Liputan6.com, Jakarta Pelonggaran demi pelonggaran terkait COVID-19 masih terus diberikan oleh pemerintah. Salah satu yang paling baru adalah pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Di samping itu, varian baru COVID-19 sebenarnya masih bermunculan di Indonesia. Seperti varian Omicron BA.2.75 dan Omicron BF.7, yang mana telah menyebabkan terjadinya lonjakan kasus di beberapa negara lainnya.
Baca Juga
Lantas, kenapa pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) masih tak harus menunjukkan hasil tes COVID-19 saat sampai ke Indonesia? Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Mohammad Syahril pun membeberkan alasannya.
Advertisement
Syahril mengungkapkan bahwa varian seperti Omicron BA.2.75 dan Omicron BF.7 sebenarnya juga telah terdeteksi di Indonesia. Namun hingga saat ini, kondisi masih baik-baik saja dan tidak terjadi peningkatan kasus yang signifikan.
"Omicron BA.2.75 dan BF.7 itu sudah ada di Indonesia. Tapi, baik-baik saja. Artinya, tidak terjadi lonjakan yang signifikan. Kedua, tidak menyebabkan hospitalisasi maupun kematian," ujar Syahril dalam acara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ditulis Selasa, (3/1/2023).
"Nah dengan dasar itu, apalagi herd immunity kita sampai 98,5 (persen), maka kita tidak memberlakukan (aturan tes COVID-19) secara khusus seperti dulu lagi," tambahnya.
Syahril menjelaskan, yang berlaku saat ini hanyalah aturan yang tertera dalam keputusan Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 yakni menunjukkan bukti vaksinasi.
"Kita tetap memberikan persyaratan sebagaimana didalam keputusan satgas bagaimana PPLN itu diberlakukan khususnya untuk vaksinasi. Jadi kita tidak perlu lagi dia harus negatif, untuk saat ini lho ya," kata Syahril.
Hasil Serosurvey Antibodi Warga RI
Dalam kesempatan yang sama, Syahril mengungkapkan bahwa faktor herd immunity tadi itulah yang juga menjadi salah satu faktor penyebab pencabutan PPKM di Indonesia.
Syahril menjelaskan, parameter pencabutan PPKM yang pertama berkaitan dengan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia yang saat ini terus berada dibawah seribu setiap harinya.
"Jumlah kasus sudah dibawah seribu, bahkan 10 bulan ini tidak ada lonjakan-lonjakan yang sangat signifikan," kata Syahril.
Kedua, angka hospitalisasi rendah. Ketiga, angka kematian yang juga terbilang rendah. Serta keempat, antibodi masyarakat Indonesia melalui serosurvey sudah mencapai 98,5 persen. Dalam artian, herd immunity telah terbentuk.
"Terakhir yang membanggakan kita adalah antibodi kita melalui serosurvey sudah 98,5 persen. Menunjukkan bahwasanya bangsa kita mempunyai kekebalan baik itu yang melalui infeksi, maupun vaksinasi. Sudah sangat membanggakan dan ini bagian dari PPKM dicabut oleh Bapak Presiden," kata Syahril.
Advertisement
Pandemi COVID-19 Masih Berlangsung
Lebih lanjut Syahril menegaskan bahwa meskipun status PPKM telah dicabut, Indonesia masih ada dalam suasana pandemi COVID-19. Artinya, Indonesia belum lepas dari pandemi sepenuhnya.
"PPKM sudah dicabut, tapi kita masih dalam suasana pandemi. WHO (World Health Organization) mengatakan pandemi ini belum berakhir, baru tanda-tandanya saja lho berakhir kelihatan," ujar Syahril.
"Untuk itu kita tetap waspada, waspada, dan waspada. Artinya apa? Suatu saat pandemi ini bisa terjadi subvarian baru yang bisa men-trigger kenaikan lonjakan kasus," tegasnya.
Syahril menambahkan, pihak Kemenkes dan jajarannya sudah mulai menyiapkan infrastruktur, SDM, alat-alat, dan obat jikalau nantinya terjadi kenaikan kasus lagi.
"Tapi mudah-mudahan tidak (terjadi lonjakan kasus) ya," kata Syahril.
Kedaruratan Akibat COVID-19 Masih Mungkin Terjadi
Syahril mengungkapkan bahwa pencabutan status PPKM sendiri bukan berarti mencabut kedaruratan kesehatan. Mengingat ada tahapan yang berbeda untuk mencabut kedaruratan.
"Pencabutan PPKM harus ditandai, (karena) bukan mencabut kedaruratan kesehatan. Itu tahapannya berbeda, yang dicabut PPKM ini pembatasannya saja. Contoh, kita tidak perlu lagi ada WFH, pembatasan ke mal, dan sebagainya," ujar Syahril.
Dengan dicabutnya pembatasan tersebut, bukan berarti pula tidak ada upaya yang perlu dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat masih perlu melengkapi vaksinasi maupun taat pada aturan yang berkaitan dengan vaksinasi.
"Kita hanya mengatur satu saja bahwasanya kalau kita masuk ke suatu kerumunan, di bagian transportasi publik, dan sebagainya harus vaksinasi. Itu bagian dari upaya karena kita masih pandemi," kata Syahril.
Advertisement