Cabut Status Kedaruratan COVID-19, WHO Tegaskan Tak Berarti Risiko Corona Berhenti Mengintai

WHO menegaskan bahwasanya COVID-19 memang telah melewati fase krisis. Namun, penyakitnya akan tetap ada dan tidak akan pergi dalam waktu dekat.

oleh Diviya Agatha diperbarui 06 Mei 2023, 13:19 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2023, 13:00 WIB
Tedros Adhanom Ghebreyesus (tengah), direktur jenderal Organisasi Kesehatan Dunia, berbicara pada konferensi pers tentang pembaruan COVID-19, di kantor pusat WHO di Jenewa, Swiss.
Tedros Adhanom Ghebreyesus (tengah), Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), berbicara pada konferensi pers tentang pencabutan status kedaruratan COVID-19, di kantor pusat WHO di Jenewa, Swiss. (Salvatore Di Nolfi/Keystone via AP)

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah secara resmi mencabut status COVID-19 sebagai Darurat Kesehatan Global atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) per Jumat, 5 Mei 2023.

Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan bahwa pencabutan status Kedaruratan Kesehatan Global tersebut dibuat atas rekomendasi COVID-19 Emergency Committee usai melakukan pertemuan ke 15 kalinya.

"Emergency Committee bertemu untuk ke-15 kalinya dan merekomendasikan pada saya agar saya menyatakan berakhirnya Darurat Kesehatan Global," ujar Tedros dalam konferensi pers di Jenewa pada Jumat, 5 Mei 2023.

"Oleh karena itu, dengan harapan besar, saya menyatakan COVID-19 telah berakhir sebagai Darurat Kesehatan Global. Namun, bukan berarti COVID-19 berakhir sebagai ancaman kesehatan global," tegas Tedros melengkapi pernyataan.

COVID-19 Tetap Ada, Hanya Fase Darurat yang Berakhir

Pemimpin teknis WHO, Dr Maria Van Kerkhove yang turut hadir ikut menegaskan bahwasanya COVID-19 memang telah melewati fase krisis. Namun, penyakitnya akan tetap ada dan tidak akan pergi dalam waktu dekat.

"Fase darurat krisis COVID-19 yang kita hadapi selama tiga tahun setengah telah berakhir. Tapi COVID-19 masih di sini dan kita harus belajar mengelola ini dengan lebih baik," kata Maria.

Maria menggambarkan pandemi COVID-19 layaknya gempa bumi. Sebab, meski situasi daruratnya telah berhenti, dunia masih dihadapkan dengan banyak dampak dari COVID-19.

Banyak orang telah meninggal dunia, dihadapkan dengan stres dan tanggung jawab yang besar. Serta, dunia masih dihadapkan dengan efek dari tiga tahun belakangan menghadapi pandemi.

Masih Ada yang Terinfeksi dan Meninggal Hingga Kini

Maria van Kerkhove WHO
Maria van Kerkhove (kanan), pemimpin teknis untuk Program Kedaruratan Kesehatan WHO menegaskan bahwa masih ada yang terinfeksi dan meninggal akibat COVID-19 hingga kini. (Xinhua/Chen Junxia)

Lebih lanjut Maria mengungkapkan bahwa setiap minggunya masih ada orang yang meninggal dunia. Masih ada pula ratusan orang yang dirawat di rumah sakit dan masih terinfeksi COVID-19.

"Jadi, jangan sampai kita mengalihkan pandangan kita dari itu. Meskipun kita sedang tidak dalam mode krisis, kita tidak boleh lengah. Kita akan hidup dengan virus ini kedepannya," ujar Maria.

Menurut Maria, secara epidemiologis, virus COVID-19 akan terus menyebabkan gelombang kasus baru. Bukan sekadar pandemi dimulai atau usai. Hanya saja, diharapkan dunia bisa lebih siap dalam menghadapinya kedepan.

"Yang kami harapkan adalah kami memiliki cara untuk memastikan bahwa gelombang di masa depan tidak mengakibatkan penyakit yang lebih parah, tidak mengakibatkan gelombang kematian dan kami dapat melakukannya dengan cara-cara yang kami miliki," kata Maria.

"Kami hanya perlu memastikan bahwa kami dapat melacak virus, karena itu akan terus berkembang," sambungnya.

Ancaman Kesehatan COVID-19 Masih Ada

COVID-19
WHO sebut ancaman yang ditimbulkan akibat COVID-19 masih terus ada. | unsplash.com/@adamsky1973

Pendapat selaras disampaikan oleh direktur eksekutif Program Darurat Kesehatan WHO, Dr Mike Ryan. Menurut Mike, ancaman kesehatan masyarakat masih ada.

"Masih ada ancaman kesehatan masyarakat di luar sana, dan kita semua melihat bahwa setiap hari dalam hal evolusi virus ini, dalam hal keberadaannya secara global, evolusinya yang berkelanjutan, dan kerentanan yang berkelanjutan di komunitas kita, baik kerentanan masyarakat, kerentanan usia, kerentanan perlindungan, dan banyak hal lainnya," ujar Mike.

Bahkan, menurut Mike, jika dilihat dari sejarah, pandemi sebenarnya benar-benar berakhir ketika pandemi berikutnya justru dimulai.

"Dalam kebanyakan kasus, pandemi benar-benar berakhir ketika pandemi berikutnya dimulai. Saya tahu itu pemikiran yang buruk, tetapi itu adalah sejarah pandemi," kata Mike.

Virus COVID-19 Masih Ada, Membunuh, dan Berubah

FOTO: Perjuangan Paramedis Merawat Pasien COVID-19 di RSUD Kota Bogor
Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros mengungkapkan bahwa virus COVID-19 masih ada, masih membunuh, dan masih terus berubah. Sehingga, ia pun berharap agar pencabutan PHEIC tak membuat dunia lengah. (merdeka.com/Arie Basuki)

Pada kesempatan yang sama, Tedros mengungkapkan bahwa minggu lalu pun sebelum WHO mencabut status Darurat Kesehatan Global, masih ada yang meninggal karena COVID-19.

"Saat kita berbicara ini, ribuan orang di seluruh dunia masih berjuang untuk hidup mereka di unit perawatan intensif, dan jutaan lainnya terus hidup dengan efek melemahkan dari kondisi pasca-COVID-19," kata Tedros.

"Virus ini ada di sini untuk tinggal. Itu masih membunuh, dan masih berubah. Risiko tetap munculnya varian baru yang menyebabkan lonjakan baru dalam kasus dan kematian," tegasnya lagi.

Tedros pun berharap agar pengumuman soal pencabutan status Darurat Kesehatan Global terkait COVID-19 tak dijadikan senjata untuk masyarakat menjadi lengah.

Infografis Indonesia Tidak Lagi Darurat Pandemi tapi Tidak Terburu-buru Endemi Covid-19
Infografis Indonesia Tidak Lagi Darurat Pandemi tapi Tidak Terburu-buru Endemi Covid-19 (Liputan6.com/Trie Yas)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya