Apa Arti Taaruf? Pahami Tata Cara dan Hukumnya dalam Islam

Arti taaruf berasal dari bahasa Arab, yakni ta'arafa - yata'arafu yang berarti saling mengenal sebelum menuju jenjang pernikahan.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 07 Sep 2023, 19:10 WIB
Diterbitkan 07 Sep 2023, 19:10 WIB
Ilustrasi pasangan, pertunangan
Ilustrasi pasangan, pertunangan. (Gambar oleh Lenny Rogers dari Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta Apa arti taaruf? Taaruf dalam Islam adalah proses saling mengenal dan berkenalan antara individu, terutama dalam konteks mencari pasangan hidup atau calon suami/istri. Tidak hanya sebatas proses berkenalan fisik, tetapi juga mencakup aspek-aspek seperti mengenal nilai-nilai, keyakinan, serta karakter dan kepribadian satu sama lain.

Apa arti taaruf? Taaruf adalah tahap saling mengenal antara laki-laki dan perempuan, sebelum melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Tujuan utama taaruf yaitu mencari pasangan hidup yang sejalan dengan nilai-nilai agama, dan dapat membantu satu sama lain memperkuat iman, serta menjalani kehidupan yang penuh berkah.

Apa arti taaruf? Selain dalam konteks mencari pasangan hidup, taaruf juga dapat berlaku dalam hubungan sosial yang lebih umum, di mana individu saling berkenalan, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dengan penuh kesadaran dan hormat. 

Berikut ini arti taaruf yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (7/9/2023). 

 

Arti Taaruf dalam Islam

Ilustrasi cincin tunangan
Ilustrasi cincin tunangan (dok.unsplash/@ Kazzle John Delbo)

Secara umum, arti taaruf merupakan proses perkenalan yang dilakukan oleh seorang pemuda dengan pemudi Islam dengan didampingi pihak ketiga. Hal tersebut dilakukan untuk menemukan kecocokan antar kedua individu, sebelum menuju kepada tahapan selanjutnya, yaitu khitbah (lamaran). Arti taaruf juga dapat ditelusuri dari asal bahasa Arab, yakni ta'arafa - yata'arafu yang berarti saling mengenal sebelum menuju jenjang pernikahan. Sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti taaruf adalah perkenalan. 

Dalam Islam, hubungan yang menimbulkan aktivitas pacaran dan semacamnya sangatlah jelas tidak diperbolehkan, sebab sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW berikut ini;

عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ، قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَقُولُ: «لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ، وَلَا تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَم

“Tidak boleh antara laki-laki dan wanita berduaan kecuali disertai oleh muhrimnya, dan seorang wanita tidak boleh bepergian kecuali ditemani oleh muhramnya.”(HR. Muslim).

Diantara penyebab syari’at mengharamkan aktivitas semacam ini ialah dikarenakan hal tersebut merupakan sebuah langkah menuju perzinaan.

Sebab, Allah SWT berfirman dalam Al Quran bahwasannya yang diharamkan ialah bukan hanya berzina, namun mendekatinya pun tidak diperbolehkan.

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk (Q.S. Al-Isra: 32)

 

Tata Cara Taaruf

Ilustrasi pertunangan
Ilustrasi pertunangan. (Photo by sergey mikheev on Unsplash)

Mengunjungi Orang Tua:

Tahap pertama dalam taaruf adalah mendatangi kedua orang tua calon pasangan. Ini adalah langkah penting yang menunjukkan niat baik dan tulus. Pria yang tertarik pada seorang wanita harus mengunjungi rumah keluarga wanita, dan secara sopan mengungkapkan niatnya untuk menjalani taaruf.

Membangun Komunikasi

Selanjutnya, individu yang berkenalan harus membangun komunikasi yang sehat. Mereka dapat saling bertanya tentang latar belakang, minat, dan harapan dalam pernikahan. Meskipun komunikasi adalah bagian penting dari taaruf, perlu diingat untuk menjaga batasan-batasan agama dan moral.

Tidak Berduaan

Penting untuk menghindari situasi berduaan selama proses taaruf. Meskipun telah mendapat persetujuan dari keluarga, tidak boleh berkumpul atau berkencan secara pribadi. Setiap pertemuan harus diawasi, atau melibatkan pihak ketiga agar menjaga kesucian dan keberkahan.

Menjaga Pandangan

Salah satu aspek penting dari taaruf adalah menjaga pandangan. Ini berarti tidak melihat dengan cara yang tidak pantas, atau tidak terkendali saat berinteraksi. Prinsip ini bertujuan untuk mencegah terjadinya godaan atau tindakan yang tidak senonoh.

Salat Istikharah

Setelah mendapatkan informasi dan mengenal lebih lanjut, individu yang menjalani taaruf dapat melakukan salat istikharah. Salat ini adalah doa kepada Allah SWT untuk meminta petunjuk, dalam memutuskan langkah selanjutnya. Pada saat melakukan salat istikharah, individu harus bersikap ikhlas dan berserah diri kepada kehendak Allah.

Menentukan Waktu Khitbah (Lamaran)

Taaruf tidak boleh berlarut-larut. Jika taaruf telah mencapai titik yang memadai dan ada saling pengertian, langkah selanjutnya adalah menentukan waktu untuk melamar (khitbah). Hal ini harus dilakukan dalam waktu yang wajar, biasanya antara 1 hingga 3 minggu setelah proses taaruf.

Akad

Tahap terakhir adalah melakukan akad nikah. Ini adalah momen penting di mana individu tersebut resmi menjadi suami dan istri. Dalam Islam, akad nikah adalah hal yang sangat sakral dan harus dilakukan sesuai dengan hukum agama. Pesta pernikahan mewah bukanlah suatu keharusan, yang terpenting adalah melaksanakan akad dengan sederhana dan sesuai kemampuan finansial.

Hukum Taaruf

Ilustrasi bertunangan, pertunangan, tukar cincin
Ilustrasi bertunangan, pertunangan, tukar cincin. (Image by freepic.diller on Freepik)

Taaruf hukumnya adalah diperbolehkan, selama berada dalam koridor atau tata cara yang sesuai dengan syariat dalam agama Islam. Latar belakang dari adanya proses taaruf, yaitu untuk memudahkan pihak lelaki dan perempuan terutama yang sudah mampu menikah supaya saling mengetahui atau mengenal adanya kecocokan antara kedua belah pihak melalui media yang diperbolehkan menurut Islam.

“Dari Abu Hurairah ra ia berkata: Berkata seorang laki-laki sesungguhnya ia telah meminang seorang permpuan Anshar, maka berkata Rasulullah kepadanya: “Apakah engkau telah melihatnya? Laki-laki itu menjawab: “Belum”. Berkata Rasulullah: “Pergilah dan perhatikan ia, maka sesungguhnya pada mata perempuan Anshar ada sesuatu.” (HR. an-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Imam at-Tirmizi).

Rasulullah Muhammad SAW dalam sabdanya, juga telah menganjurkan kepada para umatnya yang telah mampu untuk menikah agar sesegera mungkin menikah, sebagai bentuk penjagaan diri dari berbagai fitnah yang menuntun menuju kemaksiatan.

قَالَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاء

“Rasulullah sallallahu alaihi wasallam mengatakan kepada kami, “wahai para pemuda siapa di antara kamu yang memiliki kemampuan, maka menikahlah. Karena sesungguhnya nikah itu dapat menahan/memelihara pandangan (dari maksiat) dan menjaga kemaluan (dari hubungan seksual yang diharamkan) dan barang siapa yang belum mampu, hendaknya ia berpuasa karena itu menjadi pengendali baginya”.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya