kesehatan di dunia. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional merupakan penyebab utama munculnya mikroba resisten dan kegagalan terapi serta berisiko meningkatkan penyebaran mikroba resisten di antara pasien di rumah sakit.
Mengingat pentingnya masalah ini secara global, World Health Day 2011 mengusung tema Antimicrobial Resistance (AMR). Ini kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan “Jaipur Declaration on Antimicrobial Resistance 2011” oleh Menteri-menteri Kesehatan dari negara-negara anggota WHO Regional Asia Tenggara.
Dalam Deklarasi Jaipur tersebut ditekankan pentingnya pemerintah menempatkan prioritas utama untuk mempertahankan efikasi antibiotik dan menghindari resistensi antimikroba.