Liputan6.com, Jakarta - Sebagai penyintas kanker ovarium, Shahnaz Haque, merasa pilihannya untuk memercayakan pengobatan kanker pada tenaga medis amat tepat. Saat itu kanker ovarium yang didiagnosis pada 1998 ketika usianya 26 tahun diketahui masih stadium awal.
"Saya nurut dengan pengobatan medis dan itu yang terjadi dengan saya. Kini, saya bisa mendampingi teman-teman yang terdiagnosis kanker," kata Shahnaz dalam Kampanye 10 Jari mengenali tanda kanker Ovarium yang didukung AstraZeneca pada Sabtu, 29 Mei 2021.
Baca Juga
Saat pertama kali dokter memberi tahunya terkena kanker ovarium, Shanaz muda memang sempat menunda pengobatan. Namun, ketika keluhan sakit pinggang efek dari kanker ovarium mulai terasa sampai mengganggu pekerjaan dan syuting membuatnya kembali ke dokter. Bukan ke pengobatan alternatif atau hal lain.
Advertisement
"Dalam satu tahun (menunda operasi) keuntungan saya tidak mencoba pencari pengobatan alternatif," katanya.
Jika dia berkenalan dengan pengobatan alternatif mungkin terlalu lama berkutat di situ dan malah membuat stadium kanker meningkat. Sebagai pejuang kanker pun ia tahu betul bahwa penyakit kanker adalah penyakit medis yang tidak bisa diobati oleh dukun.
"Kanker ini penyakit medis bukan mistis, jangan datang ke dukun," katanya.
Di kesempatan yang sama hadir juga dokter spesialis obstetri ginekologi konsultan Pungki Mulawardhana yang juga menceritakan beberapa pasiennya datang sudah dalam kondisi parah. Seperti perut membesar atau sakit perut hebat tak tertahankan.
"Ada yang mengatakan mencoba pengobatan alternatif, tapi ketika kondisi makin parah kembali ke kami (dokter)," kata Pungky.
Padahal, jika sedini mungkin mendapatkan perawatan medis, penanganan lebih mudah dan peluang sembuh lebih besar.
Maka dari itu, Pungky mengingatkan agar para pasien kanker takut kepada kanker bukan pengobatannya.
Infografis Awas Lonjakan Covid-19 Libur Lebaran
Advertisement