Liputan6.com, Jakarta Upaya menyejahterakan masyarakat tidak hanya di tangan pemerintah. Dunia usaha bisa berpatisipasi dengan mengoptimalkan Corporate Social Responsibility (CSR).
“Selama ini, pemberdayaan, pemetaan sosial dan sosialisasi CSR dilakukan secara partisipatif, sehingga bisa mendorong kemandirian bangsa, ” kata Karo Humas Kemensos Benny Setia Nugraha dalam acara sosialisasi tanggung jawab dunia usaha dalam pelayanan kesejahteraan sosial di Jakarta, Rabu (29/10/2014).
Baca Juga
Di masa lalu, CSR ini dianggap perlu dan kini justru menjadi essensil terkait investasi sosial disamping investasi bisnis. Sebab, investasi social jauh lebih hebat dari sekedar penempatan aparat keamanan untuk menjaga aset perusahaan.
Advertisement
Investasi sosial dunia usaha menjadi kekuatan dengan tujuan, yaitu terwujudnya komunikasi timbal balik yang harmonis antarwarga, adanya komunikasi yang tulus, hadirnya komitmen kerja sama terutama untuk mengatasi gejala maupun terjadinya konflik, dan meningkatnya kemampuan dan ketrampilan partisipan mengelola usaha produktif.
Kemandirian menjadi modal penting dan menjadi prinsip dalam pekerjaan sosial, yaitu membantu orang lain agar kelak bisa membantu dirinya sendiri atau help people to help themselves.
Salah satu tanggung jawab pengupayaan kesejahteraan sosial anak bangsa, sesuai UU Nomor 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial, sesungguhnya tidak saja berada di tangan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Sosial (Kemensos).
“Tanggung jawab yang dipikul bersama dari seluruh elemen bangsa, mulai dari pemerintah daerah, dunia usaha, perguruan tinggi dan masyarakat lainnya menjadi kekuatan untuk memperpecat kesejahteran bangsa, ” ujarnya.
Sebuah perusahaan bila tidak membangun jaringan dengan masyarakat sekitarnya akan terjadi eksklusivisme. Cepat atau lambat akan terjadi konflik sosial yang mengganggu sistem operasional perusahaan tersebut.
Dalam keseharian investasi sosial sering disebut kata peduli. Dengan perusahaan peduli terhadap komponen ekosistem, maka tidak hanya mencari untung, tetapi memberikan kemajuan karyawan, mitra kerja dengan konsumen termasuk masyarakat sekitar.
Kegiatan investasi sosial dunia usaha yang dapat diterapkan antara lain: Pertama, pengembangan masyarakat. Kedua, Kelompok Usaha Bersama yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat.
Ketiga, Bedah Kampung untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat miskin tentang rumah layak huni. Keempat, Keserasian Sosial untuk mengatasi persoalan-persoalan terkait konflik. Baik konflik laten maupun konflik terbuka antar komunitas satu dengan komunitas lainnya.
“Berbagai program di atas, bisa membantu upaya-upaya untuk mengantisipasi gangguan sosial yang bisa terjadi setiap saat di lingkungan, ” ujarnya.
Bentuk gangguan terbagi atas beberapa skala, yaitu: Pertama, keresahan sosial, bila tidak ditangani dengan baik akan semakin membesar berupa konflik sosial, terlebih lagi bila tidak mampu kita selesaikan secara tuntas akan memunculkan kerusuhan massa yang sifatnya merusak dan meluas.
Kedua, kerawanan sosial, bentuk ini dapat diindikasikan dengan gejolak sosial yang dapat terjadi secara tiba-tiba di lingkungan dunia usaha. Proses terjadinya sangat panjang mulai dari bentuk yang masih tersembunyi (latent) sampai pada bentuk yang nyata.
Namun, yang terpenting harus diperhatikan dalam kerawanan sosial adalah kepekaan pada kerusakan lingkungan atas kehadiran perusahaan baik pencemaran lingkungan, gangguan suara, sarana jalan dan sebagainya.
Kelalaian memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berdampak pada sengketa hukum. Masalah umum yang harus menjadi perhatian di masyarakat.
Hukum adat yang masih berlaku di masyarakat yang erat dengan nilai sebidang tanah, aturan batas-batas wilayah secara hak ulayat. Juga, moral hazard sebagai kunci dari semua kepekaan.
Acara dihadiri narasumber dari Forum CSR, Djainal Abidin, perwakilan dari dunia usaha, dan Ketua Ikatan Bakery Indonesia (IBI) Jahja Angka Widjaja.