Zionis Adalah Gerakan Politik Bangsa Yahudi Israel, Simak Sejarahnya

Zionis adalah sebuah gerakan politik yang dilakukan oleh bangsa Yahudi untuk menciptakan negara Israel yang merdeka.

oleh Laudia Tysara diperbarui 28 Agu 2023, 13:40 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2023, 13:40 WIB
FOTO: Front Demokratik untuk Pembebasan Palestina Gelar Parade di Jalanan Kota Gaza
Militan Front Demokratik untuk Pembebasan Palestina (DFLP) berbaris melewati sebuah bangunan yang hancur oleh serangan udara selama parade di jalanan Kota Gaza, Selasa (8/6/2021). Gencatan senjata mengakhiri perang 11 hari antara Hamas sebagai penguasa Gaza dengan Israel. (AP Photo/Felipe Dana)

Liputan6.com, Jakarta - Zionis adalah sebuah gerakan politik yang dilakukan oleh bangsa Yahudi untuk menciptakan negara Israel yang merdeka. Tujuannya adalah untuk memberikan tempat aman bagi bangsa Yahudi di tanah air historis mereka. Gerakan ini muncul sebagai respons terhadap penindasan dan penganiayaan yang dialami oleh bangsa Yahudi di berbagai tempat, terutama di Eropa.

Pendiri gerakan Zionis adalah Theodor Herzl, seorang wartawan Yahudi pada akhir abad ke-19. Dia mendukung ide bahwa bangsa Yahudi harus memiliki negara mereka sendiri di tanah air mereka yang dulu. Puncak dari gerakan zionis terjadi pada tahun 1948 ketika negara Israel akhirnya didirikan. Namun, hal ini juga memicu konflik dengan bangsa Palestina yang mengklaim wilayah yang sama.

Bangsa Yahudi meyakini ini tanah leluhur mereka, terutama di wilayah yang saat ini dikenal sebagai Israel. Gerakan zionis mencerminkan aspirasi bangsa Yahudi untuk memiliki tempat yang aman dan merdeka di tanah yang mereka anggap sebagai pusat sejarah dan budaya mereka. Meskipun berhasil menciptakan negara Israel, gerakan ini juga menjadi sumber kontroversi dan konflik yang masih berlanjut hingga saat ini.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang gerakan zionis, paham zionis, kaum zionis, dan sejarahnya, Senin (28/8/2023).

Gerakan Politik Bangsa Yahudi Israel

FOTO: Hidup di Antara Reruntuhan Bangunan Usai Konflik Hamas - Israel
Warga Palestina berkumpul dekat reruntuhan bangunan yang hancur selama konflik antara Hamas dan Israel pada Mei 2021 di Beit Hanun, Jalur Gaza, Senin (7/6/2021). Hamas dan Israel gencatan senjata setelah perang selama 11 hari. (MAHMUD HAMS/AFP)

Zionis adalah sebuah gerakan politik yang berawal pada tahun 1897, ketika pendirinya, seorang wartawan Yahudi bernama Theodor Herzl, merumuskan ide untuk menciptakan sebuah negara Yahudi yang merdeka. Puncak dari perjuangan gerakan zionis adalah pembentukan negara Israel pada tanggal 14 Mei 1948.

Namun, penciptaan negara dari gerakan zionis tidak terlepas dari kontroversi, karena tanah yang dijadikan negara Israel pada saat itu adalah tanah milik bangsa Palestina. Ini yang menyebabkan konflik berlarut-larut di Timur Tengah.

Taktik penjajahan yang diadopsi oleh zionis Israel dalam menguasai Palestina tidak hanya mencakup pengusiran paksa, pendudukan militer, atau pengubahan identitas. Melainkan juga melibatkan tindakan pembunuhan terhadap warga Palestina yang dianggap sebagai ancaman.

Dalam penelitian berjudul Ideologi Zionisme Dalam Timbangan Teologi Islam: Kajian Atas Rasisme dalam Pemikiran Zionisme (2021) oleh M. Kholid Muslih, dkk, zionis atau zionisme digambarkan sebagai salah satu agenda besar bangsa Yahudi untuk menguasai dunia. Ideologi gerakan ini dikritik karena dianggap jauh dari nilai kemanusiaan.

Ideologi zionis adalah didasarkan pada Kitab Talmud dan Protocols of Zion. Isinya menegaskan bahwa bangsa Yahudi merupakan bangsa terbaik di dunia, sedangkan bangsa lain dianggap bukan keturunan Adam bahkan dianggap hewan.

Mereka kaum zionis meyakini Tuhan telah memberikan hak-hak istimewa kepada bangsa Yahudi untuk menguasai bangsa-bangsa lain.

Penting untuk memahami bahwa istilah Yahudi, Israel, dan Zionis, meskipun memiliki keterkaitan, tidaklah sama. Yahudi adalah sebuah aliran agama yang telah ada di dunia sejak lama, jauh sebelum pembentukan negara Israel.

Israel, di sisi lain, adalah sebuah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Yahudi. Zionis adalah gerakan politik yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk menciptakan negara Yahudi yang merdeka. Ini adalah perbedaan penting yang harus diingat ketika membahas zionis ini.

