4 Upaya Pengendalian COVID-19 di Indonesia Selama 6 Bulan Terakhir

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Achmad Yurianto menyebutkan upaya pengendalian COVID-19 yang selama 6 bulan ini dilakukan pemerintah Indonesia.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 05 Sep 2020, 12:00 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2020, 12:00 WIB
Achmad Yurianto
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Achmad Yurianto (Dok Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Achmad Yurianto menyebutkan upaya pengendalian COVID-19 yang selama enam bulan ini dilakukan pemerintah Indonesia.

Upaya-upaya tersebut mencakup test, trace, isolate, dan treat. Dalam melakukan tes pemerintah telah membentuk jejaring lab pemeriksa COVID-19.

Tes diutamakan untuk masyarakat yang bergejala. Target pemeriksaannya pun 1/1000 penduduk per minggu dengan hasil PCR dapat diperoleh dalam waktu 24-48 jam.

“Tidak bisa kemudian kita menggeneralisasi bahwa testing dari Sabang sampai Merauke harus sama. Kalau kita paham betul Indonesia kita tidak akan pernah menuntut bahwa Sabang sampai Merauke harus sama,” ujar Yuri dalam webinar pada Kamis (3/9/2020).

Upaya berikutnya adalah tracing, menurut Yurianto, tracing juga bukan hal yang mudah karena harus mengutamakan keamanan.

“Persepsi keamanan itu harus dibangun dengan persepsi memahami penyakitnya dulu.”

Upaya tracing dilakukan dengan penguatan physical education (PE) dan pelacakan kontak. Minimal 80 persen kasus baru dilakukan pelacakan kontak dan dikarantina dalam 72 jam sejak dikonfirmasi.

Selain itu, pemantauan kontak erat pun terus dilakukan dan minimal 80 persen kontak erat dilakukan pemantauan selama 14 hari sejak paparan terakhir.

Simak Video Berikut Ini:

Isolate dan Treat

Isolasi mandiri juga menjadi sesuatu yang penting, lanjut Yuri, dan sekarang ini menjadi sesuatu yang dilematis di masyarakat. Mengingat, satu sisi stigma masyarakat masih ada seperti pengucilan orang yang diisolasi.

“Padahal isolasi bukan pengucilan orang,” katanya.

Isolasi bisa dilakukan secara mandiri, bisa juga dilakukan di rumah sakit darurat atau di rumah sakit rujukan. Karantina mandiri juga diwajibkan bagi kontak erat.

“Kemudian dalam aspek layanan perawatan (treat) saya kira data yang mengarah ke sembuh semakin banyak dengan angka kematian yang relatif tidak paling tinggi di dunia. Paling tidak progres kita semakin baik.”

Upaya pelayanan ini dilakukan dengan penyediaan rumah sakit darurat, rumah sakit perawatan, dan rumah sakit rujukan COVID-19. Pengobatan pun dilakukan mulai dari pengobatan simptom, suportif, dan penyakit komorbid.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya