Kisah-kisah Horor Alergi Makanan dari Ketinggian 35.000 Kaki

Pengalaman mendebarkan alergi makanan di pesawat dengan ketinggian 35.000 kaki.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 18 Okt 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2019, 12:00 WIB
Ilustrasi
Alergi makanan di pesawat di atas ketinggian 35.000 kaki (dok. unsplash.com/Asnida Riani)

Liputan6.com, Jakarta Bayangkan, ketika seseorang mengalami serangan alergi makanan saat berada dalam pesawat dengan ketinggian 35.000 kaki di atas permukaan laut. Gejala alergi makanan yang bisa berujung mematikan termasuk keadaan darurat. Apalagi di pesawat tidak ada yang terlatih memberikan pertolongan secara medis.

Kisah alergi makanan datang dari pasangan Jennifer dan Ed McDonald yang pulang ke Rhode Island, Amerika Serikat pada tahun 2014. Keduanya beserta putri mereka yang berusia 8 tahun, Nikki baru selesai melakukan pelayaran yang menyenangkan.

Namun, saat di pesawat, Nikki mulai bertingkah aneh. Gadis kecil itu menggosok-gosok matanya. Sebelum Nikki masuk ke dalam pesawat, McDonald menyeka kursi kain, sandaran lengan, dan meja nampan. Khawatir alergi Nikki kambuh terhadap semua jenis kacang-kacangan dan gandum. 

Tanpa diketahui McDonald, seorang penumpang dalam penerbangan sebelumnya makan kacang pistachio. Petugas gagal membersihkan seluruh kulit kacang pistachio. Beberapa kulit tersembunyi dari pandangan bawah kursi Nikki.

Tenggorokan Nikki mulai membengkak dan napasnya menjadi sesak. Ia mengalami gejala-gejala anafilaksis--reaksi alergi yang parah. Jennifer menggunakan injektor otomatis untuk memberikan epinefrin dan memberi tahu pramugari bahwa Nikki mungkin memerlukan bantuan darurat tambahan, bahkan mungkin pendaratan darurat.

Reaksi pramugari, katanya, sama sekali tidak terduga."Mereka menertawakanku dan tidak menganggap gejala alergi serius," ujar McDonald, dikutip CNN, Jumat (18/10/2019). "Saat itu ada tiga penumpang yang mengaku, dokter datang untuk memeriksa tanda-tanda vital Nikki, mereka (pramugari) tidak membiarkan ketiganya mendekati Nikki. Karena mereka tidak memiliki identitas yang membuktikan bahwa mereka adalah dokter."

 

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS

Simak Video Menarik Berikut Ini:

'Aku Tidak Ingin Mati'

Ilustrasi pesawat (Pixabay)
Alergi makanan di pesawat. (Pixabay)

Nikki yang panik terus berkata, "Bu, aku tidak ingin mati. Aku tidak ingin mati,'" kenang McDonald dengan isak tangis. "Itu memilukan sekaligus menyedihkan. Sebagai orang tua, sungguh luar biasa menyaksikan ini terjadi di depan mata dan Anda tidak bisa berbuat apa-apa."

Serupa dengan Nikki, kisah menakutkan didera alergi makanan diceritakan Alexa Jordon. Pada Mei beberapa tahun silam, Alexa pulang ke Chicago, Amerika Serikat setelah menyelesaikan studi tahun pertamanya di Harvard, Inggris.

Ia memakan salad yang dibeli di Bandara Boston yang seharusnya tidak mengandung kacang. Sayangnya, ia menjadi sangat alergi.

Bepergian sendirian dan ketakutan, Jordon memberi tahu pramugari bahwa ia mengalami syok anafilaksis. Ia pergi ke kamar mandi untuk menggunakan satu-satunya injektor otomatis yang dibawa. Apa yang terjadi selanjutnya, kata Jordon, sulit dipercaya.

Pramugari tidak hanya gagal menawarkan epinefrin atau antihistamin tambahan, mereka menguncinya di dalam kamar mandi pesawat selama sisa penerbangan hampir tiga jam.

"Aku dibiarkan sendirian di dalam kamar mandi," kenang Jordon. "Aku takut tidak akan membaik, tanpa suntikan kedua. Mereka seharusnya tidak membiarkanku masuk ke sana sendirian." 

Walaupun sempat mengalami pengalaman tak menyenangkan saat didera alergi makanan, Alexa Jordon dan Nikki McDonald beruntung. Mereka selamat. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya