6 Gejala DBD Pada Anak, Begini Fase dan Pertolongan Pertamanya

Gejala DBD pada anak bisa terlihat dari kondisi fisiknya.

oleh Laudia Tysara diperbarui 28 Jun 2023, 07:30 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2023, 07:30 WIB
Menjadi Obat Herbal Malaria
Ilustrasi Gigitan Nyamuk | Credit: pexels.com/icon

Liputan6.com, Jakarta DBD atau Demam Berdarah Dengue merupakan infeksi virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Infeksi virus ini rentan menginfeksi anak-anak karena lingkungan bermainnya. Maka dari itu, penting mengetahui gejala DBD pada anak.

Gejala DBD pada anak bisa terlihat dari kondisi fisiknya. Mulai dari suhu tubuh, kulit, nyeri yang dialami, sampai respon sistem pencernaannya. Gejalanya juga mirip dengan masuk angin yang kerap dialami anak-anak.

Mengetahui gejala DBD pada anak ini penting dilakukan karena dampaknya cukup berbahaya jika dibiarkan. Anak yang mengalami DBD dan tak segera mendapat penanganan, bisa sampai mengalami kematian.

Berikut Liputan6.com ulas gejala DBD pada anak dari berbagai sumber, Senin (19/10/2020).

Gejala DBD Pada Anak

Ilustrasi demam | Gustavo Fring dari Pexels
Ilustrasi demam | Gustavo Fring dari Pexels

Demam 40 Derajat Celcius

Gejala DBD pada anak adalah demam tinggi yang mencapai 40 derajat Celcius. Kondisi demam ini pun tak hanya berlangsung satu hari, tetapi bisa berhari-hari. Umumnya 2-7 hari berturu-turut.

Di sinilah pentingnya mengecek suhu tubuh dengan alat. Demam karena DBD berbeda dengan demam lainnya. Perbedaan ini pun nampak dari suhu yang tertera dan mustahil dideteksi dengan tangan.

Demam karena infeksi virus dan bakteri disertai batuk, pilek, dan flu. Sementara demam karena DBD tak disertai gejala seperti itu. Melainkan nyeri kepala, menggigil, lemas, dan merasa nyeri di belakang mata sampai tulang.

Timbul Ruam

Gejala DBD pada anak bisa dikenali dari ruam yang ditimbulkannya. Ruam ini sedikit berbeda dengan ruam kulit biasanya. Ruam karena DBD muncul seperti bekas gigitan nyamuk. Tidak bersisik, tidak mengelupas, dan tidak gatal.

Ruam ini muncul di beberapa bagian tubuh anak. Mulai dari wajah, leher, telapak tangan, kaki, dada, dan lain-lain. Berbeda pula dengan ruam karena alergi yang harus diobati. Ruam karena DBD bisa hilang sendiri setelah satu minggu berlalu.

Gejala DBD Pada Anak

Ilustrasi Mimisan
Ilustrasi Mimisan | (sumber: iStockphoto)

Pendarahan

Jangan menyepelekan perdarahan yang terjadi di hidung dan gusi. Apalagi kalau kondisi ini terjadi pada anak-anak. Perdarahan semacam ini bisa menjadi salah satu gejala DBD pada anak.

Perdarahan ini terjadi secara tiba-tiba. Mirip dengan perdarahan umum yang biasanya terjadi. Hanya saja perdarahan gusi DBD beberapa diantaranya tak disertai pembengkakan. Tidak terasa sakit seperti ketika mengalami gingivitis.

Sementara perdarahan di hidung akibat DBD menandakan DBD sudah menjadi penyakit. Umumnya perdarahan di hidung disebabkan karena pembuluh darah hidung sudah pecah.

Kondisi ini mirip dengan perdarahan alergi, benturan, hidung kering, dan kelainan. Bedanya, perdarahan hidung DBD disertai gejala DBD lainnya.

Muntah

Anak yang mengalami nyeri perut dan muntah tak boleh diabaikan. Kondisi ini bisa menjadi salah satu gejala DBD pada anak. Memang mirip dengan muntah karena gangguan pencernaan biasanya. Terasa sangat mual di awal dan tidak nyaman, bisa berlangsung selama 2-4 hari.

Muntah karena DBD biasanya sampai muncul bercak darah. Kondisi ini menandakan adanya gangguan pembekuan darah. Jika gangguan pembekuan darah sudah terjadi disertai gejala lain menyertai, pemeriksaan harus dilakukan.

Gejala DBD Pada Anak

Ilustrasi Trombosit
Ilustrasi Trombosit | (credit gambar: healthline.com)

Nyeri

Persis seperti gejala masuk angin biasanya. Gejala DBD pada anak juga menyebabkan nyeri di beberapa bagian tubuh. Menjalar dari otot sampai sendi, bikin tubuh menggigil dan berkeringat.

Bagian belakang mata terasa sakit dan menusuk karena sakit kepala yang dialami. Sakit kepalanya akan menjalar dari dahi dan cenut-cenut. Pada kondisi ini, anak pasti akan terlihat sangat lesu dan kelelahan.

Nafsu makan anak juga berkurang drastis. Kondisi ini memang lumrah terjadi apalagi jika anak mengalami mual dan muntah berulang kali. Meski begitu, kondisi ini sangat membahayakan sistem imun anak yang akan semakin menurun.

Trombosit Turun

Gejala DBD pada anak yang paling bisa dikenali adalah ketika trombositnya terus menurun. Trombosit yang terus turun ini sejalan dengan demam yang dialami anak berhari-hari dan nafsu makannya yang menurun. Solusinya bisa dengan melakukan tes darah, agar kontrol trombosit bisa lebih dimaksimalkan.

Pada kondisi seperti ini, penanganan medis harus segera dilakukan. Apalagi jika anak mengalami demam disertai sakit perut hebat, perdarahan, dan hipotensi. Jika terus dibiarkan saja, kemungkinan terburuknya bisa terjadi, yakni kematian.

Fase Demam Berdarah

Ilustrasi anak sakit
Ilustrasi demam

Fase Demam

Pada fase DBD ini, sistem imun Anda sedang melawan invasi kuman, dalam hal ini virus dengue. Fase demam pada demam berdarah sangat khas, yaitu demam mendadak tinggi hingga 39 derajat Celsius. Fase demam dapat terjadi 2-7 hari. Tak hanya demam, pasien juga dapat mengeluhkan gejala lain seperti nyeri otot, sakit kepala, mual dan muntah, serta rasa sakit di belakang mata.

Fase Kritis

Fase DBD yang kritis terjadi sekitar  2-3 hari pada hari ke 4-5 demam. Pada siklus DBD ini terjadi saat demam menurun, sehingga banyak diremehkan dan dianggap sebagai fase penyembuhan.

Padahal, siklus DBD dalam kondisi kritis dan sangat berbahaya jika tidak ditangani dengan baik. Pada siklus DBD ini, dapat terjadi perdarahan dan kebocoran plasma darah (plasma leaked).

Kondisi ini terjadi akibat plasma darah keluar dari saluran pembuluh darah karena celah pada sel endotel terus membesar. Keluhan yang timbul dapat berupa nyeri perut, mimisan, muntah-muntah, sesak, dan pembesaran organ hati.

Fase Penyembuhan

Setelah melewati fase DBD kritis – jika tidak terjadi kebocoran plasma – maka pasien akan memasuki fase DBD penyembuhan. Pada siklus ini, pasien dapat kembali mengalami demam setelah pada siklus kritis tidak ditemui demam. Namun, kondisi pasien akan berangsur-angsur membaik sehingga tidak perlu dikhawatirkan.

Ketiga fase ini sama-sama dialami oleh segala kelompok usia, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Namun, anak-anak lebih rentan mengalami kebocoran plasma pada fase kritis.  

Pertolongan Pertama Demam Berdarah

ilustrasi anak tidur/pexels
Ilustrasi anak tidur | Pexels

Konsumsi Banyak Cairan

Pasien diharuskan mengonsumsi banyak cairan untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Jika dehidrasi dibiarkan maka akan mengakibatkan penurunan trombosit dan syok. Inilah yang dapat mengancam nyawa pasien demam berdarah hingga kematian.

Konsumsi cairan yang dianjurkan adalah 2–3 liter per hari. Beberapa pilihannya adalah air putih, jus buah, susu, dan larutan oralit. Hindari minuman bersoda dan kafein karena berpotensi menarik cairan keluar dari tubuh.

Istirahat Total

Pasien diharapkan untuk beristirahat total selama masih demam maupun fase syok. Penting juga untuk selalu memonitor kadar trombosit dan kadar sel darah merah sampai mencapai batas normal kembali.

Kompres

Demam Berdarah Mirip dengan Demam Tifoid. Untuk mengatasi demam, lalukan kompres. Kompres tidak hanya pada dahi saja tetapi seluruh tubuh, termasuk ketiak, kepala, dan selangkangan. Hal ini berfungsi untuk mentransfer suhu panas ke handuk kompres.

Pertolongan Pertama Demam Berdarah

Ilustrasi obat batuk | pexels.com
Ilustrasi obat | pexels.com

Obat Penurun Panas

Obat penurun panas dapat diberikan untuk mengurangi demam, misalnya parasetamol. Namun, jangan lupa catat jam terjadinya demam untuk informasi ketika mengunjungi dokter.

Terdapat beberapa fase demam pada demam berdarah, termasuk fase kritis selama 2–3 hari. Pada fase kritis inilah, suhu tubuh yang menurun sering dikira sebagai tanda penyembuhan, padahal justru ini adalah fase yang berbahaya. Anda harus tetap waspada akan kemungkinan terjadinya syok.

Pemeriksaan Darah

Selain memperhatikan pertolongan pertama tersebut, pada hari ke-3 demam sebaiknya pasien melakukan pemeriksaan darah di laboratorium. Hal ini bertujuan untuk mengetahui angka trombosit dan apakah pasien harus dirawat di rumah sakit atau bisa dirawat di rumah.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya