Liputan6.com, Jakarta Pandemi COVID-19 telah mengubah hidup manusia dalam berbagai aspek. Tak jarang, hal satu inipun menyebabkan stres berkepanjangan.
Salah satunya seperti yang dialami Maura Magnalia Madyaratri, putri pasangan Nurul Arifin dan Mayong Suryo Laksono yang meninggal dunia pada Selasa, 25 Januari 2022.
Baca Juga
Dalam keterangan pada rekan wartawan di rumah duka kawasan Cinere, Depok, Jawa Barat, Nurul dan Mayong sempat mengungkapkan bahwa mendiang Maura sempat mengalami frustrasi.
Advertisement
Putrinya yang berusia 27 tahun tersebut juga sempat rutin berkonsultasi dengan psikolog dan psikiater sebelum mengembuskan nafas terakhirnya.
Health Liputan6.com pun mengonfirmasi hal ini pada psikolog anak, remaja, dan keluarga Universitas Kristen Maranatha Bandung, Efnie Indriani.
Menurut Efnie, ketika interaksi sosial dibatasi, seseorang memang bisa merasakan kesepian yang mana akhirnya dapat mempengaruhi kondisi mental.
"Stres utama yang dirasakan selama pandemi adalah kesepian. Mengapa? Karena bisa bersama dengan orang lain secara fisik dan mental, itu adalah basic need (kebutuhan dasar) manusia," ujar Efnie melalui pesan singkat ditulis Kamis, (27/1/2022).
"Saat semua dibatasi akan membuat orang merasa kesepian. Pada akhirnya akan muncul penurunan kondisi mental. Nah kesepian tadi memicu ketidaknyamanan dan stres," tambahnya.
Dampak pada Fisik dan Psikis
Efnie menjelaskan, saat seseorang berada pada fase stres, maka semua hal yang dialami juga bisa terasa berat. Terlebih, stres memang dapat membawa dampak bukan hanya pada psikis, namun juga fisik.
"Stres memang membawa dampak pada fisik dan psikis. Efek psikis biasanya muncul kecemasan, gelisah, insomnia, bahkan ekstremnya bisa sampai ke depresi," kata Efnie.
Sedangkan, efek fisik yang biasanya muncul berupa psikosomatis, yaitu kondisi yang membuat seseorang lebih mudah sakit kepala, peningkatan pada asam lambung, alergi kulit, dan hormon yang tidak stabil.
"Hormon stres (kortisol) bisa membawa dampak ke fisik," ujar Efnie.
Advertisement