Liputan6.com, Jakarta Sunat hanya milik anak laki-laki, setidaknya itulah garis besar yang dapat diambil dari pelarangan sunat bagi perempuan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak 1997.
Kontroversi khitan pada perempuan yang mencuat kembali setelah dicabutnya Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2010 yang mengatur tentang praktik sunat perempuan beberapa waktu lalu dianggap seksolog memang perlu. Karena hal tersebut tidak akan ada pengaruhnya saat wanita dewasa dan berhubungan intim.
Seksolog dari bagian Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Prof Dr dr Wimpie Pangalila Sp And FAACS menyampaikan bahwa peraturan tersebut memang dirasa tidak perlu karena pengertian sunat perempuan di Indonesia saja tidak jelas.
"Sunat pada perempuan itu nggak jelas. Beda dengan pria yang harus membuang kulit yang menutup penis. Pada perempuan apa yang dipotong? Sunat perempuan tidak ada," kata Prof Wimpie saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (25/2/2014).
Prof Wimpie menegaskan, permasalahan sunat perempuan ini dalam dunia kedokteran tidak dikenal. Dan hal ini mencuat karena banyak orang turut campur dan masalah budaya.
"Kedokteran tidak mengenal sunat perempuan. Kalau ini masalah budaya, kan tradisi itu nggak selamanya perlu dipertahankan. Kalau nggak perlu ya ditinggalkan. Karena kalaupun ada yang sunat perempuan seperti yang dibilang orang-orang hanya menggores kulit dan menutupi bagian klitoris dengan menggunakan jarum steril itu nggak ada artinya," tegas Prof Wimpie.
Berbeda dengan di Afrika, Wimpie menjelaskan bahwa di sana sunat itu labia, klitorisnya dipotong. Sedangkan di Indonesia pengertian sunat perempuan itu hanya ditoreh jarum dan tidak ada kaidahnya. "Saya kira memang Permenkes tersebut memang tidak ada gunanya. Yang perlu adalah membersihkan dan mencuci kelamin. Jangan sampai kita sebagai bangsa makin kacau," katanya.
Berikut beberapa fakta soal sunat perempuan:
1. Sunat perempuan meliputi prosedur yang menyebabkan cedera pada organ genital dan tidak memiliki manfaat sama sekali.
2. Jika tetap dilakukan, Justru akan berakibat pada pendarahan parah, masalah buang air kecil, kista, infeksi, ketidasuburan serta kompilkasi saat melahirkan dan peningkatkan risiko kematian bayi yang baru lahir.
3. Lebih dari 125 juta anak perempuan telah mengalami sunat di 29 negara khususnya di Afrika dan Timur Tengah
4. Prosedur ini kebanyakan dilakukan antara bayi dan remaja perempuan di bawah 16 tahun.
5. Sunat perempuan atau Female genital mutilation (FGM) dinilai merupakan bentuk ekstrem dari diskriminasi terhadap perempuan.
6. FGM memiliki empat klasifikasi, meliptui Clitoridotomy, eksisi, infibulasi, dan prosedur berbahaya lainnya.Â
7. Sunat perempuan meliputi kontroversi budaya, agama, dan sosial.
Advertisement