Liputan6.com, Jakarta Qadariyah adalah istilah yang mungkin belum begitu familier bagi sebagian orang. Qadariyah adalah salah satu aliran yang perlu kamu ketahui, di mana hal ini akan memudahkan kamu sebagai muslim mengidentifikasi ideologi dan nilai yang diyakini oleh setiap golongan.
Baca Juga
Advertisement
Pada zaman Rasulullah SAW, berbagai perbedaan pandangan pasti dikonsultasikan secara langsung kepada beliau. Tak dapat dipungkiri, semenjak sepeninggal Nabi Muhammad SAW, perbedaan pandangan mulai bermunculan, hingga akhirnya membentuk aliran, mazhab, atau sub mazhab.
Di Indonesia, sebagian besar Muslim mengikuti pandangan Ahlussunal Wal Jamaah. Dengan aqidah Asy’ariyah, mazhabnya Syafiiyah dalam bidang fiqih, serta bertasawuf dengan mengikuti ajaran Imam Al-Ghazali.
Qadariyah adalah salah satu aliran yang memiliki pandangan cukup berbeda. Kamu perlu memahami bagaimana pandangan dari aliran ini sebagai bahan pembelajaran. Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (11/9/2023) tentang Qadariyah.
Mengenal Qadariyah
Qadariyah adalah istilah yang mulanya menghina para teolog Islam awal, yang menyatakan bahwa manusia memiliki kehendak bebas. Qadariyah adalah istilah yang berasal dari kata qadar yang artinya "kekuatan". Sumber-sumber abad pertengahan yang menjadi dasar informasi tentang Qadariyah adalah termasuk Risālat al-qadar ilā Abd al-Malik.
Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya. Qadariyah adalah aliran yang berpendapat bahwa tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.
Qadariyah adalah sebuah ideologi dan sekte bidah di dalam akidah Islam yang muncul pada pertengahan abad pertama Hijriah di Basrah, Irak. Kelompok ini memiliki keyakinan mengingkari takdir, yaitu bahwasanya perbuatan makhluk berada di luar kehendak Allah dan juga bukan ciptaan Allah. Para hamba berkehendak bebas menentukan perbuatannya sendiri dan makhluk sendirilah yang menciptakan amal dan perbuatannya sendiri tanpa adanya andil dari Allah.
Orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk. Jadi, Qadariah adalah aliran yang percaya bahwa segala tindakan atau perbuatan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan.
Advertisement
Sejarah Qadariyah
Sejarah Qadariyah dimulai oleh pelopor sekte ini, yaitu Ma’bad al-Juhani, seorang penduduk kota Bashrah dan muridnya Ghailan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/ 689M. Paham bid'ah ini tersebar di Bashrah dan memengaruhi banyak penduduknya ketika tokoh kota tersebut, ‘Amr bin ‘Ubaid mengikuti paham ini.
Imam Al-Auza’i mengatakan, “Yang pertama kali mencetuskan paham mengingkari takdir adalah Susan, seorang penduduk Irak. Ia awalnya adalah seorang Nasrani yang masuk Islam, (namun) kemudian kembali kepada agamanya semula. Ma’bad al-Juhani menimba (paham ini) darinya, kemudian Ghailan bin Muslim ad-Dimasyqi menimbanya dari Ma’bad.
Imam Muslim meriwayatkan dalam Kitab shahih-nya dari Yahya bin Ya’mar, ia berkata, “Yang pertama kali memelopori (menyebarkan) paham ingkar takdir di Bashrah adalah Ma’bad al-Juhani.” “Penduduk Bashrah banyak yang terpengaruh dengan paham sesat ini setelah melihat ‘Amr bin ‘Ubaid mengikutinya.”
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya selalu mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu ter- tampung dalam aliran Muktazilah.
Ideologi Qadariyah
Qadariyah adalah mengingkari takdir. Qadariyah meyakinin bahwa tidak ada takdir, semua perkara yang ada merupakan sesuatu yang baru (terjadi seketika), di luar takdir dan ilmu Allah. Allah baru mengetahuinya setelah perkara itu terjadi.
Namun paham Qadariyah yang murni dapat dikatakan telah punah, akan tetapi masih bisa dijumpai derivasinya pada masa sekarang, yaitu mereka tetap meyakini bahwa perbuatan makhluk adalah kemampuan dan ciptaan makhluk itu sendiri, meskipun kini menetapkan bahwa Allah sudah mengetahui segala perbuatan hamba tersebut sebelum terjadinya.
Imam Al-Qurthubi berkata, “Ideologi ini telah sirna, dan kami tidak mengetahui salah seorang dari muta’akhirin (orang sekarang) yang berpaham dengannya. Adapun Al-Qadariyyah pada hari ini, mereka semua sepakat bahwa Allah Maha Mengetahui segala perbuatan hamba sebelum terjadi, tetapi mereka menyelisihi As-Salafush Shalih (yaitu) dengan menyatakan bahwa perbuatan hamba adalah hasil kemampuan dan ciptaan hamba itu sendiri.
Generasi pertama dari Qadariyah menolak sifat-sifat yang telah ditetapkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an maupun sunnah. Pengingkaran ini mengenai keyakinan bahwa Allah dapat dilihat pada hari kiamat dengan penglihatan manusia. Mereka juga meyakini bahwa Al-Qur'an adalah makhluk.
Pengingkaran lainnya mengenai pendahuluan ilmu Allah sebelum segala sesuatu yang baru belum terjadi. Sementara itu, golongan kedua dari Qadariyah meyakini bahwa Allah bukan merupakan pencipta dari tindakan-tindakan manusia. Golongan ini telah menetapkan keilmuan, tetapi menolak tingkatan penciptaan perbuatan manusia.
Advertisement