Menkes Sebut Bakal Datang 16 Vial Fomepizole untuk Pasien Gagal Ginjal Akut

Gangguan ginjal akut atau acute kidney injury (AKI) yang menyerang anak kini tengah diupayakan untuk dapat diobati dengan penawar intoksikasi bernama Fomepizole.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 25 Okt 2022, 10:12 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2022, 10:10 WIB
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin soal Fomepizole (24/10/2022). Foto: tangkapan layar Youtube Sekretariat Presiden.

Liputan6.com, Jakarta Gangguan ginjal akut atau acute kidney injury (AKI) yang menyerang anak kini tengah diupayakan untuk dapat diatasi dengan penawar intoksikasi dari kandungan etilen glikol (EG) bernama Fomepizole.

Menurut Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, setelah diskusi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pihak Gambia yang juga mengalami kasus serupa, maka ditemukan Fomepizole.

Sejauh ini, Indonesia sudah menerima 20 vial Fomepizole dari Singapura dan tengah menunggu 16 vial dari Australia.

“Kita sedang proses untuk beli dari Amerika, mereka punya stok tidak terlalu banyak di sana. Kita juga sekarang sedang dalam proses untuk beli dari Jepang, mereka ada stoknya sekitar 2.000-an,” ujar Budi dalam konferensi pers Senin (24/10/2022).

Ia menambahkan, Fomepizole yang sudah ada di Indonesia telah dicobakan pada pasien. Hasilnya, pasien-pasien tersebut membaik.

Pasien gangguan ginjal akut umumnya tidak dapat buang air kecil. Namun, setelah diberi obat tersebut, mereka mulai bisa mengeluarkan urine sedikit demi sedikit dan ada pula yang sudah banyak. Selain itu, pasien yang tadinya tak sadar, kini mulai sadar setelah diberi obat.

“Dari 10 pasien yang diberikan obat ini, 7 sudah pulih kembali. Sehingga kita bisa simpulkan bahwa obat ini memberikan dampak positif dan kita akan percepat kedatangannya di Indonesia,” kata Budi.

Fomepizole termasuk jenis antidotum atau antidot (antidote) yang berfungsi sebagai obat penawar untuk mengatasi keracunan.

Rp16 Juta per Vial

Dalam konferensi pers pada Jumat 21 Oktober, Budi mengatakan bahwa pihaknya merencanakan untuk mendatangkan 200 vial Fomepizole. Terkait harganya, satu vial Fomepizole adalah Rp16 juta. Artinya, 200 vial yang dipesan akan memakan biaya Rp3,2 miliar.

"Satu vial itu harganya Rp16 juta, kami yang cover (tanggung) dan untuk sementara ini diberikan gratis (kepada pasien gangguan ginjal akut)," tutur Budi.

"Dengan adanya obat ini, misalnya kalau sudah terlanjur mengonsumsi obat yang mengandung senyawa berbahaya, kita setidaknya sudah tahu harus melakukan apa."

Ia berharap kedatangan Fomepizole dalam jumlah besar dapat membantu mengobati pasien gagal ginjal akut anak, sehingga angka kematian menurun.

"Sekarang Pemerintah Indonesia sedang mendatangkan lebih banyak lagi (Fomepizole) supaya pasien-pasiennya yang ada sekarang bisa diobati. Karena kita sudah tahu penyebabnya apa dan itu bisa diobati," lanjut Menkes Budi Gunadi.

"Mudah-mudahan nanti bisa menurunkan fatality rate (angka kematian) yang mencapai 50 persen. Jadi, selain kita cegah sumber penyakitnya, kita juga melakukan terapi dari sisi obat-obatannya."

Keunggulan Fomepizole

Fomepizole yang berfungsi meredam berbagai kasus keracunan terkait ginjal ini diberikan dengan cara injeksi atau suntikan. Fomepizole juga digunakan bersamaan dengan prosedur cuci darah (hemodialisis) untuk mengeluarkan racun dari tubuh.

Fomepizole bekerja dengan menghambat alkohol dehidrogenase, enzim dalam tubuh yang dapat memetabolisme etilen glikol dan metanol sehingga menjadi bentuk yang beracun.

Seperti disampaikan Budi, gangguan ginjal akut yang tengah terjadi diduga akibat senyawa kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang terkandung dalam obat sirup anak. Kandungan ini merupakan cemaran dari agen pembantu pelarut obat seperti propilen glikol. Etilen glikol memang bersifat toksik dan jika ada dalam obat maka tak boleh melebihi ambang batas.

Keunggulan obat Fomepizole juga menjadi penangkal racun (antidotum) pada keracunan etilen glikol dan metanol. Fomepizole akan diberikan di klinik atau rumah sakit melalui injeksi pada pembuluh darah vena (intravena).

Soal EG dan DEG

Terkait EG dan DEG, Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Zullies Ikawati memberi penjelasan.

Menurutnya, beberapa waktu lalu parasetamol menjadi obat yang disalahkan dalam kasus gangguan ginjal akut. Padahal, masalahnya bukan pada parasetamolnya. Obat ini sudah digunakan sejak lama dan terbukti aman.

“Masalahnya adalah pada bahan tambahannya. Kita ambil contoh pada parasetamol, ini adalah obat yang sukar larut dalam air. Obat ini bisa dibuat dalam bentuk tablet dengan mudah tanpa masalah. Namun, anak-anak biasanya enggan menelan tablet sehingga dibuat dalam bentuk sirup,” kata Zullies dalam live Instagram Sabtu (22/10/2022).

Namun, lanjutnya, mengingat parasetamol adalah obat yang sulit larut dalam air maka pembuatan dalam bentuk sirup tak bisa hanya menggunakan air.

“Dibutuhkan kosolven atau agen pembantu pelarutan, ini bukan pelarut, pelarutnya tetap air tapi dia ditambahkan untuk membantu pelarutan. Misalnya kemasan botol kecil obat ada 60ml maka kosolvennya 5 atau 10ml.”

Salah satu contoh agen pelarut yang sering digunakan untuk membantu pelarutan obat adalah propilen glikol.

“Bahan ini enggak bisa pure atau murni karena dalam proses pembuatan selalu ada cemaran, jadi EG dan DEG ini adalah sisa-sisa dalam proses pembuatan. Adanya kandungan EG dan DEG ini wajar jika dalam batas tertentu.”

Propilen glikol sebagai bahan baku masih boleh memiliki cemaran seperti EG dan DEG asalkan masih dalam ambang batas wajar yakni 0,1 persen. Jika melewati batas ini, maka bahan baku tersebut tidak memenuhi syarat dan tak bisa diformulasi.

 

Infografis Gejala Gagal Ginjal Akut Misterius, Penyebab Kematian & Antisipasi
Infografis Gejala Gagal Ginjal Akut Misterius, Penyebab Kematian & Antisipasi (Liputan6/com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya