Menkes Budi: Mahasiswa PPDS Berbasis RS Tidak Perlu Bayar Kuliah tapi Dapat Gaji

Menkes Budi sebut mahasiswa PPDS berbasis RS akan mendapatkan benefit seperti tenaga kesehatan yang lain yakni gaji.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 06 Mei 2024, 17:31 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2024, 16:20 WIB
Menkes Budi: Mahasiswa PPDS yang Kenyam Pendidikan di RSP-PU Akan dapat Gaji Normal
Menkes Budi: Mahasiswa PPDS yang Kenyam Pendidikan di RSPPU Akan dapat Gaji Normal, Jakarta (6/5/2024). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah meluncurkan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Berbasis Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama (RSPPU) atau Hospital Based.

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, di RSPPU, para mahasiswa atau residen tidak akan dipungut biaya. Bahkan, para residen juga akan mendapat benefit seperti tenaga kerja lainnya.

“Pendidikan dokter spesialis ini sama dengan pendidikan dokter spesialis di seluruh dunia, tidak usah bayar uang kuliah, tidak usah bayar uang pangkal," kata Budi dalam peluncuran RSPPU di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, Jakarta Barat pada Senin, 6 Mei 2024.

"Mereka akan menjadi tenaga kontrak dari rumah sakit sehingga mereka mendapatkan benefit (gaji) yang normal seperti tenaga kerja lainnya,” kata Budi.

Budi menjelaskan, RSPPU adalah program untuk mengatasi kekurangan dokter spesialis di Indonesia.

“Kita memiliki 29 ribu gap dokter spesialis yang kita harus distribusi sampai ke level kabupaten/kota.”

Salah satu penyebab kurangnya dokter spesialis, menurut Budi, adalah karena produksi dokter spesialis di Indonesia hanya 2.700 per tahun. Sementara, kebutuhannya 29 ribu. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dalam 10 tahun dan dengan adanya RSPPU, maka diharapkan produksi dokter spesialis menjadi lebih cepat yakni lima tahun.

“Itu sebabnya, kita membuka pendidikan berbasis rumah sakit dan kolegium karena memang ini yang dilakukan standar di seluruh dunia. 420 rumah sakit pendidikan akan mendampingi 24 fakultas kedokteran yang sudah melakukan pendidikan spesialis,” jelas Budi.

Alat Ada tapi Dokter Spesialis Tidak

Jokowi
Presiden Jokowi dalam peluncuran RSPPU di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita, Jakarta Barat pada Senin, 6 Mei 2024.. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan, adanya berbagai alat di puskesmas maupun di Rumah Sakit menjadi hal yang tak berarti jika tidak ada dokter spesialis.

"Saya dalam 6 bulan ini kalau ke daerah suka belok ke Puskesmas. Saya senang alat-alat seperti USG sudah tersedia dan di RS sudah ada MRI, mammograf, dan cathlab," kata Jokowi dalam sambutannya.

"Tapi selalu keluhan di daerah utamanya di provinsi adalah dokter spesialis yang tidak ada," lanjutnya.

Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) besar Indonesia, ucap Jokowi. Mengingat, rasio dokter berbanding masyarakat di Tanah Air adalah 0,47 dari 1.000.

Rasio ini membuat Indonesia menduduki peringkat 147 dunia. Dan di Asia peringkat sembilan.

"Artinya masuk tiga besar tapi dari bawah."

Distribusi Dokter Spesialis Tak Merata

Sejauh ini, lanjut Jokowi, Indonesia membutuhkan 124 ribu dokter umum dan 29 ribu dokter spesialis.

“Ini jumlah yang tak sedikit, jangan sampai tidak terisi. Jangan sampai alat-alat yang ada tidak berguna karena dokter spesialisnya tak ada,” ucap Jokowi.

Sejauh ini, Indonesia hanya memiliki 2,7 ribu dokter spesialis per tahun dan ini adalah jumlah yang sangat kecil.

Masalah lain yang timbul terkait dokter spesialis adalah distribusinya yang tidak merata. Rata-rata dokter spesialis atau sekitar 59 persen terfokus di Pulau Jawa.

“Oleh sebab itu harus ada terobosan, harus kita mulai harus berani memulai, kita harus mempunyai mimpi yang tinggi, standar internasional,” ujar Jokowi.

Produksi Dokter Spesialis Indonesia Dibandingkan dengan Inggris

Terobosan RSPPU juga memberikan afirmasi bagi dokter spesialis dan dokter umum yang ingin menjadi dokter spesialis di daerah tersebut.

“Sekarang hampir semua lulusan dokter spesialis berasal dari kota karena dokter spesialis dari daerah sulit sekali masuk, lulus, dan diterima, persentasenya sangat kecil. Oleh karena itu, kita lakukan program afirmasi RS pendidikan maka afirmasinya diberikan kepada mereka.”

Budi juga berharap, dokter spesialis di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) langsung diangkat pegawai negeri (PNS).

Seperti disampaikan Jokowi, Budi juga mengatakan bahwa jumlah dokter spesialis masih kurang karena produksinya kurang yakni 2.700 dokter spesialis per tahun. Sedangkan, kebutuhannya 29 ribu.

Sebagai komparasi, inggris dengan penduduk 50 juta orang, produksi dokter spesialisnya 12 ribu per tahun, hampir lima kali lipat dari Indonesia.

Vaksinasi Nakes
Infografis Perjalanan Sejuta Tenaga Kesehatan Divaksinasi
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya