Kebanyakan darah atau banjir saat menstruasi kerap dikeluhkan para wanita karena nyeri yang dirasakan luar biasa bahkan bisa menyedot energi dan membuat pingsang yang mengalaminya.
Spesialis Kebidanan dan Kandungan Konsultan Subspesialis Fertility dan Hormon Reproduksi Ahli Bedah Laparoskopi, Kiel, Jerman, Dr. Caroline Tirtajasa, Sp.OG(K) menyebutkan, kondisi seperti ini patut diwaspadai karena bisa jadi merupakan gejala endometriosis.
"Kalau sudah nyeri, banjir saat menstruasi itu perlu dilakukan pemeriksaan. Dikhawatirkan ada endometriosis, untuk itu perlu diperiksa. Konsultasikan ke dokter bila ada gejala klinisnya," ujar Caroline.
Meski begitu, para wanita tidak perlu khawatir. Menurut Caroline penderita endometriosis sebaiknya jangan menunda kehamilan, karena sifatnya yang terus kambuh walaupun sudah diterapi.
"Untuk yang ingin hamil tentunya operasi terpaksa dilakukan dengan hanya mengangkat adenomiosisnya saja walaupun dengan risiko akan kambuh lagi dalam waktu sekitar 2 tahun. Karena itu setelah operasi, pasien yang ingin hamil harus segera hamil," kata Dr. Caroline ditulis Jumat (17/1/2014).
Gejala klinis endometriosis yaitu nyeri saat haid, menstruasi yang banyak, nyeri saat berhubungan, nyeri panggul menahun, nyeri bokong, keluar darah di kotoran atau air seni saat haid dan nyeri menjalar dari perut bawah ke atas atau belakang. "Kehamilan tidak dapat ditunggu tetapi harus diupayakan dengan berbagai macam program kehamilan, jangan menunda kehamilan," ujar Dr. Caroline
Endometriosis adalah penyakit inflamasi yang ditemukan adanya jaringan endometrium atau dinding dalam rahim di tempat yang tidak seharusnya.
"Endometriosis itu ada jaringan endometrium biasa di indung telur, otot rahim, selaput dinding panggul dan organ lainnya. Penyakit ini ditandai dengan nyeri saat haid ataupun menstruasi yang banyak," katanya saat ditemui di Omni Hospital Pulomas, Jakarta Timur.
Penyakit ini dibagi menjadi stadium I-II dan stadium III-IV, pada stadium I-II menurut Dr. Caroline endometriosis ditemukan hanya berupa bercak-bercak endometriosis di dinding perut atau panggul sedangkan pada stadium III-IV endometriosis ditemukan berupa kista endometriosis di ovarium atau adenomiosis di otot rahim.
"Endometriosis stadium I-II tidak dapat dilihat dengan USG transrektal atau transvaginal bahkan MRI. Diagnosis endometriosis stadium I-II hanya dapat dilakukan lewat prosedur laparoskopi dimana kamera dimasukkan melalui lubang 1 cm di perut untuk dapat melihat bercak-bercak endometriosis di dinding perut atau panggul. Jadi bagi pasien dengan gejala nyeri haid hebat tetapi tidak ditemukan kelainan lewat pemeriksaan Ultrasonografi (USG), belum tentu tidak ada endometriosis," katanya.
Menurut Caroline, secara patologi sel-sel endometriosis masih jinak walaupun sifat endometriosis seperti kanker. Penyakit ini menyebar dan menyusup ke dalam dan membuat susukan ke dalam dinding perut dan panggul serta organ lain.
"Endometriosis yang tumbuh di indung telur akan menjadi kista endometriosis atau kista coklat. Endometriosis yang tumbuh di otot rahim menjadi Adenomiosis. Adenomiosis ini sering diduga mioma atau fibroid. Secara klinis keduanya berupa benjolan atau tumor yang tumbuh di otot rahim. Tetapi tampilan USG dan sifatnya jauh berbeda, mioma berbatas tegas terpisah dari otot rahim sekitarnya sehingga operasi pengangkatan mioma dapat dipastikan bersih sedangkan Adenomiosis berbatas tidak tegas karena sel-sel adenomiosis berinfiltrasi ke dalam sel-sel otot rahim normal," katanya.
Menurut Dr. Caroline walaupun sudah dilakukan terapi endometriosis masih memungkinkan kambuh. "Pengangkatan adenomiosis tidak pernah bisa bersih sama sekali dan berakibat pada angka kekambuhan yang tinggi sekali, terlepas dari terapi apa pun yang diberikan. Karena itu bagi pasien yang ingin hamil, harus diupayakan dengan program hamil. Tidak boleh menunggu karena berlomba dengan kambuhnya penyakit," katanya.
Kombinasi terapi operatif dengan laparoskopi dan obat-obatan penekan hormon menjadi pilihan terbaik untuk pasangan yang ingin hamil kemudian dilanjutkan dengan terapi program hamil.
"Bagi pasien yang masih ingin hamil maka terapi konservatif dengan mempertahankan rahim dan indung telur yang sehat menjadi pilihan. Prosedur pengangkatan kista dan lesi (kondisi tidak normal) endometriosis lainnya dengan laparoskopi menjadi prosedur terbaik karena lesi endometriosis dapat divisualisasi dengan lebih jelas dengan prosedur ini sehingga pengangkatan lesi endometriosis dapat lebih bersih dilakukan dibandingkan dengan prosedur operasi biasa," kata Dr. Caroline.
(Mia/Abd)
Spesialis Kebidanan dan Kandungan Konsultan Subspesialis Fertility dan Hormon Reproduksi Ahli Bedah Laparoskopi, Kiel, Jerman, Dr. Caroline Tirtajasa, Sp.OG(K) menyebutkan, kondisi seperti ini patut diwaspadai karena bisa jadi merupakan gejala endometriosis.
"Kalau sudah nyeri, banjir saat menstruasi itu perlu dilakukan pemeriksaan. Dikhawatirkan ada endometriosis, untuk itu perlu diperiksa. Konsultasikan ke dokter bila ada gejala klinisnya," ujar Caroline.
Meski begitu, para wanita tidak perlu khawatir. Menurut Caroline penderita endometriosis sebaiknya jangan menunda kehamilan, karena sifatnya yang terus kambuh walaupun sudah diterapi.
"Untuk yang ingin hamil tentunya operasi terpaksa dilakukan dengan hanya mengangkat adenomiosisnya saja walaupun dengan risiko akan kambuh lagi dalam waktu sekitar 2 tahun. Karena itu setelah operasi, pasien yang ingin hamil harus segera hamil," kata Dr. Caroline ditulis Jumat (17/1/2014).
Gejala klinis endometriosis yaitu nyeri saat haid, menstruasi yang banyak, nyeri saat berhubungan, nyeri panggul menahun, nyeri bokong, keluar darah di kotoran atau air seni saat haid dan nyeri menjalar dari perut bawah ke atas atau belakang. "Kehamilan tidak dapat ditunggu tetapi harus diupayakan dengan berbagai macam program kehamilan, jangan menunda kehamilan," ujar Dr. Caroline
Endometriosis adalah penyakit inflamasi yang ditemukan adanya jaringan endometrium atau dinding dalam rahim di tempat yang tidak seharusnya.
"Endometriosis itu ada jaringan endometrium biasa di indung telur, otot rahim, selaput dinding panggul dan organ lainnya. Penyakit ini ditandai dengan nyeri saat haid ataupun menstruasi yang banyak," katanya saat ditemui di Omni Hospital Pulomas, Jakarta Timur.
Penyakit ini dibagi menjadi stadium I-II dan stadium III-IV, pada stadium I-II menurut Dr. Caroline endometriosis ditemukan hanya berupa bercak-bercak endometriosis di dinding perut atau panggul sedangkan pada stadium III-IV endometriosis ditemukan berupa kista endometriosis di ovarium atau adenomiosis di otot rahim.
"Endometriosis stadium I-II tidak dapat dilihat dengan USG transrektal atau transvaginal bahkan MRI. Diagnosis endometriosis stadium I-II hanya dapat dilakukan lewat prosedur laparoskopi dimana kamera dimasukkan melalui lubang 1 cm di perut untuk dapat melihat bercak-bercak endometriosis di dinding perut atau panggul. Jadi bagi pasien dengan gejala nyeri haid hebat tetapi tidak ditemukan kelainan lewat pemeriksaan Ultrasonografi (USG), belum tentu tidak ada endometriosis," katanya.
Menurut Caroline, secara patologi sel-sel endometriosis masih jinak walaupun sifat endometriosis seperti kanker. Penyakit ini menyebar dan menyusup ke dalam dan membuat susukan ke dalam dinding perut dan panggul serta organ lain.
"Endometriosis yang tumbuh di indung telur akan menjadi kista endometriosis atau kista coklat. Endometriosis yang tumbuh di otot rahim menjadi Adenomiosis. Adenomiosis ini sering diduga mioma atau fibroid. Secara klinis keduanya berupa benjolan atau tumor yang tumbuh di otot rahim. Tetapi tampilan USG dan sifatnya jauh berbeda, mioma berbatas tegas terpisah dari otot rahim sekitarnya sehingga operasi pengangkatan mioma dapat dipastikan bersih sedangkan Adenomiosis berbatas tidak tegas karena sel-sel adenomiosis berinfiltrasi ke dalam sel-sel otot rahim normal," katanya.
Menurut Dr. Caroline walaupun sudah dilakukan terapi endometriosis masih memungkinkan kambuh. "Pengangkatan adenomiosis tidak pernah bisa bersih sama sekali dan berakibat pada angka kekambuhan yang tinggi sekali, terlepas dari terapi apa pun yang diberikan. Karena itu bagi pasien yang ingin hamil, harus diupayakan dengan program hamil. Tidak boleh menunggu karena berlomba dengan kambuhnya penyakit," katanya.
Kombinasi terapi operatif dengan laparoskopi dan obat-obatan penekan hormon menjadi pilihan terbaik untuk pasangan yang ingin hamil kemudian dilanjutkan dengan terapi program hamil.
"Bagi pasien yang masih ingin hamil maka terapi konservatif dengan mempertahankan rahim dan indung telur yang sehat menjadi pilihan. Prosedur pengangkatan kista dan lesi (kondisi tidak normal) endometriosis lainnya dengan laparoskopi menjadi prosedur terbaik karena lesi endometriosis dapat divisualisasi dengan lebih jelas dengan prosedur ini sehingga pengangkatan lesi endometriosis dapat lebih bersih dilakukan dibandingkan dengan prosedur operasi biasa," kata Dr. Caroline.
(Mia/Abd)
Baca Juga:
Jangan Cemas, Wanita Endometriosis Masih Bisa Hamil Kok!
Risiko Kematian Bayi Kembar Siam Lebih Tinggi
Antara Inseminasi dan Bayi Tabung, Beda Banget Lho!
Setahun Menikah Belum Punya Anak? Segera Cek ke Dokter!