Liputan6.com, Jakarta Kusta adalah penyakit yang menyerang kulit dan saraf dengan masa pengobatan enam hingga 12 bulan. Masa pengobatan kusta yang lama acap kali membuat pasiennya malas dan mangkir minum obat.
Padahal, jika konsumsi obat terlewat atau disetop begitu saja, maka pengobatan kusta perlu diulangi dari awal. Jika tidak diobati, penyakit ini dapat berujung pada disabilitas.
Baca Juga
Maka dari itu, dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat menjadi hal penting untuk tercapainya keberhasilan pengobatan pasien kusta.
Advertisement
Seperti dikisahkan oleh Ikwanto, pemuda asal Indramayu yang pernah mengalami kusta dan kini dinyatakan sembuh atau disebut pula Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK).
Di pertengahan 2017, pemuda asal Desa Juntinyuat ini menemukan bercak putih di lengan kirinya. Seiring berjalannya waktu, bercak tersebut semakin membesar.
"Bercaknya kayak panu tapi enggak berasa. Bercaknya membesar dan memerah, jadi saya periksa ke dokter terus kata dokter disuruh segera ke puskesmas karena ciri-cirinya seperti kusta. Ketika ke puskesmas ternyata benar saya kena kusta,” ujar Ikwanto kepada Health Liputan6.com ketika ditemui di Desa Segeran, Indramayu bersama Yayasan NLR Indonesia, Rabu 6 Juli lalu.
Diagnosa penyakit kusta membuat Ikwanto terpukul dan sempat kehilangan semangat hidup. Saat itu, ia belum mengetahui betul apa itu kusta dan bagaimana mengobatinya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sempat Stres
Pulang dari puskesmas, pria yang kena kusta saat usia 29 ini mengaku sempat stres dan mengurung diri di kamar.
“Saya baca-baca tentang kusta, stres sih, stres karena penyakit kusta kan kata orang-orang menjijikkan dan bisa menular. Saya murung, enggak tahu masa depan saya bagaimana, enggak mau keluar sama sekali.”
Meski begitu, pengobatan tetap dijalankan. Awalnya, ia mengonsumsi 6 pil sehari dan sebulan kemudian timbul reaksi obat.
“Yang awalnya hanya satu bercak jadi timbul bercak-bercak lain. Selain bercak, kaki juga sempat mati rasa.”
Pengobatan terus dilakukan karena ia sudah mengetahui bahwa penyakitnya bisa diobati dan pengobatan itu penting. Selain pengetahuan yang bertambah, semangat menjalani pengobatan juga timbul karena adanya dukungan dari sang kekasih, Liyah.
“Setelah saya baca-baca ternyata kusta itu bisa diobati dan disembuhkan, jadi saya semangat, terutama ada dukungan dari pacar waktu itu. Dia ngasih support harus minum obat jadi saya semangat lagi.”
Advertisement
Selalu Menyemangati
Menurutnya, dukungan orang terdekat memang sangat penting. Baik dari keluarga sendiri maupun dari orang terdekat seperti kekasih dan teman-teman.
Liyah yang kala itu masih menjadi kekasih Ikwanto ikut angkat bicara. Menurutnya, saat diagnosa ditegakkan, ia pun tidak banyak tahu soal kusta.
Namun, hal yang selalu ia lakukan adalah menyemangati dan selalu mengingatkan Ikwanto untuk tetap menjalani pengobatan dengan konsisten.
“Ya setiap hari teleponan, chat, video call-an, setiap hari ngasih semangat untuk minum obat, jangan sampai telat.”
“Sebelum kena penyakit, Aa (panggilan Ikwanto) suka main ke rumah saya seminggu dua kali. Pas sudah kena penyakit itu enggak pernah main sama sekali,” kata Liyah dalam kesempatan yang sama.
Selama pengobatan berlangsung, fisik Ikwanto berubah drastis. Ia menjadi lebih kurus dan kulitnya menghitam akibat reaksi obat. Di saat seperti itu, bukannya meninggalkan, Liyah malah semakin intens berkomunikasi dengan Ikwanto melalui telepon.
“Awalnya sih saya ragu tentang penyakit ini, tapi semakin lama saya semakin yakin bahwa penyakitnya bisa diobati,” ujar wanita berhijab itu.
Hingga Pelaminan
Melihat fisik Ikwanto yang berubah drastis, Liyah tak sedikit pun gentar dan berniat meninggalkannya.
“Enggak sih, enggak berkurang (cintanya), tetap memberi semangat untuk Aa.”
Bahkan, menyadari tubuhnya sudah tak seperti sedia kala, Ikwanto lah yang meminta Liyah untuk meninggalkannya.
“Malahan saya yang minta untuk ninggalin. Saya sendiri yang minder,” ujar Ikwanto.
Namun, Liyah memilih untuk tetap menemani. Pasalnya, kekasihnya itu memiliki sifat yang baik dan tidak merokok.
“Aa itu baik, tidak merokok, tidak minum minuman keras, dan tidak suka nongkrong-nongkrong jadi saya suka sama aa. Ya saya bilang ‘aku enggak mau (meninggalkan) aku tetap sama kamu. ”
Melihat kesungguhan Liyah yang ingin bertahan, Ikwanto pun mendapat semangat baru untuk melanjutkan pengobatan. Pada 2018, keduanya memutuskan untuk menikah dan resmi menjadi suami istri.
Saat acara pernikahan, keadaan Ikwanto masih terdampak efek obat. Tak sedikit orang yang mengira ia adalah pria tua. Bahkan, keluarga Liyah sempat tak setuju, tapi setelah diberi pengertian, mereka pun paham.
Empat bulan kemudian, pengobatan kusta selesai. Dan kondisi fisik Ikwanto berangsur-angsur kembali seperti semula. Saat ditemui pada 6 Juli 2022, ia tampak segar dan seperti pria pada umumnya, tanpa ada bekas-bekas kusta yang terlihat mencolok.
Advertisement