Liputan6.com, Jakarta - Epidemiolog Masdalina Pane memberi tanggapan soal nasib vaksin COVID-19 usai status kedaruratan dicabut. Menurutnya, usai kedaruratan dicabut, vaksin bukan lagi hal wajib.
“Karena vaksin bukan merupakan indikator pengendalian, kecuali vaksin dua dosis menjadi perhatian global, maka vaksinasi bukan mandatory (wajib) dalam pengendalian COVID-19. Karena imunitas global sudah cukup baik untuk COVID-19, maka vaksinasi tidak menjadi kewajiban lagi,” kata Masdalina kepada Health Liputan6.com melalui pesan tertulis, Rabu, 14 Juni 2023.
Baca Juga
Namun, jika masyarakat menginginkannya dan Indonesia sudah memiliki vaksin sendiri, maka alangkah lebih baik jika pemerintah memfasilitasi.
Advertisement
“Jika masyarakat ingin mendapatkan vaksin dan kita sudah bisa membuat vaksin sendiri, akan baik jika pemerintah bisa memfasilitasi vaksin untuk masyarakat yang belum divaksinasi,” ujar Masdalina.
Vaksin Harusnya Tetap Gratis Sampai Kapanpun
Sementara itu, Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra memberi tanggapan. Menurutnya, vaksinasi COVID-19 seharusnya tidak berbayar meski status kedaruratan telah dicabut.
“Tidak (berbayar), justru harusnya vaksinasi itu tidak perlu berbayar. Hemat saya, sampai kapanpun, vaksin COVID-19 ini tidak perlu berbayar karena ini kewajiban negara, apalagi melalui Indovac dan Inavac,” kata Hermawan kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Rabu 14 Juni 2023.
Hermawan lantas menyinggung soal laju vaksinasi di Indonesia yang terbilang lambat meski diberikan secara cuma-cuma.
“Jangankan berbayar, gratis saja orang enggak mau vaksin. Cek saja laju vaksinasi yang cukup rendah, apalagi kalau berbayar,” lanjutnya.
Laju Vaksinasi Masih Rendah
Hermawan menambahkan, dalam mencabut status kedaruratan COVID-19 pemerintah tampaknya melihat situasi global dan situasi nasional.
“Kalau dari situasi global, kelihatannya karena WHO sudah mencabut Public Health Emergency of International Concern (PHEIC), pemerintah kita juga rasanya punya alasan untuk mengevaluasi.”
Namun, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan pemerintah ketika memutuskan untuk mencabut status darurat COVID-19, lanjut Hermawan. Yakni soal kasus aktif dan laju capaian vaksinasi.
“Tapi memang catatannya, kita ini kasus aktif masih lebih dari 10 ribu loh. Kemudian, kita juga masih punya problem di laju vaksinasi, terutama booster, kita itu rendah.”
“Kabar baiknya, sebenarnya berdasarkan sero survei Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hampir semua orang Indonesia itu sudah memiliki antibodi terhadap COVID. Artinya, COVID memang penularannya jalan terus, tetapi risiko rendah terutama fatality walaupun kematian itu masih ada setiap hari,” ujar Hermawan.
Advertisement
Konsekuensi Pencabutan Status Kedaruratan
Di sisi lain, Masdalina mengatakan, pencabutan status kedaruratan COVID-19 tentu memiliki konsekuensi tersendiri. Salah satunya, masyarakat kembali pada kondisi normal sebelum PHEIC ditetapkan.
“Berbagai regulasi terkait kedaruratan termasuk PHSM (Public Health Social Measure) tidak berlaku lagi. Tetapi indikator-indikator pengendalian masih relevan untuk digunakan sebagai signal untuk komunikasi risiko jika terjadi peningkatan kasus karena mutasi baru atau penyakit baru (new-emerging diseases),” kata Masdalina.
Maka dari itu, Hermawan berpesan, jika pemerintah ingin mencabut status kedaruratan COVID-19 secara total, maka perlu ada kompensasi berupa penguatan beberapa hal.
“Pertama, terus mengampanyekan atau mengimbau orang-orang yang tidak sedang sehat, tidak sedang fit, yang punya gangguan kesehatan, yang punya komorbid, atau yang tidak divaksinasi karena berbagai alasan itu tetap pakai masker,” kata Hermawan.
“Masker itu wajib, yang dibolehkan buka masker adalah yang sehat. Berikutnya adalah perilaku bersih dan sehat, jadi orang kalau sudah terbiasa cuci tangan selama pandemi, nah itu tetap harus dikampanyekan,” tambahnya.
Tetap Waspada
Terakhir, Masdalina mengingatkan kepada masyarakat untuk tetap waspada meski status kedaruratan telah dicabut.
“Tentu saja (harus waspada), ancaman penyakit lain selain COVID-19 masih banyak dan ancaman-ancaman pandemi ke depan masih tetap ada. Maka, masyarakat tentu tetap harus waspada,” Masdalina mengimbau.
Di samping itu, pemerintah juga perlu terus melakukan pengawasan atau surveilans pada berbagai penyakit yang berpotensi wabah.
“Pemerintah terus melakukan pengawasan (surveilans) berbagai penyakit berpotensi wabah dan memberikan komunikasi risiko secara berkala ke masyarakat terkait dinamika penyakit-penyakit wabah baik global, regional, nasional, dan lokal,” pungkasnya.
Advertisement