Liputan6.com, Jakarta Vaksin Sinovac lolos izin penggunaan darurat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekaligus masuk Emergency Use Listing (EUL). Kabar baik tersebut membuat PT Bio Farma siap bila ditugaskan negosiasi vaksin Johnson & Johnson bagi jamaah haji.
Hal ini menyusul Johnson & Johnson menjadi salah satu vaksin COVID-19 yang mendapatkan izin Arab Saudi sebagai syarat jamaah haji.
"Jika Pemerintah menugaskan (negosiasi vaksin Johnson & Johnson), Bio Farma siap untuk melaksanakannya," kata Juru Bicara PT Bio Farma, Bambang Heriyanto, saat dihubungi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Rabu, 2 Juni 2021.
Advertisement
Selain Johnson & Johnson, tiga vaksin COVID-19 lain yang mendapat izin Arab Saudi sebagai syarat haji adalah Pfizer, Moderna, dan AstraZeneca.
Baca Juga
Dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI pada Selasa (25/5/2021), Direktur Utama PT Bio Farma, Honesti Basyir, mengusulkan dua hal kepada pemerintah agar jamaah haji Indonesia bisa diperbolehkan masuk ke Arab Saudi.
Pertama, pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri bisa melobi Arab Saudi agar mengizinkan vaksin Sinovac bisa menjadi syarat keberangkatan calon jamaah haji Indonesia.
Opsi kedua terhadap proses negosiasi dengan Pemerintah Arab Saudi, yaitu bagi calon jamaah haji asal Indonesia yang telah disuntik vaksin Sinovac untuk bisa memeroleh layanan vaksinasi kembali dengan jenis AstraZeneca.
Kendati demikian, opsi di atas, lanjut Honesti, harus dikomunikasikan lebih lanjut dengan pemangku kepentingan terkait, di antaranya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI), dan Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Izin EUL Sinovac dari WHO
Sebagaimana rilis berjudul, WHO validates Sinovac COVID-19 vaccine for emergency use and issues interim policy recommendations yang dipublikasikan 1 Juni 2021. WHO mengeluarkan izin EUL vaksin Sinovac-CoronaVac COVID-19 untuk penggunaan darurat.
Ini memberikan jaminan kepada negara, penyandang dana, lembaga pengadaan, dan masyarakat bahwa vaksin Sinovac memenuhi standar internasional dalam keamanan, kemanjuran, dan pembuatan. Vaksin ini diproduksi oleh perusahaan farmasi Sinovac yang berbasis di Beijing, Tiongkok.
“Dunia sangat membutuhkan beberapa vaksin COVID-19 untuk mengatasi kesenjangan akses yang sangat besar di seluruh dunia,” kata WHO Assistant-Director General for Access to Health Products Dr Mariângela Simão dalam rilis WHO.
“Kami mendesak produsen untuk berpartisipasi dalam Fasilitas COVAX, berbagi pengetahuan dan data mereka, serta berkontribusi untuk mengendalikan pandemi," Mariangle melanjutkan.
EUL WHO adalah prasyarat untuk pasokan vaksin Fasilitas COVAX dan pengadaan internasional. Ini juga memungkinkan negara mempercepat persetujuan peraturan mereka sendiri mengimpor dan mengelola vaksin COVID-19.
Advertisement
Penilaian EUL Sinovac di Fasilitas Produksi
EUL menilai kualitas, keamanan, dan kemanjuran vaksin COVID-19, serta rencana manajemen risiko dan kesesuaian program, seperti persyaratan rantai dingin.
Penilaian EUL dilakukan oleh grup evaluasi produk, yang terdiri dari ahli regulasi dari seluruh dunia dan Technical Advisory Group (TAG), yang bertugas melakukan penilaian risiko-manfaat untuk rekomendasi independen tentang, apakah suatu vaksin dapat didaftarkan untuk penggunaan darurat dan, jika demikian, dalam kondisi apa.
Dalam kasus vaksin Sinovac-CoronaVac, penilaian WHO termasuk inspeksi di tempat fasilitas produksi. Produk Sinovac-CoronaVac adalah vaksin yang tidak aktif. Persyaratan penyimpanannya yang mudah membuatnya sangat mudah dikelola dan sangat cocok untuk pengaturan sumber daya rendah.
WHO Strategic Advisory Group of Experts on Immunization juga telah menyelesaikan tinjauannya terhadap vaksin Sinovac. Berdasarkan bukti, WHO merekomendasikan vaksin untuk digunakan pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas, dalam jadwal dua dosis dengan jarak dua hingga empat minggu.
Hasil efikasi vaksin menunjukkan, vaksin mencegah penyakit simptomatik pada 51 persen dari mereka yang divaksinasi dan mencegah COVID-19 yang parah dan rawat inap terhadap 100 persen dari populasi yang diteliti.
Infografis Sertifikat Vaksin Covid-19 Jadi Syarat Bepergian?
Advertisement