Melansir dari Anne Frank Stichting, dijelaskan bahwa bangsa Yahudi telah ada jauh sebelum berdirinya negara Israel. Mayoritas penduduk Israel adalah orang Yahudi, mencapai sekitar 80 persen dari keseluruhan populasi. Akan tetapi, hal ini seharusnya tidak diartikan bahwa seluruh warga negara Israel adalah Yahudi. Sebaliknya, perlu dicatat bahwa tidak semua orang Yahudi adalah penduduk Israel.

Sejarah Munculnya Paham Zionisme

FOTO: Mengumpulkan Proyektil yang Tidak Meledak Usai Konflik Hamas - Israel
Pakar bahan peledak Hamas mencari proyektil yang tidak meledak dari reruntuhan bangunan setelah konflik Mei 2021 dengan Israel di Kota Gaza, Sabtu (5/6/2021). Perang 11 hari antara Hamas dan Israel menewaskan 254 orang Palestina dan 12 orang Israel. (MAHMUD HAMS/AFP)

Zionis adalah sebuah gerakan politik yang lahir sebagai respons terhadap penindasan yang dialami oleh bangsa Yahudi di Eropa. Pada saat yang sama, ada juga upaya bangsa Yahudi untuk asimilasi dengan masyarakat Kristen Eropa-Amerika. Paham zionisme muncul sebagai solusi politik terhadap permasalahan yang dihadapi oleh komunitas Yahudi di Eropa.

Dalam buku berjudul Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler Liberal (2005) oleh Adian Huseini, dijelaskan pada awal abad ke-20, tujuan utama zionis adalah menciptakan sebuah negara Yahudi yang merdeka sebagai jalan keluar dari penindasan yang mereka alami.

Gagasan anti-Semitisme yang berkembang di Eropa, terutama terhadap orang Yahudi, menjadi salah satu pendorong utama di balik upaya pembentukan negara zionis.

Pencapaian puncak gerakan zionis adalah pembentukan negara Israel pada tanggal 14 Mei 1948 sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Proses ini memakan waktu sekitar lima puluh tahun sejak Kongres Zionis Pertama yang diadakan pada tahun 1897. Kongres ini adalah tonggak awal dalam perjalanan panjang menuju pembentukan negara Yahudi yang merdeka.

Pada tahun 1975, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Resolusi 3379 yang menyatakan gerakan zionis adalah bentuk rasisme. Melansir dari The New York Times, resolusi ini disetujui dengan suara mayoritas, dengan 72 negara mendukung, 35 menentang, dan 32 abstain.

Di antara 72 negara yang mendukungnya termasuk negara-negara Arab, sejumlah negara mayoritas Muslim. Ini termasuk negara Turki yang pada saat itu masih mengakui Israel, negara-negara komunis, negara-negara Afrika non-Muslim. Lalu, ada beberapa negara lain seperti Brasil, India, Meksiko, dan Portugal.

Resolusi ini menciptakan ketegangan dan kontroversi yang berlarut-larut dalam hubungan internasional. Namun, pada tahun 1991, Resolusi 3379 dicabut oleh PBB dalam Resolusi 46/86. Hal ini mengakhiri secara resmi klaim bahwa zionis adalah bentuk rasisme. Meskipun kontroversi seputar Zionisme terus ada, pembentukan negara Israel dan perkembangan sejarah di Timur Tengah memiliki dampak signifikan pada dinamika geopolitik global hingga saat ini.

Jumlah Korban yang Terbunuh Terus Meningkat

FOTO: Setelah Gencatan Senjata Hamas dan Israel
Anak-anak Palestina duduk dalam tenda darurat yang dibangun di antara puing-puing rumah mereka yang hancur karena serangan udara Israel di Beit Lahia, Jalur Gaza, Jumat (4/6/2021). Gencatan senjata yang mengakhiri perang 11 hari antara Hamas dan Israel telah lama dilakukan. (AP Photo/Felipe Dana)

Menurut data yang diungkap oleh organisasi hak asasi manusia (HAM) B'Tselem yang berbasis di Israel dalam laporan terbarunya pada tanggal 4 Januari 2021, pasukan Israel terbukti telah membunuh 313 warga Palestina sepanjang tahun 2021. Dari angka tersebut, 236 korban berasal dari Jalur Gaza, yang sebagian besar terjadi selama serangan Israel selama 11 hari pada Mei tahun sebelumnya.

Selain itu, tercatat bahwa sebanyak 77 warga Palestina tewas di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, yang juga melibatkan kematian sembilan anak-anak. Beberapa kematian disebabkan oleh serangan dari pemukim Yahudi ekstremis atau pasukan pendukung mereka.

Laporan B'Tselem juga menyoroti peristiwa yang terjadi pada 14 Mei 2021 sebagai hari paling berdarah di Tepi Barat sejak 2002. Pada hari itu, 13 warga Palestina tewas, termasuk di antaranya Nidal Safadi, Awad Harb, dan Ismail Tubasi, yang semuanya dibunuh oleh pemukim bersenjata atau pasukan militer yang mendukung mereka.

Berdasarkan laporan tersebut, selama tahun 2021, tercatat 336 insiden kekerasan oleh pemukim Yahudi terhadap warga Palestina. Angka ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yang mencatat 251 kasus serupa pada tahun 2020.

B'Tselem menegaskan bahwa insiden-insiden ini menyoroti bahwa tindakan kekerasan oleh pemukim bukanlah tindakan individu semata, melainkan merupakan bagian dari strategi yang lebih tidak resmi yang digunakan oleh rezim apartheid Israel untuk meluaskan penguasaannya atas tanah Palestina.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya