Liputan6.com, Jakarta Amil zakat bertugas memainkan peran penting dalam pengelolaan zakat di masyarakat Islam. Dalam Al-Qur’an dan hadis, istilah "amil" merujuk pada orang yang diamanahkan untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menyalurkan zakat kepada yang berhak. Sebagai amil zakat bertugas, mereka memastikan zakat yang diterima dapat didistribusikan dengan tepat sesuai dengan ketentuan syariat.
Secara bahasa, amil berarti orang yang bekerja untuk urusan zakat atau sedekah. Amil zakat bertugas diangkat oleh pemerintah atau instansi berwenang dan harus memenuhi syarat tertentu untuk menjalankan tugasnya. Pemilihan amil zakat bertugas tidak bisa dilakukan sembarangan, mengingat beratnya tanggung jawab yang diemban.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Seorang amil zakat bertugas harus memiliki keahlian dalam administrasi dan pengelolaan zakat dengan transparansi. Dengan amanah yang besar, amil zakat bertugas harus bekerja dengan jujur dan hati-hati agar zakat sampai kepada mustahik dan memberikan manfaat sesuai tujuan syariat Islam.
Berikut Liputan6.com ulas mengenai pengertian amil beserta tugas dan ketentuannya yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Rabu (22/2/2023).
Mengenal Amil
Dikutip dari laman Baznas, pengertian amil adalah seseorang yang ditugaskan oleh imam (pemimpin negara) untuk mengumpulkan dan mendistribusikan harta zakat. Sedangkan menurut Mazhad Hanafi, amil adalah orang-orang yang dipekerjakan oleh imam untuk mengumpulkan zakat. Amil merupakan sinonim dari al-sa‘i. Lafat ini bermakna orang yang ditugaskan oleh imam pada kabilah-kabilah untuk mengambil zakat dari mereka. Mazhab Hanafi hanya menggambarkan bahwa amil adalah petugas yang diangkat oleh imam untuk mengumpulkan zakat dari muzakki (wajib zakat) saja.
Dalam Al-Qur’an, amil adalah pihak yang berhak menerima harta zakat dengan nomor urut tiga, setelah fakir dan miskin. Demikian disebutkan di dalam Al-Quran ketika Allah SWT menyebutkan siapa saja yang berhak atas harta zakat,
“Dan para penguruss zakat.” (QS. At-Taubah : 60)
Secara bahasa, istilah amil berasal dari kata 'amila ya'malu, yang bermakna mengerjakan atau melakukan sesuatu. Kata amil adalah ism fail yang bermakna pelaku dari suatu pekerjaan. Maka kata amil adalah orang yang mengerjakan sesuatu.
Sedangkan secara istilah, amil adalah orang yang dipekerjakan oleh Imam/ pemimpin untuk mengumpulkan zakat dan mereka digaji sesuai dengan kebutuhannya dan kebutuhan para karyawannya.
Sementara itu, menurut Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Amil Zakat, pengertian amil adalah seseorang atau sekelompok orang yang diangkat oleh Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat. Atau juga bisa disebut dengan seseorang atau sekelompok orang yang dibentuk oleh masyarakat dan disahkan oleh Pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat.
Advertisement
Tugas dari Amil
Berdasarkan pada UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan PP No 14 Tahun 2014 pasal 1 tentang Pelaksanaan UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, dan diperkuat dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat. Tugas amil adalah sebagai berikut ini:
1. Penarikan atau pengumpulan zakat yang meliputi pendataan wajib zakat, penentuan obyek wajib zakat, besaran nisab zakat, besaran tarif zakat, dan syarat-syarat tertentu pada bidang masing-masing obyek wajib zakat.
2. Pemeliharaan zakat yang meliputi inventarisasi harta, pemeliharaaan, serta pengamanan harta zakat; dan
3. Pendistribusian zakat yang meliputi penyaluran harta zakat agar sampai kepada mustahiq zakat secara baik dan benar, dan termasuk pelaporan.
Amil adalah penyeru agama, penyambung kebenaran, fasilitator antara yang pemberi dan penerima dan penyeru perintah wajibnya zakat yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada umat Islam.
“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Mahamendengar, Mahamengetahui.” (QS At Taubah ayat 103)
Tugas mulia pengurus lembaga amil zakat, infak, dan sedekah dapat terlihat ketika mereka sedang mengingatkan dan mengajak orang lain untuk menunaikan zakat atau infak dan sedekah. Posisi mereka sama persis dengan seorang penceramah atau khotib di mimbar-mimbar Jum’at yang sedang menyeru pada kebaikan yakni mengajak kepada yang makruf (terpuji) dan mencegah perbuatan yang mungkar (terlarang).
Ketentuan Menjadi Pengurus Amil
Ada beberapa ketentuan untuk menjadi pengurus amil berdasarkan Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Amil Zakat, antara lain:
1. Beragama Islam.
2. Mukallaf (berakal dan baligh).
3. Amanah.
4. Memiliki ilmu pengetahuan tentang hukum -hukum zakat dan hal lain yang terkait dengan tugas amil zakat.
Selain itu, terdapat beberapa kategori sebagai amil yang disampaikan oleh Imam Nawawi dalam Kitab al Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab (6/168),
“Para pengikut mazhab Syafi’i berpendapat : Dan diberi bagian dari bagian amil yaitu : Haasyir (orang yang mengetahui wajib zakat atau muzakki), ‘Aarib (orang yang mengetahui mustahiq), Haasib (orang yang mahir menghitung nilai zakat/nishab), Kaatib (orang yang mencatat, mendata harta zakat), Jaabi (Orang yang mengawal/menjaga keamana harta zakat), Haafiz (orang yang memegang harta zakat;bendahara). Karena mereka itu termasuk bagian dari amil zakat”. tegasnya mereka mendapatkan bagian dari bagian amil zakat 1/8 dari harta zakat karena mereka merupakan bagian dari amil yang berhak mendapatkan upah sesuai dengan kewajaran.”
Advertisement
Kisah Amil Zakat di Masa Nabi
Rujukan tentang peran dan kriteria amil adalah kepada apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Beliau di masa hidupnya telah mengangkat beberapa sahabat yang cakap dan mumpuni, untuk diserahkan tanggungjawab mengatur dan mengelola zakat secara profesional. Ibnu Sa’ad menerangkan nama-nama petugas zakat yang telah diangkat sebagai petugas resmi di masa Rasulullah SAW. Dan ternyata tiap petugas sudah punya tugas khusus untuk diutus ke berbagai suku dan kabilah untuk memungut zakat. Nama-nama mereka dan juga nama-nama suku-suku yang didatanginya adalah:
1. Uyayinah bin Hisn diutus kepada Bani Tamim.
2. Buraidah bin Hasib, ada juga yang menyatakan Ka’ab bin Malik, diutus kepada Bani Aslam dan Bani Ghifar.
3. Abbad Ibnu Bisyr Asyhali diutus kepada Bani Sulaim dan Bani Muzainah.
4. Rafi’ bin Makis diutus kepada Bani Juhainah.
5. Amr bin Ash diutus kepada Bani Fazarah.
6. Dhahhak bin Syufyan Al-Kilabi diutus kepada Bani Kilab.
7. Burs bin Sufyan al Ka’bi diutus kepada Bani Ka’ab.
8. Ibnu Lutibah Azdi Azdi di utus kepada Bani Zibyan.
9. Seorang laki-laki dari Banu Sa’ad Huzaim diutus untuk mengambil zakat Bani Sa’ad Huzaim.
Ibnu Ishaq mengemukakan tentang adanya golongan lain yang diutus Nabi SAW ke daerah dan suku lain di Jazirah Arabia, seperti:
1. Muhajir bin Umayyah yang diutus ke San-a’.
2. Zaid bin Labid diutus kepada Hadramaut, sebuah daerah di Yaman.
3. ‘Adi bin Hatim diutus kepada Bani Thay dan Bani As’ad.
4. Malik bin Nuwairah diutus kepada Bani Hanzalah.
5. Zabraqan bin Nadr Qais bin Ashim diutus kepada Bani Sa’ad.
6. Ala’ bin Hadrami diutus ke Bahrain dan Ali di utus ke Najran.
Keuntungan Menjadi Amil Zakat
Menjadi seorang amil zakat tidak hanya merupakan tugas mulia, tetapi juga memberikan berbagai keuntungan, baik di dunia maupun di akhirat. Amil zakat bertugas untuk mengumpulkan, mengelola, dan menyalurkan zakat kepada yang berhak. Peran ini tidak hanya mendatangkan pahala, tetapi juga memiliki dampak positif bagi individu yang melakukannya dan masyarakat secara keseluruhan.
1. Pahala yang Besar di Akhirat
Salah satu keuntungan utama menjadi amil zakat adalah pahala yang sangat besar di sisi Allah. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, amil zakat adalah salah satu kelompok yang berhak menerima bagian dari zakat itu sendiri. Allah berfirman dalam surah At-Tawbah ayat 60:
"Sesungguhnya zakat-zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil-amil yang mengurusnya, mu’allaf yang dijinakkan hatinya, untuk hamba sahaya yang hendak memerdekakan diri, untuk orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan. Sebagai kewajiban yang ditetapkan oleh Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Ayat ini menunjukkan bahwa amil zakat bertugas mengelola zakat dan berhak mendapatkan bagian dari zakat tersebut. Keuntungan ini merupakan bentuk pengakuan atas pekerjaan mulia yang mereka lakukan dalam menyalurkan zakat kepada yang berhak.
2. Menjadi Penyebab Kemajuan Sosial
Keuntungan lainnya adalah menjadi bagian dari upaya sosial yang lebih besar. Seorang amil zakat memiliki kesempatan untuk berkontribusi langsung dalam mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat. Dengan pengelolaan zakat yang efektif, mereka turut memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat yang membutuhkan, seperti fakir miskin dan orang yang terlilit hutang. Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Zakat itu adalah jalan untuk membersihkan harta dan penyucian jiwa." (HR. Al-Bukhari)
Dengan demikian, amil zakat berperan sebagai pembersih harta dan jiwa, tidak hanya bagi pemberi zakat tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan, yang merasakan manfaat langsung dari distribusi zakat tersebut.
3. Menjadi Wali yang Diberkahi Allah
Menjadi amil zakat juga berarti mendapat keberkahan dalam hidupnya. Mengelola zakat dengan ikhlas dan amanah akan mendatangkan keberkahan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam pekerjaan, rezeki, dan hubungan sosial. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 261:
"Perumpamaan (infak yang dikeluarkan) orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebuah biji yang tumbuh menjadi tujuh tangkai, yang setiap tangkainya menghasilkan seratus biji."
Ini menggambarkan bahwa setiap amal yang dilakukan di jalan Allah, termasuk dalam pengelolaan zakat, akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda, bukan hanya di akhirat, tetapi juga dalam kehidupan dunia ini.
4. Mendapatkan Kepercayaan dari Masyarakat
Menjadi amil zakat juga memberikan keuntungan dalam hal peningkatan kepercayaan dari masyarakat. Orang yang dipercaya untuk mengelola zakat akan dihormati dan dihargai, karena mereka dianggap sebagai orang yang memiliki integritas dan tanggung jawab tinggi. Hal ini tidak hanya memberi penghargaan sosial, tetapi juga memperkuat hubungan antara amil zakat dan masyarakat luas.
5. Menjaga Harta dan Jiwa
Pekerjaan sebagai amil zakat juga merupakan sarana untuk menjaga harta dan jiwa. Dalam proses mengelola zakat, amil zakat berusaha untuk selalu ikhlas, jujur, dan menghindari sifat tamak atau rakus. Dengan begitu, amil zakat menjaga dirinya dari godaan duniawi dan memperoleh kedamaian batin. Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dikerjakan dengan ikhlas meskipun sedikit." (HR. Muslim)
Dengan demikian, menjadi amil zakat bukan hanya memberi keuntungan bagi orang lain, tetapi juga bagi diri mereka sendiri, baik dalam bentuk pahala, keberkahan hidup, maupun kedamaian jiwa.
Advertisement