Liputan6.com, Jakarta - Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Tjandra Yoga Aditama, memberi tanggapan soal aksi damai yang dilakukan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan organisasi profesi kesehatan lain.
IDI, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) pada Senin 8 Mei 2023 melakukan aksi damai guna menolak RUU Kesehatan.
Baca Juga
Demo menolak RUU Kesehatan Omnibus Law dilakukan di depan gedung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) sekira pukul 12.30 WIB.
Advertisement
Menurut Tjandra, aksi damai yang dilakukan IDI dan organisasi profesi kesehatan lain adalah tindakan yang tepat.
"Tentu saja aksi damai semua tenaga kesehatan kemarin adalah hal yang amat tepat dan perlu dilakukan," ujar Tjandra kepada Health Liputan6.com melalui pesan teks, Selasa (9/5/2023).
Tiga Komentar Tjandra Soal Aksi Damai Menolak RUU Kesehatan
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI ini pun memberi tiga komentar yakni:
- Aksi damai kemarin dilaksanakan oleh lima organisasi profesi yang sudah puluhan tahun berdiri dan menaungi semua jenis tenaga kesehatan, yaitu dilaksanakan bersama oleh IDI, PDGI, PPNI, IBI dan IAI.
- Dampak yang akan dirasakan tentang RUU dan diperjuangkan pada aksi damai kemarin adalah pada derajat kesehatan masyarakat Indonesia.
- Yang diperjuangkan adalah agar semua tenaga kesehatan dapat melakukan darma baktinya dengan baik.
5 Poin Pendukung agar Nakes Bisa Laksanakan Darma Bakti yang Baik
Tjandra menambahkan, perjuangan tenaga kesehatan agar dapat melaksanakan darma bakti yang baik bisa dilakukan melalui lima hal yakni:
- Sistem pendidikan yang baik dan mutunya terjamin
- Sistem registrasi yang tepat sesuai kaidah umum yang ada
- Sistem jaga mutu yang baik yang berkelanjutan
- Keamanan menjalankan profesi sehari-hari demi kesehatan bangsa
- Melakukan kegiatan dalam organisasi profesi yang terjamin, dan lain-lain.
Advertisement
Alasan IDI dan OP Lain Tolak RUU Kesehatan
Sebelumnya, Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Beni Satria merinci alasan penolakan RUU Kesehatan.
Menurutnya, proses pembentukan RUU ini menimbulkan tanda tanya di kalangan IDI dan organisasi profesi lain. Pihak IDI mempertanyakan, apa draf ini inisiasi pemerintah atau DPR.
"Kemudian di bulan Februari ada dari baleg bahwa ini adalah inisiatif DPR. Nah, kemudian kami mempelajari draf itu," ujar Beni saat aksi demo di depan gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta, Senin 8 Mei 2023.
Setelah mempelajari draf tersebut, pihak Beni menemukan beberapa poin mengapa RUU Kesehatan ini harus ditolak. Poin-poin ini adalah:
- Draf yang IDI pelajari dan kaji terkait pelayanan kesehatan justru menghilangkan unsur-unsur lex specialis di dalam Undang-Undang Profesi.
- Dalam draf ada penghapusan anggaran yang sudah ditetapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Jadi, pemerintah mengusulkan agar anggaran yang ditetapkan sebesar 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu dihapuskan.
"Itu tentu kami tolak, kenapa? Karena masyarakat pasti terabaikan di sini. Alokasi 10 persen saja tidak terserap secara maksimal, apalagi kalau itu dihapuskan. Ini menjadi persoalan khusus," kata Beni.
- Seluruh undang-undang yang mengatur dokter, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan, rumah sakit dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pencabutan ini dinilai mengganggu perlindungan dan hak masyarakat.
Menghapus Unsur Organisasi Profesi hingga Legalisasi Tembakau
Poin selanjutnya yang membuat IDI menolak RUU Kesehatan adalah:
- Pemerintah menghapuskan satu-satunya unsur organisasi profesi. Padahal, Beni menilai organisasi profesi bisa memberi perlindungan pada masyarakat dan sudah diatur dalam undang-undang.
“Undang-undang profesi itu hak wajib satu untuk memberi perlindungan kepada masyarakat. Jangan sampai ada dobel standar, dobel profesi yang kemudian menimbulkan kegaduhan dan masyarakat tidak mendapatkan haknya.”
- Terkait pasal aborsi, tadinya diatur maksimal 8 minggu. Dalam RUU ini, aborsi dibolehkan hingga 14 minggu di mana janin sudah terbentuk. Ini dinilai bukan lagi kategori aborsi melainkan pembunuhan janin.
- Terkait legalisasi tembakau dan alkohol. IDI khawatir banyak masyarakat yang tidak terlindungi dari sisi kesehatan.
Advertisement