Liputan6.com, Jakarta Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengatakan kasus cacar monyet (monkeypox) di negara non-endemik terus bertambah. Per Minggu, 5 Juni 2022 ada 780 kasus terkonfirmasi cacar monyet di 27 negara non-endemik.
WHO memprediksi bahwa mungkin saja kasus cacar monyet jumlahnya lebih dari itu mengingat keterbatasan informasi epidemiologis dan laboratorium yang terbatas di beberapa negara.
Baca Juga
"Sangat mungkin negara lain mengidentifikasi kasus dan ada penyebaran virus tersebut lebih lanjut," kata WHO.
Advertisement
Dari ratusan pasien cacar monyet, WHO mengungkapkan bahwa memang ada sebagian yang menjalani perawatan di rumah sakit. Sementara itu, sebagian besar menjalani isolasi seperti mengutip Channel News Asia, Senin (6/6/2022).
Dari 27 negara ada lima negara non-endemik yang melaporkan kasus terbanyak, yakni:
- Inggris 207 kasus
- Spanyol 156 kasus
- Portugal 138 kasus
- Kanada 58 kasus
- Jerman 57 kasus
Beberapa negara lain juga mengonfirmasi temuan kasus cacar monyet seperti di Argentina, Marokok, Uni Emirat Arab, dan Australia.
Disebut
Ketika ada satu kasus cacar monyet hadir di negara endemik, WHO, menyebut itu sebagai outrbeak atau wabah.
Terlebih dalam kasus yang terjadi pada Mei 2022 ini beberapa negara melaporkan bahwa warganya yang terkonfirmasi cacar monyet itu melakukan kontak dengan orang yang terkonfirmasi sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa ada rantai penularan virus yang tak terdeteksi.
Memang bila terpapar cacar monyet bisa sembuh sendiri tapi yang digarisbawahi adalah kesehatan manusia di negara non-endemik jadi berisiko.
"Meskipun risiko saat ini terhadap kesehatan manusia dan masyarakat umum rendah, risiko kesehatan masyarakat dapat menjadi tinggi jika virus ini memanfaatkan peluang untuk menempatkan dirinya di negara-negara non-endemik sebagai patogen manusia yang tersebar luas," tulis WHO.
Badan ini pun menilai risiko penyakit ini di tingkat global adalah moderat. Hal ini karena untuk pertama kalinya banyak kasus dilaporkan di waktu berdekataan di negara non-endemik.
Advertisement
Menkes Budi Pastikan Cacar Monyet Tidak Ada di RI
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa kasus cacar monyet belum terdeteksi di Indonesia.
"Monkeypox belum terlihat tapi kita monitor terus," kata Budi di Jakarta pada Jumat, 3 Juni 2022 di sela-sela acara Kick Off Gerakan Kesehatan Lansia.
Budi juga mengatakan bahwa sudah menjalin komunikasi dengan Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) untuk memantau perkembangan cacar monyet di dunia.
"Sehingga kita bisa lihat sebarannya tapi kalau di Indonesia belum (masuk)," kata Budi.
Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan bahwa kemungkinan cacar monyet masuk ke Indonesia jelas ada.
"Potensi penyebaran cacar monyet atau monkeypox ini jelas ada, jelas bisa masuk ke wilayah Indonesia. Karena, era global saat ini memungkinkan manusia untuk terbang dari satu negara ke negara lain dengan cepat,” ujar Dicky.
Ia menambahkan, situasi pelonggaran saat ini juga menjadi waktu yang rawan untuk virus seperti penyebab cacar monyet masuk ke berbagai negara termasuk Indonesia.
Meski begitu, cacar monyet belum sebanding dengan COVID-19. Dari sisi kecepatan penularan, monkeypox di bawah COVID. Namun, monkeypox tidak bisa dianggap remeh karena ini adalah “sepupu” dari penyakit virus yang sempat menjadi pandemi besar penyebab kematian ratusan juta orang yang disebut smallpox atau variola.
“Jadi ya enggak bisa dan enggak boleh dianggap remeh.”
Seputar Cacar Monyet
Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril mengatakan cacar monyet menular melalui kontak erat dengan hewan atau manusia yang terinfeksi atau benda yang terkontaminasi virus.
“Penularan dapat melalui darah, air liur, cairan tubuh, Lesi kulit atau cairan pada cacar, kemudian droplet pernapasan,” katanya saat konferensi pers Perkembangan Kasus Hepatitis Akut dan Cacar Monyet di Indonesia di Jakarta pada Selasa, 24 Mei 2022.
Masa inkubasi cacar monyet biasanya 6 sampai 16 hari, tetapi dapat mencapai 5 sampai 21 hari. Fase awal gejala yang terjadi pada 1 sampai 3 hari, yaitu demam tinggi, sakit kepala hebat, limfadenopati atau pembengkakan kelenjar getah bening, nyeri punggung, nyeri otot, dan lemas.
Pada fase erupsi atau fase paling infeksius terjadinya ruam atau lesi pada kulit biasanya dimulai dari wajah, kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya. Secara bertahap, muncul bintik merah seperti cacar makulopapula, lepuh berisi cairan bening (blister), lepuh berisi nanah (pustule). Selanjutnya, mengeras atau keropeng lalu rontok.
Advertisement