Cerita Masyarakat Pedalaman Amazon Gunakan Herbal untuk Mengatasi COVID-19

Daun yang digunakan para warga wilayah terpencil Amazon untuk melawan COVID-19, sering digunakan dalam bahan masakan dan pengobatan

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 19 Jun 2020, 09:00 WIB
Diterbitkan 19 Jun 2020, 09:00 WIB
Kawasan Amazon
Rekaman drone menangkap suku langka di hutan Amazon, yang hidupnya masih terisolasi. (Foto: Mauro Pimentel / AFP)

Liputan6.com, Jakarta Pengobatan yang benar-benar tepat untuk COVID-19 hingga saat ini belum diketahui. Penelitian soal efektivitas obat masih terus dilakukan. Tak luput dari perhatian adalah penggunaan obat herbal.

Walau belum diketahui dengan pasti manfaat obat herbal bagi pasien COVID-19, namun para penduduk desa di Amazon bagian timur telah menggunakan pengobatan herbal dalam perawatan penyakit akibat virus corona SARS-CoV-2 tersebut.

Mereka dikabarkan menolak anjuran pemerintah Brasil untuk menggunakan obat hidrosiklorokuin dan lebih memilih mencegah COVID-19 dengan minum teh yang dibuat dari tanaman jambú atau dikenal dengan sebutan "toothache plant." Tumbuhan ini biasa mereka gunakan untuk mengobati sakit gigi.

Salah satu penggunanya adalah Maria de Nazare Sajes. Wanita 65 tahun ini mengatakan dia dinyatakan positif COVID-19.

"Saya membuat teh jambú dan merasa sehat kembali. Orang-orang berkata: 'Lihat Maria, bagaimana dia sembuh, dia tidak demam atau sakit,'" katanya seperti dikutip Channel News Asia pada Kamis (18/6/2020).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini


Digunakan untuk Masakan dan Obat

Kawasan Amazon
Sebuah gubuk di wilayah adat Vale do Javari, kawasan hutan Amazon, Brasil, di Negara Bagian Amazonas, dekat perbatasan Peru. (Adam Mol / National Indian Foundation via AFP)

Wanita yang tinggal di tepi anak sungai Amazon itu mengatakan, dirinya percaya dengan meminum air rebusan dari daun pahit tersebut, tubuhnya lebih baik dan berhasil melawan gejalanya.

Maria mengatakan dirinya dinyatakan positif COVID-19 setelah mendapatkan pemeriksaan dari tenaga kesehatan yang dikirim ke masyarakat pedalaman.

Daun jambú bagi masyarakat setempat biasanya digunakan untuk bahan dalam masakan. Selain itu, tumbuhan tersebut juga sering disebut berguna sebagai obat anestetik yang membantu menghilangkan rasa sakit, melawan virus, obat pencahar, serta afrodisiak.

Salah seorang warga bernama Maria Claudia mengatakan bahwa dirinya takut pergi ke rumah sakit.

"Saya takut pergi ke rumah sakit karena tidak akan aa obat alami yang kami temukan di sini," kata wanita muda itu.  "Mereka tidak mengizinkan saya minum teh jambú di sana."


Tolak Gunakan Obat Hidroksiklorokuin

Obat Malaria Hydroxychloroquine.
Obat Malaria Hydroxychloroquine. (AP / John Locher)

Dikutip dari News18, seorang perawat bernama Marilia Costa mengatakan bahwa memang ada penolakan penggunaan hidroksiklorokuin dari warga di wilayah-wilayah terpencil hutan hujan Amazon, di mana fasilitas kesehatan di kota terdekat hanya bisa diakses dengan mengendarai perahu dan membutuhkan waktu yang panjang.

"Kami melihat sebagian besar penduduk di sini mengonsumsi obat buatan sendiri yang mereka yakini memiliki kualitas penyembuhan yang hebat," kata Costa.

Dia menceritakan meski tenaga kesehatan yang berkunjung ke sana tetap memberikan obat demam, namun penduduk setempat tetap meminumnya dengan obat lokal buatan sendiri.

Brasil memang dilaporkan meresepkan hidroksiklorokuin untuk pengobatan COVID-19 meskipun beberapa waktu yang lalu, regulator Amerika Serikat telah menarik persetujuan penggunaan obat tersebut untuk pengobatan pasien COVID-19.


Di Masyarakat Adat Satere-Mawe

Ilustrasi herbal (iStockphoto)
Ilustrasi herbal (iStockphoto)

Penggunaan obat tradisional untuk mengatasi COVID-19 juga dilakukan oleh masyarakat adat Satere-Mawe yang tinggal di hutan hujan Brasil tersebut. Mereka mengatakan bahwa warga menggunakan perawatan alami seperti kulit pohon, madu, dan tanaman yang tumbuh di sana untuk mengatasi gejala virus corona.

Beberapa tanaman yang digunakan oleh Satere-Mawe seperti carapanauba, saracuramira, caferena, dan saratudo yang disebut memiliki sifat anti-malaria atau anti-inflamasi.

"Kami masing-masing mengunakan pengetahuan yang diwariskan kepada kami untuk mengumpulkan perawatan, mengujinya, dan menggunakannya untuk gejala penyakit yang berbeda," kata kepala suku Andre Satere Mawe dikutip dari Daily Star.

Warga bernama Valda Ferreira de Souza mengatakan bahwa perawatan berbasis tanaman membantunya sembuh dari gejala serupa COVID-19.

"Saya merasa lemas, rasanya seperti ada sesuatu di paru-paru saya, saya tidak bisa bernapas," kata pria 35 tahun itu. Usai mengonsumsi sirup buatan sendiri, dia merasa jauh lebih baik.

 


Di Tengah Ketidakpastian Masa Pandemi

Ilustrasi anaman herbal (iStockphoto)
Ilustrasi tanaman herbal (iStockphoto)

Beberapa waktu yang lalu, Michael Heinrich, profesor etnofarmakologi dari University College of London mengatakan bahwa orang akan selalu mencari apa yang mereka ketahui sebelumnya di tengah ketidakpastian selama pandemi.

Dia mengatakan, obat tradisional menawarkan hal tersebut. "Seringkali ada beberapa manfaat, tetapi tidak ada bukti untuk efektivitasnya, juga tidak diketahui keamanannya," kata Heinrich.

"Jadi tidak ada alasan untuk mengharapkan manfaatnnya," ujarnya seraya menambahkan, orang-orang lebih baik menjauh dari pengobatan yang tidak terjamin kualitas dan keamanannya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya