Kisah Wanita Penderita Psoriasis Berdamai dengan Kondisinya, Inspiratif

Bagi Rebecca, sulit untuk benar-benar belajar mencintai diri sendiri dengan kondisi kulitnya.

oleh Fitriyani Puspa Samodra diperbarui 13 Agu 2023, 11:00 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2023, 11:00 WIB
Kisah Wanita Penderita Psoriasis Berdamai dengan Kondisinya, Inspiratif
Kisah Wanita Penderita Psoriasis Berdamai dengan Kondisinya, Inspiratif (Sumber: yourtango.com)

Liputan6.com, Jakarta Mencintai dirinya adalah hal yang harus dipelajari oleh Rebecca Jane Stokes setiap hari, meskipun dia dihadapkan pada tantangan karena kondisi kesehatan kulitnya. Suatu malam ia terbangun karena merasakan gatal di pinggul kanannya, Rebecca tidak terlalu mempermasalahkannya, dia hanya menggaruknya. 

Malam berikutnya, rasa gatal kembali membuatnya terbangun di tengah malam, Rebecca pun merasa kesal pada kulitnya yang sensitif. Ia kemudian mengoleskan krim antihistamin pada bercak merah sumber rasa gatal yang menganggunya, dan kembali tidur. Ketika bangun keesokan paginya, bercak merah kecil itu ditutupi oleh lapisan sisik perak. Saat itulah Rebecca tahu dia menderita psoriasis

Bagi Rebecca, sulit untuk benar-benar belajar mencintai diri sendiri dengan kondisi kulit demikian. Berikut perjalanan Rebecca Jane Stokes berdamai dengan kondisinya sebagai penderita peradangan kulit Psoriasis, dirangkum Liputan6.com dari laman yourtango.com, Minggu (13/8/2023).

Memiliki Masalah Kesehatan Sejak Muda

Kisah Wanita Penderita Psoriasis Berdamai dengan Kondisinya, Inspiratif
Kisah Wanita Penderita Psoriasis Berdamai dengan Kondisinya, Inspiratif (Sumber: yourtango.com)

Rebecca dihadapkan dengan tantangan untuk mencintai dirinya sendiri sejak masih muda. Ketika dia berusia 14 tahun, muncul jerawat yang begitu parah di wajahnya. Suatu saat ketika makan pagi bersama keluarganya, ayahnya melihatnya dengan tatapan aneh, seolah-olah dia sedang makan daging manusia.

Pada periode waktu yang sama, juga muncul kutil di jari dan kakinya. Kemudian, tahi lalatnya mulai pun tumbuh di tubuhnya. Pemeriksaan kulit tahunan ditambahkan ke jadwal kunjungan dermatologisnya yang sudah cukup padat.

Dia mengira semua berbagai masalah kulit tersebut akan hilang seiring waktu, dan memang begitu adanya. Orang mengatakan bahwa dia telah diberkati dengan kulit yang “bagus”,  tapi mereka tidak tahu bahwa banyak waktu, uang, upaya, dan percobaan gagal yang dilakukan untuk membuat kondisi kulitnya membaik. 

Dia tidak lagi memiliki kutil sejak salah satu kutil di jarinya dipotong. Tentu saja prosedur pemotongan kutil ono meninggalkan bekas luka kecil yang selalu mengingatkannya pada kutil yang tumbuh disana.

Ibu Rebecca Memiliki Kondisi yang Sama

Setelah memotong kutil yang ada di tubuhnya Rebecca mengira, selain keriput yang akan dia dapatkan ketika menua dan tahi lalat yang harus dihilangkan, Ia merasa dirinya sudah melewati masalah kulitnya.

Namun, dia salah Rebecca dan ibunya memiliki banyak masalah kesehatan yang sama. Ketika dia kuliah, ibunya mengalami psoriasis yang menyakitkan di seluruh tubuhnya, terutama di tempat-tempat di mana pakaian menempel erat, seperti pinggang maupun area lingkar dada tempat bra dipakai.

Rebecca menemani ibunya ke dokter, mencari cara-cara alami untuk mengobati masalah tersebut. Ibunya sempat bercerita tentang bagaimana dia mengubah dietnya untuk membuat kondisi kulitnya lebih baik. Tetapi saat itu, Rebecca tidak pernah berpikiran bahwa jika ibunya mengalami psoriasis, kemungkinan dia juga akan mengalami hal yang sama.

Ketika dia melihat bercak merah di pinggulnya, dia panik dan minta pendapat ibunya. Dia mengirimkan foto bercak merah itu kepada ibunya untuk mengkonfirmasi, dan ketika ibunya setuju bahwa itulah yang sedang terjadi, dia segera pergi ke dokter kulit. Dokter yang melihat beberapa sendinya bengkak berkata, "Wow, tampaknya nasibmu tidak pernah berubah, ya?" Meskipun kesal, tapi perkataan dokter membuat Rebecca merasa lebih baik.

Rebecca kembali teringat pada setiap kunjungan ke dokter kulit tersebut. Ia telah menjalani berbagai prosedur, seperti memotong tahi lalat, memotong kutil, menyuntik jerawat, mengelola bekas luka dari cacar. Nampaknya Rebecca memang kurang beruntung dalam undian genetik.

Psoriasis telah memberikan pukulan ganda pada hati dan percaya dirinya. Psoriasis membuatnya merasa down dan merasa kesal pada dirinya sendiri. Padahal, dia sudah mencoba berbagai cara untuk memperbaiki kondisi kulitnya yang berlemak dan penuh bekas luka. Tapi sekarang dia malah mengutuk dirinya sendiri dan tubuhnya.

Dalam kepalanya, dia dengar suara yang jahat, yang mengatakan dia tidak pantas merasa cantik. Dia merasa buruk, rasa benci pada diri sendiri datang begitu cepat sehingga nafasnya tersengal-sengal. Rebecca kaget dengan dirinya sendiri, dia selalu mengatakan bahwa hal-hal eksternal tidak penting, dan bagaimana semua manusia itu cantik

Tetapi hanya dengan satu bercak psoriasis dia telah kehilangan kendali dan merasa jijik pada dirinya sendiri, pada tubuh jeleknya. Betapa cepatnya kebencian itu berkembang menjadi yang merasuk pada jiwanya yang patut disayangkan.

Mencintai Diri Sendiri Bukan Proses yang Mudah

Kisah Wanita Penderita Psoriasis Berdamai dengan Kondisinya, Inspiratif
Kisah Wanita Penderita Psoriasis Berdamai dengan Kondisinya, Inspiratif (Sumber: yourtango.com)

Rebecca berpikir kisah perjalanan berdamai dengan kondisi kulitnya layak untuk dibagikan. Dia sering mengatakan bahwa mencintai diri sendiri bukanlah pertempuran tanpa akhir. Rebecca berpikir bahwa kondisinya sudah membaik , namun kemudian tiba-tiba dia duduk di ruang dokter lagi. Merasa lebih baik di satu waktu, tapi kadang-kadang merasa buruk lagi adalah hal yang wajar dialami oleh semua orang.

Saat ini, Rebecca Jane Stokes tidak merasa baik tentang penampilannya. Dia tidak memakai riasan, dan panasnya hari membuat wajahnya berkilau karena minyak. Ada ruam kemerahan di sekitar hidung dan dagunya. Rebecca tidak nyaman dengan bra-nya. Ketika dia melihat dirinya di cermin, dia merasa gemuk, jelek, dan tidak berharga.

Tapi Rebecca tahu dia bisa mengubah perasaannya. Ini bagian dari belajar mencintai diri sendiri. Tidak ada momen ajaib, dia tidak akan merasa seperti ini selamanya. Jika dia merasa buruk, Rebecca akan berkata pada dirinya sendiri untuk berhenti memikirkan hal buruk. Dia akan menerima pikiran negatifnya, tapi dia tahu itu cuma omong kosong. Dia tahu sebenarnya dia mencintai dirinya sendiri.

Keesokan harinya mungkin dia merasa lebih baik, atau mungkin tidak. Tapi yang pasti, Rebecca tahu bahwa dia tidak akan merasa jelek selamanya. Dia punya cara untuk merasa lebih baik, bahkan saat sulit.

Banyak orang yang mengatakan bahwa “kita harus mencintai diri kita sendiri," tetapi mereka tidak pernah berbicara tentang betapa sulitnya cinta diri sendiri sebenarnya. Sebelum kita bisa mencintai orang lain, kita harus belajar bagaimana mencintai diri kita sendiri dengan proaktif, termasuk segala kondisi seperti tahi lalat, kutil, psoriasis, dan semua hal.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya