CISDI: Tarif Cukai Minuman Berpemanis Terbaik adalah 20 Persen dari Harga Produk

Peneliti Universitas Indonesia dan pakar advokasi Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Abdillah Ahsan mengemukakan pentingnya implementasi kebijakan cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK).

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 01 Apr 2022, 16:00 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2022, 16:00 WIB
Minuman Berpemanis dalam Kemasan
Ilustrasi Minuman Berpemanis dalam Kemasan (Sumber: Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Universitas Indonesia dan pakar advokasi Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Abdillah Ahsan mengemukakan pentingnya implementasi kebijakan cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK).

Ia merekomendasikan pemerintah untuk segera menerapkan cukai MBDK pada semua produk tanpa kecuali dan serentak, meliputi semua minuman berpemanis dalam bentuk gula asli maupun tambahan pangan. Ia menambahkan, tarif cukai MBDK terbaik adalah 20 persen dari harga produk.

“Kami merekomendasikan pemerintah segera menerapkan tarif cukai terbaik adalah 20 persen dari harga produk MBDK dan diterapkan secara multi-layer berdasarkan kandungan pemanisnya,” kata Abdillah dalam konferensi pers, Kamis (31/3/2022).

Simak Video Berikut Ini

Konsumsi MBDK Meningkat

Rekomendasi penerapan cukai MBDK ini berakar dari meningkatnya konsumsi produk MBDK di Indonesia sebanyak 15 kali lipat dalam kurun waktu dua dekade terakhir.

Tingginya konsumsi MBDK berkontribusi pada naiknya angka risiko obesitas dan Penyakit Tidak Menular (PTM), seperti diabetes, kerusakan liver dan ginjal, penyakit jantung, serta beberapa jenis kanker.

Jika tidak ditangani serius, ini akan menyebabkan beban kesakitan dan kematian akibat PTM di masa depan semakin meningkat.

Dalam acara yang sama, Plt. Manajer Riset CISDI Gita Kusnadi menyebut bahwa saat ini tujuh dari sepuluh penyebab kematian di Indonesia disebabkan karena PTM, dengan diabetes menempati posisi ketiga.

“Diabetes saat ini sudah diderita oleh 19,5 juta penduduk Indonesia, dan diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 28,5 juta penderita pada tahun 2045. Karena itu, laju kenaikan prevalensinya perlu segera ditekan, salah satu caranya melalui implementasi cukai MBDK,” jelas Gita.

Edukasi Saja Tidak Cukup

Gita juga menekankan bahwa upaya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait bahaya konsumsi gula berlebihan saja tidak cukup.

“Perubahan perilaku di masyarakat tidak bisa dicapai melalui usaha promotif saja, diperlukan kebijakan dan intervensi lain yang lebih kuat untuk melengkapi upaya tersebut,” tambahnya.

Kesimpulan yang sama dengan Gita, dikemukakan Diah Satyani Saminarsih, Penasihat Senior bidang Gender dan Pemuda untuk Dirjen WHO dan Pendiri CISDI.

Menurut Diah, kebijakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat perlu harmonis dengan dukungan kebijakan non-kesehatan.

“Komitmen mengurangi beban kesehatan akibat penyakit tidak menular, seperti obesitas dan diabetes, juga harus didukung kebijakan mengendalikan faktor risiko, seperti konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL). Oleh karena itu, penerapan cukai MBDK bukan hanya pilihan yang tepat, tapi juga sangat dianjurkan WHO,” pungkas Diah.

Infografis 4 Tips Penderita Diabetes Hindari Penularan COVID-19

Infografis 4 Tips Penderita Diabetes Hindari Penularan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 4 Tips Penderita Diabetes Hindari Penularan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya