Liputan6.com, Jakarta Akses bacaan menggunakan huruf Braille di Indonesia masih dianggap kurang oleh Bayu Yulianto dari Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI).
Dia merasa, banyak bacaan di Indonesia yang tidak tersedia dalam huruf Braille. Walaupun begitu, dia mengatakan bahwa dirinya cukup terbantu dengan adanya teknologi.
Baca Juga
"Dengan adanya komputer, software pembaca layar, buku-buku itu bisa dibaca dalam versi suara," kata Bayu ditemui Health Liputan6.com di acara Perempuan Disabilitas Mengubah Dunia, di Jakarta, ditulis Jumat (9/3/2018).
Advertisement
"Akan tetapi, kalau dalam bentuk Braille sendiri sangat kurang," kata Bayu.
Bayu mengakui, buku dalam bentuk suara memang tidak memerlukan banyak usaha untuk membacanya. Namun, sarana untuk mendengarkan itu memang dibutuhkan. Sementara, buku Braille membutuhkan lebih banyak tempat yang cukup luas karena buku Braille lebih tebal.
Dalam kesehariannya, Bayu biasa menggunakan komputer atau ponsel untuk membantunya mengakses informasi.
"Saya cukup terbantu dengan itu," ujar Bayu. Untuk catatan-catatan tertentu dia tetap menggunakan huruf Braille.
Dalam kondisi darurat, Bayu mengakui bahwa dibutuhkan orang lain untuk membacakan buku itu.
"Hanya kita tidak leluasa untuk membaca halaman mana yang diperlukan, tema apa yang diperlukan. Sangat sulit sekali," jelas Bayu.
Â
Simak juga video menarik berikut ini:
Â
Sudut Khusus di Perpustakaan
Bayu mengatakan, seharusnya di tempat-tempat umum disediakan sarana untuk mereka yang tunanetra.
"Seperti di perpustakaan, aturannya sebenarnya ada. Harusnya ada sudut khusus yang disediakan bacaan dalam bentuk Braille," kata Bayu.
Menurutnya, banyak perpustakaan yang belum menyediakan buku dalam bentuk Braille.
Selain itu, Bayu juga berharap agar akses di media massa juga bisa diakses dengan mudah untuk orang tunanetra.
"Seperti di televisi, misalnya ada daftar pemilih ditayangkan dalam bentuk tulisan, kita jelas tidak tahu," ungkapnya.
Dia juga ingin agar ke depannya, lebih banyak buku dalam bentuk suara yang bisa diakses oleh mereka.
Advertisement