Jumlah Anak Alami Gangguan Penglihatan Meningkat, Diduga karena Pemakaian Gadget di Masa Pandemi

Berdasarkan pengumpulan data sementara oleh IROPIN pada 2023, 350 hingga 400 dari 1.000 anak terindikasi mengalami gangguan penglihatan karena refraksi sehingga memerlukan kacamata.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 25 Sep 2023, 11:00 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2023, 11:00 WIB
Anak Jangan Cuma Main Gim di Gawai
Pemandangan balita memainkan gim (game) di gawai kini merupakan pemandangan biasa kita temui.

Liputan6.com, Jakarta - Tingginya frekuensi penggunaan gadget selama pandemi COVID-19 diduga berdampak pada peningkatan anak usia sekolah yang mengalami gangguan penglihatan.

Sekretaris Ikatan Profesi Optometris Indonesia (IROPIN) Kastam menyampaikan, tren peningkatan gangguan penglihatan pada anak karena kelainan refraksi terindikasi dari hasil penapisan yang dilakukan organisasi tersebut pada 2023 di sejumlah wilayah.

"Dalam proses pengumpulan data memang didapatkan faktor sangat signifikan, terutama dua tahun terakhir setelah pandemi. Mungkin karena dalam program pendidikan jarak jauh setiap hari anak-anak kita di depan gadget (gawai). Ini sangat memicu peningkatan gangguan refraksi," tutur Kastam, dilansir Antara.

Ketua Umum IROPIN Nova Joko Pamungkas menjelaskan, berdasarkan pengumpulan data sementara pada 2023, 350 hingga 400 dari 1.000 anak yang mengikuti penapisan terindikasi mengalami gangguan penglihatan karena refraksi sehingga memerlukan kacamata.

Upaya pengumpulan data terus dilakukan selama program bantuan 50 ribu bingkai kacamata oleh IROPIN pada 2023 yang telah diakui Museum Rekor Dunia (MURI).

"Hingga kini telah tersalurkan sebanyak 17.000 unit bingkai kacamata," kata Nova Joko.

Nova menambahkan, meski pengumpulan data masih berjalan, persentase gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi pada anak usia sekolah mencapai 35 sampai 40 persen.

Data tersebut mengalami peningkatan signifikan jika dibandingkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2012 yang mencatat prevalensi 24,7 persen.

Hasil pendataan tersebut, kata Nova, nantinya akan diserahkan pada Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan sebagai acuan kebijakan untuk menekan kasus tersebut. 

 

Terlambat Terdeteksi

Ilustrasi Anak Pakai Kacamata
Ilustrasi anak pakai kacamata. (dok. Pixabay.com/LichDinh)

Menurutnya, banyak guru di sekolah dan orangtua di Indonesia yang terlambat mendeteksi gangguan penglihatan pada anak. Para ahli optometri yang jumlahnya mencapai 6 ribu orang di Indonesia siap berkolaborasi dengan pemerintah guna melakukan deteksi dini gangguan penglihatan pada anak.

"Kami berharap bisa terdeteksi dari awal sehingga anak yang mengalami refraksi tidak sampai mengalami kebutaan. Ini juga membantu anak dalam mengembangkan potensi akademiknya," ucap Nova.

Kesalahan refraksi adalah kondisi ketika cahaya yang diterima oleh mata tidak terfokus pada retina, sehingga menghasilkan gambar yang kabur di retina yang dapat berupa myopia, hyperopia dan astagmatism.

 

Tanda-Tanda Anak Alami Gangguan Penglihatan

Dalam kesempatan berbeda, pediatric optometrists Dr Scarlet G Cacayuran mengungkap tanda-tanda awal anak mengalami kesalahan refraksi.

Sakit kepala dan pandangan kabur menjadi beberapa tanda kesalahan refraksi.

"Anak sering sakit kepala, mengeluhkan pandangan yang kabur atau mengeluh huruf-huruf yang dia baca seakan beterbang setelah membaca lama," ujarnya beberapa waktu silam.

Selain itu mata terlihat sayu ketika melihat sinar terang pun menjadi salah satu tanda.

"Mata terlihat sayu atau mengantuk ketika melihat sinar terang dan ketika memegang buku atau bacaan mereka membacanya terlalu dekat, serta performa di sekolah yan menurun," sambungnya.

Tanda-tanda lain yang perlu dicermati yakni anak sering mengucek mata dan mengeluarkan air mata berlebih.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya