Bahaya Limbah Batu Bara Terhadap Pencemaran Udara dan Air di Indonesia, Bagaimana Pencegahannya?

Upaya kolaboratif pemerintah, industri, dan masyarakat menjadi kunci menghadapi ancaman nyata pencemaran udara dan air akibat limbah batu bara.

oleh Laudia Tysara diperbarui 16 Agu 2023, 19:15 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2023, 19:15 WIB
Polusi Udara Jakarta
Kendaraan melintas saat kabut polusi menyelimuti Jakarta, Kamis (27/7/2023). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ancaman serius dari limbah batu bara terhadap pencemaran udara dan air di Indonesia belum mendapatkan penanganan yang memadai. Emisi gas beracun dan partikel halus yang berasal dari pembakaran batu bara dalam industri dan pembangkit listrik, terus mengancam kualitas udara di banyak wilayah. Partikel-partikel PM2.5 misalnya, dapat menyebabkan gangguan pernapasan, penyakit jantung, dan dampak buruk pada kesehatan manusia. 

Selain itu, dampak pencemaran air oleh limbah batu bara juga perlu diperhatikan. Pembuangan abu dan limbah cair dari industri batu bara dapat mencemari sungai dan laut. Ini mengancam ekosistem perairan dan ketersediaan air bersih. Polutan berbahaya seperti arsenik dan bahan kimia beracun dapat mengendap dalam air tanah dan mengancam kesehatan manusia serta lingkungan secara keseluruhan.

Meskipun ada beberapa upaya yang dilakukan, seperti regulasi dan langkah-langkah teknis, tantangan besar tetap ada dalam menangani bahaya limbah batu bara. Diperlukan tindakan yang lebih komprehensif, termasuk investasi dalam teknologi bersih, penegakan regulasi yang ketat, dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang dampak buruk dari penggunaan batu bara.

Upaya kolaboratif dari pemerintah, industri, dan masyarakat akan menjadi kunci dalam menghadapi ancaman nyata ini terhadap lingkungan dan kesehatan di Indonesia. Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang bahaya limbah batu bara terhadap pencemaran udara dan air di Indonesia, Rabu (16/8/2023).

Batu Bara Menyebabkan Kematian Dini Akibat Polusi Udara

Polusi Udara Jakarta
Berdasarkan data indeks standar pencemaran udara maksimum dari aplikasi JAKI, tampak ada perbedaan kualitas udara di setiap wilayah Jakarta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Batu bara adalah bahan bakar fosil yang paling umum digunakan dalam sektor energi. Keberadaannya, nyata menjadi penyebab utama permasalahan lingkungan yang serius di seluruh dunia. Menurut laporan yang dikeluarkan oleh Badan Energi Internasional (IEA), sekitar 44% dari total emisi karbon dioksida (CO2) global berasal dari pembakaran batu bara.

Efek paling merugikan dari emisi gas rumah kaca (GHG) ini adalah mempercepat perubahan iklim, yang pada gilirannya berkontribusi pada kenaikan suhu global, pencairan es, dan peristiwa cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi.

Bukan hanya perubahan iklim yang menjadi dampak serius dari limbah batu bara. Hasil pemodelan atmosfer yang dilakukan oleh tim peneliti dari Harvard University - Atmospheric Chemistry Modeling Group (ACMG) telah mengungkapkan implikasi kesehatan yang sangat mengkhawatirkan.

Operasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara diketahui telah menyebabkan sekitar 6.500 kematian dini setiap tahunnya. Penyakit jantung, stroke, penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru-paru, serta berbagai gangguan pernapasan lainnya menjadi akibat nyata dari paparan polusi udara yang berasal dari batu bara.

Terlebih lagi, hasil pemodelan ini juga menyoroti bahwa penyakit-penyakit tersebut bukanlah satu-satunya dampak kesehatan yang harus dikhawatirkan. Partikel-partikel mikroskopik berukuran PM2.5 yang terbentuk akibat pembakaran batu bara memiliki kemampuan untuk menembus hingga ke dalam sistem pernapasan manusia dan bahkan masuk ke dalam aliran darah. Dalam jangka panjang, paparan terhadap PM2.5 dapat menyebabkan peningkatan risiko penyakit jantung, gangguan pernapasan kronis, dan dalam kasus yang paling parah, kematian dini.

Awalnya, pemerintah telah mengklasifikasikan limbah batu bara atau FABA (Fly Ash Bottom Ash) sebagai limbah berbahaya (B3) karena potensinya dalam mengandung bahan beracun. Namun, seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan dalam kebijakan yang mengarah pada penilaian ulang terhadap sifat limbah ini.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana menjelaskan kepada media alasannya. Melalui uji karakteristik beracun seperti TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) dan LD-50 (Lethal Dose 50) ini aman. Hasil pengujian menunjukkan zat yang berpotensi mencemari, yang dihasilkan dari PLTU, memiliki konsentrasi yang lebih rendah daripada batas yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021.

 

 

Indonesia Pengekspor Batu Bara Terbesar 2023

Geliat Bongkar Muat Batu Bara di Tengah Larangan Ekspor
Pekerja saat menyelesaikan aktivitas bongkar muat batu bara di Pelabuhan PT KCN Marunda, Jakarta Utara, Rabu (5/1/2022). Kebijakan itu diambil setelah mengetahui bahwa PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) mengalami krisis pasokan batubara hingga akhir 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Indonesia adalah salah satu pengekspor batu bara terbesar di dunia urutan ketiga pada 2023 setelah China dan India, menurut data yang dilaporkan Global Fire Power. Peningkatan ekspansi PLTU batu bara yang di Indonesia diperkirakan oleh Greenpeace akan mencatat angka kematian dini akibat polusi udara naik drastis menjadi 15.700 jiwa per tahun di dalam negeri. Maka, total mencapai 21.200 jiwa per tahun secara global.

Selain itu, dampak kesehatan bukan hanya terbatas pada wilayah Indonesia. Menurutnya, polusi udara yang dihasilkan oleh PLTU batu bara juga menyebabkan masyarakat terpapar bahan beracun, ozon, dan logam berat. Tingginya konsentrasi partikel PM2.5 yang dihasilkan oleh batu bara berkontribusi pada penyebaran penyakit dan masalah kesehatan serius.

Data terbaru, seperti yang dipantau oleh Liputan6.com di laman website resmi AQ Air, pada tanggal 16 Agustus 2023, DKI Jakarta kini menduduki posisi kelima dalam daftar kota di Indonesia dengan tingkat polusi udara tertinggi. Pada posisi pertama ada di Tangerang Selatan, Banten. Hal ini menunjukkan masalah polusi udara dan dampak kesehatan yang disebabkan oleh limbah batu bara masih menjadi tantangan yang relevan dan mendesak untuk diatasi.

Beberapa wilayah di Indonesia, tingkat polusi udaranya telah mencapai tingkatan yang mengkhawatirkan. Sebuah laporan yang dirilis menyajikan informasi mengenai indeks kualitas udara serta dampaknya pada kesejahteraan masyarakat. Beberapa daerah yang teridentifikasi dengan tingkat polusi udara tinggi adalah:

1. Tangerang Selatan, Banten

Indeks sebesar 185, kualitas udara di wilayah ini masuk dalam kategori "Tidak Sehat." Hal ini mengisyaratkan adanya konsentrasi polutan yang melebihi batas aman, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan penduduk.

2. Serang, Banten

Indeks kualitas udara sebesar 174, wilayah ini juga dinyatakan "Tidak Sehat." Polusi udara yang signifikan dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan masalah kesehatan lainnya.

3. Terentang, Kalimantan Barat

Indeks kualitas udara mencapai 170, yang berada dalam kategori "Tidak Sehat." Tingkat polusi yang tinggi di wilayah ini mengingatkan akan perlunya tindakan untuk mengurangi emisi polutan.

4. Kota Tangerang, Banten

Indeks 162, kualitas udara juga dinilai "Tidak Sehat." Tingkat polusi yang tinggi dapat berkontribusi pada peningkatan risiko penyakit pernapasan dan kesehatan.

5. DKI Jakarta 

Indeks kualitas udara sebesar 158 menempatkan Jakarta dalam kategori "Tidak Sehat." Ini menunjukkan tingginya paparan polusi udara di ibu kota, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan warganya.

6. Ubud, Bali

Indeks 155, wilayah ini juga memiliki kualitas udara "Tidak Sehat." Peningkatan polusi udara di daerah pariwisata ini dapat mengancam kesejahteraan wisatawan dan penduduk setempat.

7. Surabaya, Jawa Timur

Indeks kualitas udara mencapai 152, yang menandakan tingkat polusi yang tinggi dan kondisi udara "Tidak Sehat."

8. Semarang, Jawa Tengah

Indeks 145, kualitas udara dikategorikan "Tidak Sehat bagi kelompok sensitif." Ini menggarisbawahi adanya risiko kesehatan khususnya bagi kelompok yang lebih rentan.

9. Sleman, Yogyakarta

Indeks 138, kualitas udara di wilayah ini juga "Tidak Sehat bagi kelompok sensitif." Hal ini mengingatkan akan perlunya perlindungan khusus bagi kelompok penduduk yang lebih rentan terhadap efek negatif polusi udara.

10. Bengkulu, Bengkulu

Meskipun dalam tingkatan "Tidak Sehat bagi kelompok sensitif," indeks 122 tetap menunjukkan adanya potensi risiko kesehatan yang perlu diwaspadai.

 

Merusak Ekosistem Air Tanah dan Air Laut

FOTO: Ekspor Batu Bara Indonesia Melesat
Kapal tongkang pengangkut batu bara lepas jangkar di Perairan Bojonegara, Serang, Banten, Kamis (21/10/2021). Ekspor batu bara menjadi penyumbang terbesar dengan kontribusi mencapai 70,33 persen dan kenaikan hingga 168,89 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Limbah batu bara telah menjadi sumber pencemaran yang serius terhadap air tanah dan laut, mengancam lingkungan dan kesehatan manusia secara luas. Kolam penampungan abu sisa pembakaran di pembangkit listrik tenaga batu bara menjadi salah satu sumber utama pencemaran air tanah.

Ini dijelaskan dalam laporan penelitian berjudul "Poisonous Coverup: The Widespread Failure of the Power Industry to Clean Up Coal Ash Dumps" yang diterbitkan oleh lembaga Earthjustice dan the Environmental Integrity Project pada tahun 2022. Sebanyak 91% pembangkit listrik tenaga batu bara di Amerika Serikat (265 dari 292 PLTU) diketahui telah mencemari air tanah dengan polutan beracun.

Salah satu zat beracun yang seringkali ditemukan dalam air tanah tercemar adalah arsenik. Arsenik merupakan karsinogen yang terkait dengan berbagai jenis kanker. Menurut laporan tersebut, tingkat arsenik yang melebihi batas aman telah terdeteksi dalam air tanah tercemar.

Laporan ini juga mengungkapkan peningkatan konsentrasi lithium sebesar 60%, yang dikaitkan dengan kerusakan neurologis. Ini menggarisbawahi dampak merugikan yang dapat diakibatkan oleh limbah batu bara terhadap kualitas air tanah.

Data yang dihimpun dari laman website resmi U.S. Environmental Protection Agency (EPA) mengungkapkan, bahwa tumpahan abu batu bara dapat menyebabkan bencana lingkungan yang signifikan. Misalnya, seperti bencana tumpahan abu di Stasiun Pembangkitan Sungai Dan Duke Energy hampir menyebabkan 160 kasus kontaminasi air di seluruh Amerika Serikat. Limbah batu bara yang tidak dikelola dengan benar dapat mencemari berbagai saluran air, air tanah, air minum, dan bahkan udara.

Pencemaran Air Akibat Batu Bara yang Terjadi di Indonesia

Penelitian yang dilakukan oleh Harwindah dalam penelitian berjudul "Identifikasi Pencemaran Perairan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Teluk Sepang" menunjukkan dampak serupa. Dampak pencemaran air akibat limbah batu bara dapat berdampak langsung pada ekosistem perairan.

PLTU Teluk Sepang, sebagai contoh, telah dikaitkan dengan kematian sejumlah penyu sisik. Selain itu, nelayan juga mengalami dampak negatif, harus melaut lebih jauh untuk mencari ikan karena kualitas air dan lingkungan perairan tercemar.

Bukan hanya air tanah yang terancam oleh pencemaran akibat limbah batu bara, tetapi juga laut. Limbah berbentuk cair seperti air buangan regenerasi WTP, boiler blowdown, airheater blowdown, desalination blowdown, domestic waste water, hydrogen plant, serta sistem air pendingin PLTU seringkali dibuang langsung ke laut atau sungai. Ini dapat menyebabkan tercemarnya ekosistem laut dan mengancam keberlanjutan lingkungan laut.

Hasil analisis yang telah dilakukan oleh Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menunjukkan regulasi mengenai baku mutu air limbah dari pembangkit listrik tenaga batubara masih tergolong lemah. Kelemahannya soal pencemaran air laut.

Aturan yang berlaku saat ini Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Termal. Ini berlandaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Menurut kajiannya, aturan ini tidak mencakup pengaturan mengenai limbah cair yang dibuang ke laut. Hal tersebut dapat mengakibatkan ketidaksesuaian dalam mengatur baku mutu air limbah PLTU batubara yang dibuang ke laut.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya