Â
Liputan6.com, Jakarta - Minggu malam, 24 November 2024, menjadi akhir dari perjalanan pameran The Flying Cloth: 25 Years Journey of Merdi Sihombing. Sang desainer berdarah batak menutupnya dengan sebuah fashion showcase yang memukau di area Sunken, Museum Nasional Indonesia.
Baca Juga
Di ajang tersebut, Merdi membawakan koleksi yang merepresentasikan perjalanan kariernya selama 25 tahun menenun cerita, budaya, dan keberlanjutan. Itu sekaligus menjadi klimaks dari pergelaran The Flying Cloth yang merupakan persembahan Kementerian Kebudayaan, Indonesian Heritage Agency (IHA), dan Museum Nasional Indonesia.Â
Advertisement
Dalam rilis yang diterima Tim Lifestyle Liputan6.com, Selasa, 26 November 2024, beberapa karya yang pernah memukau dunia di panggung-panggung prestisius, seperti Jakarta Fashion Week, Berlin Fashion Week, London Fashion Week, dan Melbourne Fashion Festival, kembali dihidupkan dalam momen mengagumkan ini. Koleksi itu sebagian besar terbuat dari kain ulos yang diolah dengan sentuhan desain modern menjadi pakaian siap pakai (ready-to-wear) yang memukau.
Desain yang menjadi sorotan antara lain outerwear berpotongan longgar seperti jaket, blazer, dan long coat, yang dipadukan dengan celana atau rok berpotongan lebar, menciptakan siluet yang anggun sekaligus nyaman untuk dikenakan sehari-hari. Koleksi ini membuktikan bahwa kain tradisional seperti ulos dapat bertransformasi menjadi busana modern tanpa kehilangan jiwa tradisionalnya.
Dengan palet warna yang kaya, mulai dari warna khas Batak seperti merah dan hitam hingga spektrum cerah seperti oranye, kuning, dan ungu. Melalui koleksi ini, Merdi kembali menunjukkan bahwa wastra nusantara relevan di era modern, sekaligus mampu bersaing di kancah mode global dengan daya tarik yang tak tertandingi.
Deretan model dan muse ternama turut ambil bagian dalam fashion showcase ini, termasuk Kelly Tandiono, Whulandary, Artika Sari Devi, Iis Dahlia, dan Yuni Shara. Kehadiran mereka menambah daya tarik acara dengan membawa karya Merdi ke panggung runway dalam tampilan yang anggun dan penuh percaya diri.Â
Pujian Menteri Kebudayaan Fadli Zon
Â
Perjalanan Merdi selama 25 tahun ini diapresiasi berbagai pihak. Fadli Zon, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, dalam sambutannya di acara penutupan menyatakan bahwa Merdi telah berhasil membawa nilai wastra ke panggung global dan menunjukkan bagaimana fashion dapat menjadi medium dalam menjaga warisan budaya sekaligus menghadapi tantangan masa depan. Ia juga menekankan potensi besar industri fashion di Indonesia, yang berkontribusi terhadap PDB hampir Rp350 triliun pada 2024.
Ni Luh Puspa, Wakil Menteri Pariwisata Republik Indonesia, juga memberikan penghormatan kepada karya Merdi yang memadukan tradisi dan inovasi. Menurutnya, karya Merdi membuktikan bahwa industri fashion lebih dari sekadar tren dan berperan sebagai medium untuk mempertahankan budaya dan memberdayakan masyarakat.
"Saya berharap konsep fashion berkelanjutan ini dapat menjadi daya tarik dalam sektor pariwisata berbasis budaya," ujar Ni Luh.
Bagi Merdi, pameran ini memiliki arti tersendiri. Mimpinya untuk bisa menampilkan fashion show di museum dalam negeri akhirnya bisa terwujud. "Semoga setelah ini, semakin banyak desainer yang tampil di museum-museum di berbagai kota di Indonesia. Tidak hanya di mal dan hotel," ujar Merdi yang disambut hangat oleh para audiens.
Advertisement
Keberlanjutan Fesyen yang Utama
Keberlanjutan menjadi tema utama dalam setiap karya Merdi. Ia menggunakan kain ulos yang dibuat dari serat ramah lingkungan dan pewarnaan alami, serta menggabungkan bahan-bahan organik seperti limbah makanan untuk menciptakan warna-warna yang unik. Pendekatan ini menempatkan ekonomi sirkular sebagai bagian penting dalam proses produksinya.
"Kita hanya punya satu planet bumi. Kita harus terus melanjutkan perjuangan untuk menciptakan dunia fesyen yang lebih bertanggung jawab," ujar Merdi.
Merdi berharap The Flying Cloth dapat menginspirasi lebih banyak seniman yang membangun hubungan harmonis dengan masyarakat adat. Kolaborasi seperti ini dapat membuka peluang bagi keduanya untuk menciptakan ekosistem budaya yang berkelanjutan, adil, saling menguatkan dan berkembang bersama di panggung nasional dan internasional.
Sebagai simbol penutup, Merdi memberikan ulos istimewa kepada Fadli Zon dan Ni Luh Puspa. Ulos dengan motif tumtuman, yang hanya digunakan oleh para raja dan pemimpin di masa lalu, diserahkan kepada Ni Luh sebagai simbol tanggung jawab pemimpin. Kepada Fadli Zon, ia memberikan ulos dengan teknik tenun ikat yang disongket sehingga menciptakan efek tiga dimensi, yang mencerminkan inovasi dan keberlanjutan.
Mimpi Besar Merdi Sihombing
Dalam kesempatan terpisah, Merdi ingin merintis jalan menggelar fashion week budaya terbesar di dunia melalui pameran tersebut. Ia meyakini betul bahwa budaya adalah kekuatan Indonesia yang tidak bisa ditandingi negara mana pun. Budaya yang dimaksud tidak hanya wastra, melainkan kerajinan tangan secara keseluruhan.
"Saya kepengen Indonesia menjadi pusat daripada fashion yang berbasis budaya. Kelar. Enggak ada ngomong kain-kain, enggak, semua kerajinan," ucapnya, beberapa waktu lalu di Jakarta.
Meski begitu, ia menyadari mewujudkannya bukan pekerjaan mudah. Banyak tantangan dihadapi di lapangan, terutama ancaman kepunahan. Ia mencontohkan teknik celup ikat di Karo yang sudah kehilangan penenunnya. Ia pun menyiasatinya dengan menggunakan kain yang sudah jadi untuk diolah dengan teknik tersebut agar tidak benar-benar hilang.
"Yang penting teknik ikat celupnya yang kita kembalikan," ujarnya.
Belum lagi desa-desa yang semakin terbuka dengan budaya luar. "Sebuah desa itu, apabila terbuka, gampang dimasuki budaya luar, saya takut itu punah," ujarnya dengan nada khawatir seraya berharap pemerintah menyiapkan strategi jitu untuk melindungi budaya lokal.
Kekhawatiran Merdi atas keberlangsungan industri fesyen lokal juga berkaitan dengan ketergantung impor bahan baku. Banyak desainer di dalam negeri terlena dengan material-material impor yang murah hingga tak sadar menggerogoti industri dalam negeri.
Advertisement