Liputan6.com, Jakarta Penyandang disabilitas umumnya mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari karena kondisi fisik, mental, intelektual, dan sensorik tertentu.
Hal ini membuat fisik mereka lebih sedikit bergerak ketimbang masyarakat lain yang non disabilitas atau disabilitas ringan.
Baca Juga
Di sisi lain, meskipun penyandang disabilitas lebih sering menggunakan layanan kesehatan, kualitas layanan yang mereka terima mungkin lebih rendah dibandingkan masyarakat umum. Khususnya yang berkaitan dengan perawatan pencegahan.
Advertisement
Melansir artikel ilmiah yang dipublikasi National Institute of Health (NIH), hubungan antara penerimaan layanan pencegahan dan disabilitas mungkin rumit. Tak heran, mereka kerap memiliki multimorbiditas alias hidup berdampingan setidaknya dengan dua kondisi penyakit kronis.
Penyandang disabilitas cenderung memiliki tingkat komorbiditas yang lebih tinggi, dan morbiditas telah dikaitkan dengan tindakan pencegahan seperti masuk rumah sakit yang tidak direncanakan, skrining kanker payudara, dan skrining kanker serviks.
“Kami menemukan interaksi antara tingkat disabilitas dan morbiditas untuk skrining kanker serviks, di mana perempuan dengan disabilitas berat cenderung lebih kecil untuk melakukan skrining dibandingkan perempuan dengan disabilitas ringan,” kata peneliti, Aisha K Lofters dalam studi berjudul Cholesterol Testing Among Men And Women With Disability: The Role of Morbidity yang terbit pada 2016, dikutip Senin (3/2/2025).
Kondisi Disabilitas Berkaitan dengan Tingkat Kesadaran untuk Skrining
Untuk skrining kanker payudara, Aisha mengamati hubungan terbalik berbentuk V antara skrining dan tingkat disabilitas.
Perempuan dengan disabilitas sedang memiliki tingkat skrining yang lebih tinggi dibandingkan perempuan tanpa disabilitas.
Sementara, perempuan dengan disabilitas berat memiliki peluang lebih rendah untuk diskrining dibandingkan dengan perempuan dengan disabilitas sedang.
Wanita dengan satu kondisi kronis memiliki peluang lebih tinggi untuk melakukan skrining dibandingkan wanita tanpa kondisi kronis. Namun, skrining kanker payudara dan serviks melibatkan pengujian berbasis prosedur dan terbatas pada wanita.
Advertisement
Disabilitas Intelektual dan Kolesterol
Penelitian lain menyebut, orang dewasa dengan disabilitas intelektual dan perkembangan lebih mungkin memiliki kolesterol tinggi dibandingkan populasi umum.
Hal ini diungkap dalam penelitian bertajuk Examining Association between Reported High Cholesterol and Risk Factors in Adults with Intellectual and Developmental Disabilities: A Five Year Follow-Up. Diterbitkan oleh American Association on Intellectual and Developmental Disabilities (AAIDD) pada 2021.
Hal ini disebabkan beberapa faktor, misalnya, dibandingkan dengan populasi umum, obesitas merupakan masalah yang jauh lebih besar di antara orang dewasa dengan disabilitas intelektual. Seperti diketahui, orang obesitas memiliki risiko lebih tinggi mengalami penyakit kolesterol.
Lemak tubuh yang berlebihan dapat menyebabkan tubuh memproduksi lebih banyak kolesterol jahat dan menurunkan kadar kolesterol baik. Ini berkaitan pula dengan peningkatan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Penyandang Disabilitas Lebih Berisiko Idap Diabetes
Penyandang disabilitas intelektual dan perkembangan juga mempunyai risiko lebih tinggi terkena diabetes yang disebabkan oleh obesitas, berkurangnya aktivitas fisik, tekanan darah tinggi, dan kekurangan nutrisi.
Tingkat prevalensi diabetes pada penyandang disabilitas intelektual dan perkembangan bervariasi. Penelitian menunjukkan tingkat kejadiannya antara 0,4 persen hingga 25 persen.
“Menurut de Winter dkk (2015), 12,5 persen lansia dengan disabilitas intelektual dan perkembangan menyandang diabetes dibandingkan dengan 9,1 persen orang pada populasi umum,” mengutip laman AAIDD, Sabtu (1/2/2025).
Dalam penelitian lain pada 2011, dilaporkan 18,5 persen penyandang disabilitas intelektual mengidap diabetes dibandingkan dengan 3,7 persen populasi umum.
Meskipun angkanya berbeda, penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa penyandang autisme dan Down syndrome memiliki prevalensi diabetes lebih besar dibandingkan populasi umum.
Advertisement