BRIN Pamerkan Ventilator dan Obat Terapi Kanker Hasil Riset Peneliti Dalam Negeri

Sejak Maret 2020 Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membuat ventilator dengan harapan dapat mengatasi minimnya jumlah ventilator di rumah sakit.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 21 Mar 2022, 21:30 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2022, 21:30 WIB
His family removes the ventilator to turn on the air conditioner, this Corona patient dies
Ilustrasi Ventilator (Sumber: indiatimes.com)

Liputan6.com, Jakarta Ventilator merupakan alat bantu pernapasan yang selama pandemi sangat dibutuhkan di banyak rumah sakit untuk membantu pasien COVID-19

Namun sebagian besar alat bantu pernapasan yang beredar di Indonesia selama ini merupakan produk impor. Kondisi ini semakin dipersulit dengan jumlah ventilator yang tersedia di berbagai rumah sakit sangatlah terbatas.

Atas dasar itulah, sejak Maret 2020 BRIN membuat ventilator dengan harapan dapat mengatasi minimnya jumlah ventilator di rumah sakit.

Peneliti Pusat Riset Elektronika, Dena Kurnianto Wibowo mengatakan pengerjaan ventilator ini dilakukan secara maraton, dan membutuhkan waktu tiga bulan untuk mendapatkan sertifikasi dari Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan.

“Dengan hanya tiga bulan, kami telah mendapatkan sertifikasi dari Balai Pengaman Fasilitas Kesehatan dan juga izin edar dari Kementerian Kesehatan,” kata Dena, melalui laman resmi BRIN, Senin (21/3/2022).

Kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT. LEN Industri menjadi kunci penyelesaian pembuatan ventilator menjadi cepat. Dengan kemampuan membuat ventilator di dalam negeri maka harga produknya mampu bersaing dengan produk luar negeri, bahkan jauh lebih murah ketimbang harga produk impor.

 

Obat Terapi Paliatif Kanker

Inovasi lainnya adalah Samarium 153 EDTMP sebagai obat terapi paliatif kanker. Terapi ini bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien kanker terutama yang telah bermetastasis ke tulang. 

“Dengan pemberian Samarium 153 EDTMP, rasa nyeri pasien dapat dikurangi dan dapat memperbaiki kualitas hidup para pasien kanker,” kata Peneliti Pusat Riset Teknologi Radioisotop Radiofarmaka dan Biodosimetri, Amal Rezka Putra.

Selama ini para pasien kanker diberikan morfin untuk mengurangi rasa nyerinya, namun cara ini menimbulkan efek negatif yakni menjadi ketagihan. Sedangkan dengan menggunakan Samarium 153 EDTMP, pasien hanya disuntik sekali dalam sebulan bahkan ada yang sampai dua bulan, dan tidak menimbulkan efek ketagihan.

Maka dari itu, tutur Amal, pemberian Samarium 153 EDTMP, pasien kanker tidak lagi merasakan nyeri sehingga dapat beraktivitas selayaknya orang normal. Produk ini telah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan pada tahun 2016.

Hingga saat ini jelas Amal, jumlah rumah sakit yang menggunakan Samarium 153 EDTMP sebanyak 15, dan yang sudah rutin menggunakan produk ini adalah RS. Dr. Karyadi Semarang.

 

Dua produk unggulan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di bidang kesehatan ini dipamerkan pada gelaran NTB INOVTEK EXPO 2022 di Kantor Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Nusa Tenggara Barat (NTB), yang berlangsung mulai 18 – 20 Maret 2022. 

Infografis Pertimbangan dan Kesiapan Indonesia Masuki Endemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Pertimbangan dan Kesiapan Indonesia Masuki Endemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya