Kasus TB di Indonesia Masih Tinggi

Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) yang berbasis di Washington, menyatakan kasus TBC di Indonesia masih tinggi

oleh Benedikta Desideria diperbarui 16 Agu 2014, 14:00 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2014, 14:00 WIB
Begini Cara Jaga Kesehatan Paru-paru

Liputan6.com, Jakarta Data dari beberapa survei maupun penelitian, Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) yang berbasis di Washington, menyatakan bahwa kasus tubercolosis (TBC) di Indonesia prevalensinya lebih tinggi dibandingkan rata-rata dunia. Menurut analis kesehatan publik dari Kementerian Kesehatan RI, Soewarta Kosen, M.D., M.P.H., Dr. P.H akses jadi kendala utama tingginya angka TBC di Indonesia.

Indonesia merupakan negara kepulauan, dengan banyak pulau besar dan lebih banyak lagi pulau-pulau kecil. Hal inilah yang jadi kendala akses obat bisa sampai ke masyarakat pulau-pulau kecil. Inilah yang jadi masalah utama tingginya kasus TBC di Indonesia dengan prevalensi 185,5 per 100.000 orang, sedangkan dunia 160,2 per 100.000 orang.

“Dilihat dari data, di NTT dan Papua paling tinggi angka TBC-nya. Daerah tersebut memang banyak pulau-pulau kecil yang menyulitkan warga mendapatkan pengobatan. Karena untuk mendapatkan pengobatan maupun mendapatkan kembali obat harus menempuh perjalanan cukup jauh,” jelas Kosen di Jakarta (15/8/2014).

Pengobatan untuk TBC sebenarnya hanya membutuhkan konsumsi obat rutin selama enam bulan saja, pada saat sebelum mencapai angka tersebut dan merasa sudah sembuh orang malas untuk mengambil kembali obat. Bisa jadi petugas kesehatan pun kesulitan untuk mendatangi kembali pulau-pulau kecil tersebut jelas peneliti yang juga pernah berprofesi sebagai dokter ini.

Pendidikan rendah serta minimnya edukasi tentang pentingnya mengonsumsi obat ini hingga enam bulan jadi masalah selanjutnya. “Kebanyakan warga di pulau-pulau kecil tersebut adalah nelayan yang memang pendidikannya tidak tinggi. Sehingga ketika sebulan makan obat dan merasa batuk-batuknya siuman akan menghentikan minum obat,” tambah Kosen.

Padahal, jika minum obat tidak sampai tuntas malah membuat tubuh resisten terhadap obat sehingga membutuhkan obat level dua yang butuh waktu konsumsi hingga satu tahun.

Tidak tuntasnya pengobatan serta enggannya masyarakat penderita TBC berobat, membuat kasus TBC seperti bola salju yang menggelinding. “Penularan TBC itu sangat mudah, batuk saja sudah bisa membuat orang lain tertular,” tandas pria yang pernah berdinas sebagai dokter di Ruteng, Manggarai, NTT ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya