Liputan6.com, Jakarta - Dr dr Anna Rozaliyani, M.Biomed, Sp.P(K) dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Cabang Jakarta memaparkan, jumlah komorbid pada pasien COVID-19 turut meningkatkan risiko kematian. Hal tersebut berdasarkan data yang dikumpulkan selama pandemi COVID-19 di Indonesia yang dimuat dalam Plos One.
"Apabila seseorang memiliki satu komorbid, maka risiko kematiannya 6,5 kali lipat. Tetapi apabila memiliki dua komorbid, risikonya meningkat menjadi 15 kali lipat untuk mengalami kematian karena terinfeksi COVID," tutur Anna dalam webinar "Kupas Tuntas Menghadang Omicron Agar Tetap Produktif Bersama Dokter Spesialis Paru Indonesia" yang diselenggarakan PDPI Cabang Jakarta dan Mustika Ratu, Sabtu, 19 Februari 2022.
Baca Juga
5 Cara Mengonsumsi Alpukat untuk Menurunkan Kolesterol dan Mendapatkan 3 Manfaat untuk Jantung Anda
5 Bintang yang Berpotensi Tinggalkan Liga Inggris di Januari 2025: Termasuk Jebolan Akademi Manchester United
Akhir Pekan Sabtu 21 Desember 2024: Jakarta Bebas dari Aturan Ganjil Genap, Semua Bebas Melintas
Risiko kematian melonjak hingga 29 kali lipat pada pasien COVID-19 yang memiliki 3 atau lebih komorbid dibandingkan pasien yang tidak memiliki penyakit penyerta.
Advertisement
Data tersebut menurut Anna menunjukkan fenomena gunung es di balik pandemi COVID-19. Karenanya, Anna mengatakan, penyakit penyerta atau komorbid harus diatasi.
"Pandemi memang menjadi masalah, tetapi di balik itu sebetulnya ada fenomena gunung es yang menjadi PR kita semua bahwa penyakit komorbid itu harus kita atasi."
Adapun jenis komorbid yang menimbulkan risiko kematian tertinggi pada pasien COVID-19 yaitu,
- Penyakit ginjal: risiko 13,7 kali lipat
- Penyakit jantung: risiko 9 kali lipat
- Diabetes Melitus: risiko 8,3 kali lipat
- Hipertensi: risiko 6 kali lipat
- Penyakit imun: risiko 6 kali lipat
- Kanker: isiko 5,9 kali lipat
- Penyakit hati: risiko 4,8 kali lipat
- Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK): risiko 4 kali lipat
- Gangguan Napas: risiko 3,5 kali lipat
- TBC: risiko 3,3 kali lipat
Â
Â
Â
Risiko Kematian Terkait Usia
Selain komorbid, usia juga turut berperan pada risiko kematian akibat COVID-19. Pada pasien usia 31-45 tahun, risiko kematian 2,4 kali lipat. Sedang usia 46-59 risiko meningkat menjadi 8,5 kali lipat.
Risiko kematian tertinggi berdasarkan usia yakni 19,5 kali lipat pada 60 tahun ke atas.
"Memang usia yang paling rentan untuk mengalami kematian itu adalah usia 60 tahun ke atas, atau kita katakan sebagai usia lansia, geriatri ya," ucap Anna.
Â
Â
Â
Advertisement
Antisipasi Lonjakan Kasus Omicron
Terkait kasus COVID-19 varian Omicron yang saat ini tengah mendominasi, PDPI telah memberikan pernyataan kewaspadaan sebagai langkah antisipasi lonjakan kasus. Pernyataan yang dirilis sejak Januari 2022 itu antara lain memuat enam poin berikut:
- Masyarakat yang layak divaksin segera menjalani vaksinasi COVID-19 lengkap (dua dosis) dan Booster di sentra pelayanan vaksinasi terdekat.
- Disiplin menjalankan protokol kesehatan (tidak boleh kendor, apa pun varian virus penyebabnya)
- Pemerintah agar memaksimalkan aktivitas 3T, target cakupan vaksinasi primer dan booster, serta memetakan/mempersiapkan tempat isolasi terpusat.
- Orang bergejala segera periksa ke FASYANKES terdekat, melakukan isolasi mandiri, memperketat dan tetap disiplin protokol kesehatan, mengonsumsi vitamin, mencukupi kebutuhan gizi, memperbanyak istirahat.
"Jangan menunda sampai gejalanya parah dan kita tidak bisa memberikan pertolongan awal," ujar Anna.
- Setiap individu diharapkan mampu menjadi AGEN EDUKASI tentang COVID-19 terkait varian Omicron, gejala dan keluhan, cara pencegahan, tata cara isolasi mandiri.
- Bila sudah terkonfirmasi PCR positif, jangan mempermasalahkan variannya Omicron/bukan, karena prinsip terapi sama dan tatalaksana isoman juga sama.Â
Â
Â