Dharma Pongrekun Sebut Tes PCR Bukan untuk COVID-19 Melainkan Tes Asidosis, Epidemiolog: Sangat Salah

Asidosis adalah kondisi medis di mana cairan tubuh memiliki kadar asam yang terlalu tinggi. Kondisi ini biasanya didiagnosis melalui tes darah yang mengukur ph darah bukan melalui tes PCR

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 07 Okt 2024, 19:00 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2024, 19:00 WIB
FOTO: Stasiun Pasar Senen Sediakan Tes PCR Untuk Calon Penumpang KA Jarak Jauh
Calon penumpang menjalani tes swab PCR di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Jumat (24/12/2021). PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI menghadirkan layanan tes PCR seharga Rp 195.000 di sejumlah stasiun selama periode Natal dan Tahun Baru mulai 23 Desember 2021. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 2 Dharma Pongrekun menyebut bahwa tes Polymerase Chain Reaction atau PCR bukan untuk tes virus seperti COVID-19 melainkan untuk tes asidosis.

“Banyak dari antara kita yang tidak paham bahwa PCR yang dipakai selama ini boleh diuji itu bukan untuk mengetes virus. Jadi itu hanya untuk mengecek asidosis. Dan kenapa harus dicolok-colok, kenapa tidak ambil dari ludah kalau memang mau ngetes virus,” ujar Dharma dalam debat perdana Cagub DKI Jakarta di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (6/10/2024).

Pernyataan ini pun dinilai keliru oleh epidemiolog Dicky Budiman. Menurutnya, tes PCR tidak ada kaitannya dengan asidosis.

“Ada klaim katanya PCR digunakan untuk mengecek asidosis, tidak. Jadi tes PCR itu tidak digunakan untuk mendiagnosis asidosis atau gangguan keseimbangan asam basa dalam tubuh,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Senin (7/10/2024).

Untuk diketahui, sambung Dicky, asidosis adalah kondisi medis di mana cairan tubuh memiliki kadar asam yang terlalu tinggi. Kondisi ini biasanya didiagnosis melalui tes darah yang mengukur ph darah bukan melalui tes PCR.

Sementara, PCR adalah teknik yang sangat spesifik untuk mendeteksi materi genetik dan tidak ada kaitannya dengan pengukuran kadar asam dalam tubuh.

“Oleh karena itu, klaim yang menyatakan bahwa tes PCR digunakan untuk mendeteksi asidosis sepenuhnya sangat salah,” ucap Dicky.

Apa Betul PCR Bukan untuk Deteksi Virus?

Cagub Jakarta nomor urut 2 Dharma Pongrekun dalam debat perdana Pilkada Jakarta 2024, Minggu (6/10/2024) di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat.
Calon Gubernur Jakarta (Cagub Jakarta) nomor urut 2 Dharma Pongrekun dalam debat perdana Pilkada Jakarta 2024, Minggu (6/10/2024) di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat. (YouTube KPU Provinsi Jakarta)

Dalam debat perdana, Dharma juga mengatakan bahwa PCR bukan untuk tes virus. Hal ini pun ditanggapi oleh Dicky.

Menurut Dicky, PCR adalah metode yang digunakan untuk memperbanyak materi genetik, DNA atau RNA dalam sampel sehingga bisa dianalisis dengan lebih mudah.

“Nah dalam konteks tes COVID-19, PCR ini digunakan untuk mendeteksi RNA dari virus SarsCOV2 penyebab COVID-19. Karena RNA virus ini spesifik maka PCR adalah metode yang sangat akurat dan sensitif untuk mendeteksi keberadaan virus SarsCOV2 bahkan jika jumlah virusnya dalam tubuh masih cukup rendah,” tambahnya.

Cara Kerja PCR untuk Tes COVID-19

Epidemiolog Dicky Budiman
Epidemiolog Dicky Budiman. Foto: Dok. Pribadi.

Lantas, bagaimana PCR bekerja dalam tes COVID-19?

“Yang pertama ya pengambilan sampel dari saluran napas. Biasanya melalui nasofaring. (Kedua) ada juga ekstraksi RNA dari virus SarsCOV2 yang diambil dari sampel tadi.” 

Proses ketiga, melalui amplifikasi berulang virus diperbanyak menggunakan enzim sehingga bisa diidentifikasi dengan jelas.

“Keempat deteksi, jadi setelah RNA diperbanyak, mesin PCR ini bisa mendeteksi keberadaan gen spesifik virus sehingga memberikan hasil apakah seseorang itu terinfeksi atau tidak.”

Untuk diketahui, lanjut Dicky, tes PCR ini diakui oleh berbagai organisasi kesehatan dunia termasuk World Health Organization (WHO) sebagai standar emas (gold standard) untuk mendeteksi COVID-19.

Misinformasi Soal Metode Medis yang Terbukti Efektif

Lebih lanjut, Dicky mengatakan bahwa hal ini perlu ia respons lantaran kekeliruan informasi atau misinformasi dapat mengurangi kepercayaan publik pada alat atau metode medis yang sudah terbukti efektif.

“Ini berbahaya dan saya perlu merespons ini karena misinformasi seperti ini bisa mengurangi kepercayaan publik terhadap alat dan metode medis yang sudah terbukti efektif dalam menangani pandemi.”

“Nanti orang enggak percaya tes PCR bisa menyebabkan orang ragu untuk melakukan tes COVID, nah ini yang bisa berpotensi merugikan karena bisa menyebarkan virus lebih luas tanpa terdeteksi,” tutup Dicky.

Infografis 3 Survei Terbaru Elektabilitas Bakal Cagub Pilkada Jakarta 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 3 Survei Terbaru Elektabilitas Bakal Cagub Pilkada Jakarta 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya