Fidusia adalah Pendelagasian Wewenang Pengelolaan Aset, Begini Dasar Hukumnya

Pada dasarnya, fidusia adalah cara untuk memberikan kepercayaan kepada pihak yang memberi jaminan bahwa aset yang dijaminkan akan digunakan sebagai jaminan dan dapat dijual atau dialihkan jika pihak yang memberi jaminan tidak memenuhi kewajibannya.

oleh Fitriyani Puspa Samodra diperbarui 03 Nov 2023, 10:10 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2023, 10:10 WIB
Ilustrasi Transaksi dengan Uang Kertas
Ilustrasi Transaksi (freepik/fanjianhua)

Liputan6.com, Jakarta Fidusia adalah bentuk perjanjian atau instrumen yang memungkinkan seseorang atau entitas (pihak yang memberi jaminan) untuk memberikan hak kepemilikan atas suatu aset kepada pihak lain (pihak yang menerima jaminan) sebagai jaminan untuk pembayaran utang atau pemenuhan kewajiban tertentu.

Pada dasarnya, fidusia adalah cara untuk memberikan kepercayaan kepada pihak yang memberi jaminan bahwa aset yang dijaminkan akan digunakan sebagai jaminan dan dapat dijual atau dialihkan jika pihak yang memberi jaminan tidak memenuhi kewajibannya. Ini sering digunakan dalam berbagai transaksi keuangan, seperti kredit bank, pinjaman, atau pembiayaan. 

Dengan fidusia, pemberi jaminan menunjukkan bahwa mereka memiliki aset yang dapat diambil alih oleh kreditur jika mereka gagal memenuhi kewajiban mereka. Berikut ulasan tentang fidusia adalah mekanisme hukum yang digunakan untuk memberikan jaminan atas aset dengan mempertahankan hak kepemilikan atas aset tersebut yang dirangkum Liputan6.com dari laman kemenkumham.go.id, Jumat (3/11/2023).


Konsep Hukum Fidusia

Akuisisi
Ilustrasi - perjanjian bisnis (cloudpro)

Fidusia adalah sebuah konsep hukum yang melibatkan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan antara dua pihak, yaitu pemberi fidusia dan penerima fidusia. Dalam konteks bahasa, kata "fidusia" memiliki akar kata dari beberapa bahasa, seperti bahasa Romawi “fides” yang berarti kepercayaan, bahasa Belanda “ “Fiduciaire Eigendom Overdracht”, dan bahasa Inggris “Fiduciary Transfer of Ownership”, yang semuanya merujuk pada ide penyerahan hak milik dengan dasar kepercayaan.

Terdapat dua pihak utama dalam mekanisme fidusia. Pertama, Pemberi fidusia yang dapat berupa individu atau koperasi yang memiliki sebuah benda (aset) yang digunakan sebagai jaminan atau underlying collateral untuk membayar hutang atau kewajiban tertentu. Meskipun hak kepemilikan atas benda tersebut dialihkan kepada penerima fidusia, pemberi fidusia tetap memiliki kendali atau penguasaan atas benda tersebut.

Kedua, penerima fidusia yang merupakan individu atau koperasi yang memiliki utang atau kewajiban yang dijamin dengan jaminan fidusia. Mereka menerima hak kepemilikan atas benda tersebut sebagai jaminan atas kewajiban yang harus mereka penuhi.

Contohnya seperti yang ada pada sistem kredit kendaraan. Seorang individu membeli motor dengan mengajukan pinjaman, dan meskipun nama mereka tercantum dalam registrasi kepemilikan motor, hak kepemilikan motor tersebut sebenarnya masih tetap pada pihak yang memberikan motor sebagai jaminan (pemberi fidusia), hingga pinjaman atau kewajiban tersebut terpenuhi.


Landasan Hukum Fidusia di Indonesia

Ilustrasi aturan, regulasi, hukum
Ilustrasi aturan, regulasi, hukum. (Photo by Tingey Injury Law Firm on Unsplash)

Dasar hukum fidusia di Indonesia adalah Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia. UU ini mengatur prinsip-prinsip dan ketentuan hukum yang berkaitan dengan fidusia di Indonesia. Selain itu ada pula, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia

Mekanisme hukum ini juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Benda-benda yang dapat dijadikan jaminan fidusia sesuai dengan UU yang berlaku adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak, serta benda yang tidak bergerak. Contoh benda yang dapat dijadikan jaminan fidusia meliputi kendaraan bermotor, rumah, tanah, dan lain sebagainya.

Agar tidak ada salah satu pihak yang dirugikan, perjanjian fidusia harus dibuat di notaris. Perjanjian ini sebaiknya mencakup beberapa klausal yang meliputi jangka waktu perjanjian, besaran kredit yang harus dibayar, cara pembayaran, dan sanksi yang berlaku jika salah satu pihak melanggar perjanjian yang telah disepakati.

Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia memberikan kerangka hukum yang jelas untuk transaksi fidusia di Indonesia. Hal ini memastikan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi ini memahami hak dan kewajiban mereka serta perlindungan hukum yang berlaku. 


Unsur Jaminan Fidusia

Hak dan Kewajiban
Ilustrasi Surat Perjanjian Credit: pexels.com/Glowry

Berikut unsur jaminan fidusia yang penting untuk memahami bagaimana jaminan fidusia bekerja dan bagaimana hak dan kewajiban masing-masing pihak diatur dalam transaksi fidusia.

1. Debitur

Debitur adalah orang atau lembaga yang meminjam uang atau melakukan kredit terhadap barang. Mereka adalah pihak yang meminjam atau menerima pinjaman, dan mereka memiliki kewajiban untuk membayar hutang atau kewajiban yang telah disepakati dengan kreditur. Debitur adalah pihak yang memberikan jaminan fidusia atas aset mereka sebagai jaminan pembayaran.

2. Kreditur

Kreditur adalah pihak yang memberikan pinjaman atau kredit dengan persyaratan tertentu yang termasuk dalam perjanjian jaminan fidusia. Mereka adalah pemberi pinjaman yang menerima jaminan atas aset debitur untuk melindungi diri mereka dalam hal debitur tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran. Perjanjian jaminan fidusia adalah kesepakatan antara kreditur dan debitur yang mencakup persyaratan jaminan.

3. Objek Jaminan

Objek jaminan adalah aset yang dijaminkan oleh debitur kepada kreditur untuk memastikan pembayaran hutang sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Aset ini dapat berupa berbagai jenis properti atau barang, seperti kendaraan bermotor, rumah, atau aset bergerak lainnya. Objek jaminan menjadi jaminan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban pembayaran kepada kreditur.

4. Akta Jaminan Fidusia

Akta jaminan fidusia adalah dokumen resmi yang berisikan perjanjian jaminan fidusia antara pihak debitur dan kreditur. Dokumen ini dibuat oleh seorang notaris dan disahkan oleh lembaga yang berwenang. Akta jaminan fidusia adalah bukti tertulis dari perjanjian antara kedua belah pihak yang mengatur hak dan kewajiban mereka dalam konteks jaminan fidusia.

5. Hukum Jaminan Fidusia

Hukum jaminan fidusia mengacu pada aturan dan regulasi yang mengatur tentang jaminan fidusia di Indonesia. Dalam konteks ini, hukum jaminan fidusia mengacu pada Undang-Undang No 49 Tahun 1999, yang mengatur prinsip-prinsip dasar, tata cara, dan perlindungan hukum terkait dengan jaminan fidusia di Indonesia.


Prosedur Hak Eksekusi Fidusia

kredit-motor-121214b.jpg
Ilutrasi kredit motor

Hak eksekusi fidusia merujuk pada tindakan pengambilan barang atau aset yang menjadi objek jaminan fidusia oleh pihak kreditur karena pihak debitur tidak mampu melunasi cicilan atau pinjaman, yang seringkali disebut sebagai kredit macet. Hak eksekusi ini tidak dapat dilakukan secara sembarangan dan harus mengikuti prosedur dan aturan yang berlaku, berikut diantaranya.

1. Surat Peringatan

Langkah pertama dalam hak eksekusi fidusia adalah pihak kreditur mengirimkan surat peringatan kepada pihak debitur. Surat peringatan ini bertujuan untuk memberi peringatan kepada debitur bahwa mereka telah gagal dalam membayar cicilan atau kewajiban yang ada. Surat ini mungkin mencantumkan informasi mengenai jumlah tunggakan, tenggat waktu pembayaran, dan konsekuensi dari ketidakmampuan membayar.

2. Surat Peringatan Kedua

Jika surat peringatan pertama tidak menghasilkan respons atau pembayaran dari debitur, pihak kreditur kemudian dapat mengirimkan surat peringatan kedua. Surat ini biasanya lebih tegas dan bisa mencantumkan ancaman langkah-langkah lebih lanjut jika debitur masih gagal membayar.

3. Surat Kuasa Eksekusi

Jika surat peringatan kedua juga tidak menghasilkan respon atau pembayaran, pihak kreditur dapat mengambil langkah lebih lanjut dengan mengirimkan surat kuasa eksekusi kepada pihak yang berwenang. Surat kuasa eksekusi ini adalah tindakan hukum yang memberi kreditur izin untuk melaksanakan hak eksekusi atas barang yang dijaminkan. Dalam hal ini, pihak kreditur dapat mulai mengambil barang atau aset yang dijaminkan oleh debitur.

4. Pengambilan Hak Atas Barang

Setelah menerima surat kuasa eksekusi, pihak kreditur memiliki hak untuk mengambil barang atau aset yang dijaminkan secara penuh. Namun, penting untuk dicatat bahwa proses ini harus tetap sesuai dengan aturan dan peraturan yang berlaku. 

Selain itu, kreditur harus dapat memberikan bukti bahwa mereka telah mengikuti langkah-langkah sebelumnya dengan mengirimkan surat peringatan pertama dan kedua, surat kuasa eksekusi, serta sertifikat fidusia yang mengkonfirmasi bahwa barang atau aset tersebut dijaminkan sebagai jaminan.

Hak eksekusi fidusia adalah langkah ekstrim yang biasanya diambil jika debitur tidak dapat atau enggan membayar hutang atau kewajiban mereka. Langkah-langkah peringatan dan prosedur hukum ditempuh sebelum hak eksekusi dilakukan untuk melindungi hak-hak kedua belah pihak dan memastikan transparansi dalam proses ini.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya