Bid’ah Artinya Ajaran Baru atau Diada-adakan, Simak dari Contohnya

Bid'ah artinya bisa berupa perbuatan, keyakinan, atau pemahaman yang baru dalam agama Islam.

oleh Laudia Tysara diperbarui 29 Apr 2023, 15:00 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2023, 15:00 WIB
Muslim Afghanistan Berburu Berkah Lailatul Qadar
Umat muslim Afghanistan membaca Alquran di sebuah masjid di Kabul, Rabu (6/6). Jamaah beriktikaf memperbanyak membaca Al-Quran, berzikir, doa dan istigfar pada sepuluh malam terakhir Ramadan menanti datangnya malam Lailatul Qadar. (AP/Rahmat Gul)

Liputan6.com, Jakarta - Bid'ah artinya segala sesuatu yang diperkenalkan atau dilakukan dalam agama Islam yang tidak memiliki dasar atau landasan syariat yang jelas. Bid'ah artinya dalam Islam, berupa segala sesuatu yang diada-adakan dan tidak ditemukan dalam kitab suci Al-Quran, hadits, atau ijma' ulama.

Bid'ah bisa berupa perbuatan, keyakinan, atau pemahaman yang baru diperkenalkan dalam agama Islam. Dalam pandangan Islam, bid'ah artinya demikian dibagi menjadi dua macam, yaitu bid'ah hasanah dan bid'ah madzmumah.

Bid'ah hasanah adalah bid'ah yang baik, yaitu segala sesuatu yang diperkenalkan dalam agama Islam dan masih sejalan dengan ajaran Al-Quran, hadits, ijma', dan qiyas. Sedangkan, bid'ah madzmumah adalah bid'ah yang buruk atau tercela, yaitu segala sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Al-Quran, hadits, ijma', dan qiyas.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang bid’ah artinya dalam Islam, Sabtu (29/4/2023).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Baru dan Diada-adakan

Itikaf di Pakistan
Itikaf bertujuan meraih malam kemuliaan, dengan membaca Al-Quran, salat Tahajud, dan berzikir. (AP Photo/Muhammad Sajjad)

Menurut buku berjudul Lisan al Arab oleh Ibnu Manzur, bid'ah artinya berasal dari bahasa Arab dari kata dasar "bada'a" yang berarti "membuat dan memulai sesuatu yang baru." Bentuk lainnya adalah "al-bid'atu" yang berarti "sesuatu yang baru."

Kata ini terdapat dalam Alquran dalam surat Al-Baqarah ayat 117:

 

بَدِيْعُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَاِذَا قَضٰٓى اَمْرًا فَاِنَّمَا يَقُوْلُ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ

Artinya: “(Allah) pencipta langit dan bumi. Apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.”

 

Dalam pengertian umum, bid'ah artinya perbuatan yang tidak diperintahkan maupun dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW, tetapi dilakukan oleh sekelompok masyarakat dalam periode sesudah beliau wafat.

Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali oleh M. Abdul Mujieb dkk, menjelaskan bahwa bid’ah artinya cara baru dalam agama yang belum pernah dilakukan, baik oleh Rasulullah SAW maupun oleh para sahabat. Bid’ah artinya dalam Islam, berupa hukum syariat dalam ibadah secara berlebihan yang tidak ada dasar nash-nya, baik di dalam Al-Qur’an maupun hadis.

Perbuatan bid'ah dibatasi pengertiannya dalam urusan penambahan atau pengurangan ibadah khusus (mahdhah). Contohnya, seseorang menambah jumlah rakaat sholat subuh menjadi empat rakaat atau mengurangi rakaat sholat Isya menjadi tiga rakaat.

“Barang siapa yang membuat suatu perkara baru dalam urusan kami (agama) yang tidak ada asalnya, maka perbuatannya akan tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim)

Meskipun begitu, pengertian bid'ah dapat bervariasi menurut istilah yang digunakan. Kiai Haji Muhammad Hasyim Asyari mendefinisikan bid'ah artinya pembaruan khusus dalam perkara agama, yang seakan menjadi jenis ibadah baru dan bagian dari agama, padahal secara hakikat maupun bentuk tidak.

Sedangkan Imam Asy-Syathibi mendefinisikan bid'ah artinya sebagai jalan dalam agama yang diciptakan melebihi syariat, dengan tujuan berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah.

Menurut kamus al-Qaamuus, bid'ah artinya membuat hal baru dalam agama setelah sempurnanya agama. Atau, sesuatu yang diada-adakan setelah Nabi SAW, baik berasal dari hawa nafsu maupun amal perbuatan.


Hukumnya

Muslim Afghanistan Berburu Berkah Lailatul Qadar
Umat muslim Afghanistan membaca Alquran di sebuah masjid di Kabul, Rabu (6/6). Jamaah beriktikaf memperbanyak membaca Al-Quran, berzikir, doa dan istigfar pada sepuluh malam terakhir Ramadan menanti datangnya malam Lailatul Qadar. (AP/Rahmat Gul)

Hukum bid'ah dalam agama Islam berbeda-beda, ada yang haram, makruh, sunnah, wajib, dan mubah. Namun, secara umum, bid'ah dianggap sebagai perbuatan yang tidak diterima dalam agama karena tidak memiliki dasar nash-nya, baik di dalam Al-Qur’an maupun hadis.

Oleh karena itu, umat Islam harus berhati-hati dalam melaksanakan ibadah dan tidak melakukan perbuatan bid'ah yang dapat merusak keimanan dan menyesatkan.

Rasulullah SAW menegaskan bahwa semua perbuatan baru yang tidak memiliki asalnya dalam agama Islam adalah bid'ah dan perbuatan tersebut akan ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa berbagai jenis bid'ah dalam ibadah dan akidah adalah haram dan merupakan kesesatan.

Dalam hadis lain dari Imam Muslim, Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa perbuatan yang dilakukan tanpa perintah dari beliau juga akan ditolak. "Barang siapa mengerjakan apa-apa tanpa adanya perintah dari kami, maka perbuatannya itu tertolak." (HR. Muslim)

Menurut Hammud bin Abdullah Al-Mathr dalam bukunya berjudul Kumpulan Tanya Jawab Bid'ah dalam Ibadah, Rasulullah SAW telah menetapkan bahwa semua jenis bid'ah adalah kesesatan. Hal ini ditegaskan pula dalam hadis riwayat Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah.

"Jauhilah oleh kalian semua perkara-perkara baru. Sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid'ah. Dan setiap bid'ah adalah kesesatan." (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Menurut Al-Hafizh Ibnu Rajab dalam kitab Syarah Al-Arba'in, sabda Rasulullah SAW tersebut merupakan salah satu ungkapan singkat tapi sarat makna yang tidak mengecualikan sesuatu pun darinya. Ungkapan tersebut adalah prinsip yang sangat penting dalam pokok-pokok agama.

Dalam kitab Syarah Al-Nawawi ala Shahih Muslim, Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadis tersebut dimaksudkan untuk hal-hal baru yang buruk dan bid'ah yang tercela. Sementara itu, Imam Qurtubi dalam tafsirnya mengutip pernyataan Imam Syafi'i yang membagi bid'ah menjadi dua, yaitu bid'ah mahmudah (terpuji) dan bid'ah madzmumah (tercela).

Menurut Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 halaman 86-87, dijelaskan bahwa Imam Syafi'i membagi bid'ah menjadi dua macam, yaitu bid'ah mahmudah (terpuji) dan bid'ah madzmumah (tercela). Ini perbedaan keduanya:


1. Bid’ah Mahmudah

Itikaf 10 Malam Terakhir Ramadhan di Masjid Pakistan
Umat Muslim membaca al-Quran saat melakukan ibadah itikaf di sebuah masjid, di Peshawar , Pakistan, 22 April 2022. Itikaf adalah adalah tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan biasanya dilakukan sepuluh hari terakhir Ramadhan. (AP Photo/Muhammad Sajjad)

Bid'ah mahmudah atau dikenal juga dengan bid'ah hasanah adalah bid'ah yang baik dan memiliki keutamaan. Artinya, meskipun mengada-ada atau melebih-lebihkan, perbuatan tersebut masih sejalan dengan Al Quran, hadits, ijma', dan qiyas.

Bid'ah ini memiliki hukum yang berbeda-beda, tergantung pada konteks dan keterkaitannya dengan aspek-aspek keagamaan. Ada yang hukumnya wajib, sunnah, mubah, dan makruh.

Salah satu contoh bid'ah mahmudah adalah kisah yang termaktub dalam sebuah hadits. Diriwayatkan dari Umar bin Khatab, beliau berkata tentang sholat tarawih yang mana ia berijtihad untuk melaksanakannya di Masjid Nabawi dan menugaskan Ubay bin Ka'b untuk menjadi imam.

Padahal, sebelumnya orang mengerjakannya secara terpisah karena tidak ada aturan mengenai tata caranya. Kemudian, al-Faruq r.a mengumpulkan orang-orang tersebut dalam satu qari' dan satu imam. Saat melihat kesatuan jamaah yang padu dan barisan yang rapat di belakang seorang imam, Umar berkata, "Ini adalah sebaik-baik bid'ah."

2. Bid’ah Hasanah

Kebalikan dari bid'ah hasanah, ada bid'ah madzmumah merupakan bid'ah yang tidak memiliki dasar yang kuat dalam Al Quran, hadits, ijma', maupun qiyas. Maka dari itu, bid'ah madzmumah hukumnya haram dan tidak diperbolehkan dalam agama Islam.

Bid'ah madzmumah dapat berupa pengembangan baru dalam ibadah, akidah, atau adat istiadat yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Contohnya adalah mengikuti aliran-aliran menyimpang yang mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan ajaran Islam, terutama terkait aqidah seperti menyatakan Allah punya tangan, kaki, wajah, dan dapat berjalan atau duduk, mengubah tata cara pelaksanaan ibadah yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti sholat menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa lain, dan lain-lain.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya