Menanti Keadilan Atas Kasus Kekerasan Seksual Sitok Srengenge

Puluhan mahasiswa UI yang tergabung dalam Solidaritas Adili Sitok mengadakan acara nonton bersama dan diskusi terbuka kekerasan seksual

oleh Liputan6 diperbarui 15 Sep 2014, 11:00 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2014, 11:00 WIB
Risiko yang Bakal Dialami Anak Korban Kekerasan Seksual

Liputan6.com, Jakarta Serikat Mahasiswa Progresif (SEMAR) UI bersama dengan puluhan mahasiswa Universitas Indonesia yang tergabung dalam Solidaritas Adili Sitok mengadakan acara nonton bersama dan diskusi terbuka mengenai isu kekerasan seksual. Acara ini diselenggarakan di Plaza Gedung IX Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia pukul 18.30-22.00, Kamis (11/9/2014).

Pemutaran film dan diskusi tersebut sekaligus bertepatan dengan peluncuran gerakan Solidaritas Adili Sitok, wadah bagi semua orang yang ingin terlibat dalam mengusut, menuntut, dan menyelesaikan kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seniman satrawan SS alias Sunarto kepada mahasiswa Universitas Indonesia berinsial RW.

Film yang diputar adalah “The Accused” (1988) karya Jonathan Kaplan dan Tom Topor. Film yang yang diangkat dari kisah nyata ini bercerita tentang kisah perjuangan seorang wanita korban pemerkosaan dalam memperjuangkan keadilan dan menghukum si pelaku. Pada suatu malam, wanita bernama Sarah Tobias (Jodie Foster) diperkosa oleh segerombolan pria di sebuah bar di New Bedford, Massachusetts, Amerika Serikat. Setelah itu, Sarah mengadukan perbuatan bejat tersebut ke kepolisian dan pengadilan. Namun, ternyata perjuangan Sarah mendapatkan keadilan dan menghukum si pelaku tidak mudah. Pengaduan Sarah dan kuasa hukumnya tidak diterima begitu saja. Setelah melalui perjuangan panjang, akhirnya keadilan berpihak pada Sarah. Para pelaku dinyatakan bersalah dan dihukum.

Kisah Sarah dalam film ini mirip dengan apa yang dilakukan RW, mahasiswi Universitas Indonesia korban pemerkosaan seniman satrawan Sitok Srengenge alias Sunarto. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pada Maret 2013, RW mengalami pemerkosaan dengan intimidasi mental dengan tujuan penghancuran mental terhadap korbannya yang dilakukan oleh SS. RW dan kuasa hukumnya melayangkan laporan terhadap tindak pemerkosaan tersebut ke kepolisian pada 29 November 2013. Akan tetapi bedanya, sudah hampir satu tahun pengusutan kasus ini belum juga selesai bahkan sempat terkatung katung. Salah satu alasannya karena pihak kepolisian tidak menemukan bukti fisik pada tubuh korban padahal bukti analisa psikologis sudah diserahkan bahkan beberapa legal opinion juga sudah diterima oleh pihak Kepolisian, mengingat kasus SS alias Sunarto sebagai pelaku adalah perbuatan pidana kesusilaan yang menggunakan modus dan cara yang sangat halus, yaitu tipu daya, penghancuran mental, penguasaan kedaulatan tubuh korban, penguasaan eksistensi diri korban dan penghancuran kehidupan korban, dengan harapan pelaku, korban akan dijadikan sebagai budak seks dari biadab syahwat sang pelaku. Sampai detik ini, SS belum juga menjadi tersangka dan bahkan muncul wacana dan ada upaya sengaja melakukan penggiringan opini, akan diberhentikan alias di-SP3 pada kasus SS ini.

“Manusia itu dinamis, tetapi kenapa hukum yang mengaturnya malah statis” ujar Raihan Abiyan, Ketua BEM FIB Universitas Indonesia 2014 menanggapi hal ini.

“Hukum akan hidup apabila aparat hukumnya sendiri mempunyai keinginan untuk menghidupkan nuraninya, apalagi pelakunya adalah seorang seniman, tentu idealnya perilaku seorang seniman harus terintegrasi pada sikap perilaku yang beradab dan berbudaya” Ucap Iwan C Pangka berulang kali.

Berbagai testimoni juga disampaikan oleh berbagai pihak dalam sesi diskusi terbuka usai film selesai. Dalam acara ini, hadir berbagai elemen yang peduli dengan kasus, mulai dari Solidaritas Adili Sitok, perwakilan lembaga-lembaga mahasiswa seperti BEM, SEMAR, UILDSC, dan lain-lain. Hadir pula individu-individu dari kampus lain, rekan media, dosen, hingga kuasa hukum. Semua menyampaikan pandangannya terkait kasus RW dan isu kekerasan seksual.

“Saat ada yang mengecilkan kasus pemerkosaan, misanya bilang ‘oh itu mah suka sama suka’ di sanalah letak kejahatannya” lanjut Saras Dewi, dosen sekaligus pendamping RW. Perlu diketahui bahwa kasus yang dialami RW ini jelas merupakan pemerkosaan, bukan atas dasar suka sama suka.

“Kami tidak akan pernah berhenti mengawal kasus ini. Solidaritas Adili Sitok dapat menjadi wadah bagi teman-teman semua yang ingin kasus ini segera selesai. Mari kita bantu saudara kita untuk mendapatkan keadilan” tutup Muhammad Trishadi Pratama, perwakilan dari Solidaritas Adili Sitok dalam acara tersebut.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya