Sindrom Down adalah Kelainan Genetik pada Anak, Simak Penanganannya

Sindrom down merupakan kondisi yang menyebabkan anak dilahirkan dengan kromosom yang berlebih atau kromosom ke-21.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 06 Mar 2024, 17:25 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2024, 17:25 WIB
Mendidik Anak Penyandang Sindrom Down
Mendidik Anak Penyandang Sindrom Down

Liputan6.com, Jakarta Sindrom Down adalah sebuah kondisi genetik yang menyebabkan anak dilahirkan dengan kromosom berlebih. Biasanya, seorang individu akan memiliki dua salinan kromosom 21, tetapi pada kasus sindrom Down, salah satu individu tersebut memiliki tiga salinan. Kondisi ini dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan intelektual individu yang terkena.

Gejala dari sindrom Down dapat bervariasi, tetapi yang paling umum adalah adanya karakteristik fisik yang khas seperti wajah bulat, mata yang sedikit miring dan telinga lebih kecil dan rendah. Anak-anak yang memiliki sindrom Down juga cenderung memiliki pertumbuhan lebih lambat, otot kurang kuat, serta masalah perkembangan motorik yang terlambat.

Penyebab sindrom Down masih belum diketahui dengan pasti, namun ada hubungan erat antara usia ibu hamil dan kemungkinan terjadinya sindrom ini. Semakin tua usia ibu hamil, semakin tinggi risiko mendapatkan anak dengan sindrom Down. Namun, kebanyakan individu dengan sindrom Down lahir dari ibu-ibu yang usianya masih relatif muda.

Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan sindrom Down secara keseluruhan, namun penanganan medis yang tepat dapat membantu individu dengan sindrom ini, untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Berikut ini penanganan sindrom Down pada anak yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (6/3/2024). 

Sindrom Down Pada Anak

Asupan Gizi untuk Anak Sindrom Down
Asupan Gizi untuk Anak Sindrom Down

Sindrom Down atau dikenal sebagai trisomi 21, merupakan suatu kondisi genetik yang terjadi ketika seseorang memiliki satu kromosom tambahan pada pasangan ke-21, menyebabkan kelainan dalam perkembangan fisik dan mental. Kondisi ini seringkali diakibatkan oleh kegagalan sel telur atau sperma pada saat pembuahan, serta memengaruhi sepanjang kehidupan seseorang.

Gangguan ini pertama kali diidentifikasi oleh Dr. John Langdon Down pada tahun 1866. Meskipun masing-masing individu dengan sindrom Down dapat menunjukkan variasi gejala, ciri-ciri fisik khas yang sering muncul termasuk wajah datar, mulut dan hidung kecil, leher pendek, kelopak mata miring ke atas dan telinga yang tidak biasa atau kecil. Selain dampak pada aspek fisik, sindrom Down juga dapat membawa risiko kesehatan tambahan, seperti gangguan jantung dan pencernaan. 

Namun, perlu dicatat bahwa dengan perkembangan medis dan pemahaman yang semakin baik tentang sindrom Down, penanganan dini dan intervensi dapat membantu meningkatkan kualitas hidup penderita. Pendidikan khusus dan perawatan kesehatan yang sesuai, dapat memberikan dukungan yang diperlukan untuk perkembangan fisik dan mental yang optimal. Peran keluarga juga sangat penting dalam mendukung penderita sindrom Down. Dukungan emosional, pendidikan, dan kehadiran keluarga dapat menjadi pilar utama dalam membantu penderita mencapai potensi terbaiknya dan menjalani kehidupan yang memuaskan.

 

Kondisi yang Meningkatkan Risiko Down Syndrome

Risiko Sindrom Down
Sader duduk bersama kedua orangtuanya (dok Instagram @saderissa/https://www.instagram.com/p/B0Gygy6FeMa/Ossid Duha Jussas Salma)

1. Usia Ibu Hamil

Meskipun penyebab pastinya masih belum diketahui, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sindrom Down. Salah satu faktor yang memiliki peran penting dalam risiko ini adalah usia ibu hamil. Semakin tua usia ibu hamil, semakin tinggi risiko bayi dilahirkan dengan sindrom Down. Menurut penelitian, sekitar 1 dari 1.100 bayi yang lahir dari ibu di bawah usia 30 tahun memiliki sindrom Down, sedangkan risiko ini meningkat menjadi 1 dari 940 bayi untuk ibu berusia 30-34 tahun. Penting untuk diingat bahwa risiko ini semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia ibu. Pada usia 35 tahun, risiko ini meningkat menjadi 1 dari 353 bayi, lalu pada usia 40 tahun menjadi 1 dari 85 bayi, dan pada usia 45 tahun menjadi 1 dari 35 bayi. Risiko ini semakin besar pada usia ibu yang lebih tua.

 

2. Mempunyai Genetik Down Syndrome

Sindrom Down adalah kondisi genetik yang menyebabkan anak dilahirkan dengan kromosom yang berlebih, terutama di kromosom 21. Kondisi ini juga dikenal sebagai trisomi 21, karena keberadaan tiga salinan kromosom 21, bukan dua seperti yang seharusnya. Orang yang mengalami sindrom Down memiliki ciri-ciri fisik khas, seperti wajah yang bulat dengan mata yang sedikit miring, telinga yang kecil dan rendah, serta lidah yang besar. Mereka juga cenderung memiliki keterbatasan mental dan perkembangan yang lebih lambat, dibandingkan dengan anak-anak tanpa sindrom Down. Penyebab sindrom Down dapat terjadi karena faktor genetik, yaitu ketika salah satu pasangan kromosom 21 mengalami masalah saat terjadi pembuahan. Ini dapat terjadi pada siapa saja, tanpa memandang usia atau jenis kelamin. Namun, risiko kejadian sindrom Down lebih tinggi pada wanita yang hamil di usia 35 tahun ke atas.

3. Memiliki Anak dengan Down Syndrome

Orangtua yang memiliki anak dengan sindrom Down mungkin menghadapi tantangan dan perasaan yang beragam. Namun, penting untuk diingat bahwa anak dengan sindrom Down juga memiliki potensi dan kemampuan untuk tumbuh serta berkembang dengan baik. Penting bagi orangtua untuk mendapatkan dukungan yang memadai, baik dari keluarga, teman, maupun tenaga medis. Konsultasikan dengan dokter anak atau ahli terapi, agar dapat memberikan perawatan dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak.

Selain itu, bergabung dengan komunitas orangtua yang memiliki anak dengan sindrom Down, juga dapat memberikan dukungan dan informasi yang berharga. Dalam komunitas ini, orangtua dapat berbagi pengalaman, mendapatkan tips dan saran praktis, serta menjalin hubungan yang saling menguatkan. Dalam hal pendidikan, anak dengan sindrom Down juga memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan inklusif. 

4. Terpapar Zat Kimia

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sindrom Down, salah satunya adalah paparan zat kimia. Terpapar zat kimia selama masa kehamilan dapat memberikan dampak buruk bagi perkembangan janin. Beberapa zat kimia yang dapat meningkatkan risiko sindrom Down antara lain adalah merkuri, timah dan pestisida. Zat-zat ini dapat mengganggu pembentukan kromosom pada janin, termasuk kromosom ke-21.

Merokok selama kehamilan juga dapat meningkatkan risiko sindrom Down pada anak. Rokok mengandung banyak zat kimia berbahaya yang dapat mempengaruhi perkembangan janin. Selain itu, terpapar radiasi juga dapat meningkatkan risiko sindrom Down. Radiasi ini dapat berasal dari lingkungan sekitar kita, seperti sinar matahari yang terlalu banyak atau paparan sinar-X. Untuk mencegah terjadinya risiko sindrom Down akibat terpapar zat kimia, penting bagi ibu hamil untuk menghindari paparan zat kimia berbahaya. 

5. Kurang Mengonsumsi Asam Folat

Asam folat adalah salah satu jenis nutrisi penting yang diperlukan oleh tubuh, terutama bagi wanita yang sedang hamil. Namun, kurangnya asupan asam folat dapat meningkatkan risiko sindrom Down pada anak yang belum lahir. Sindrom Down adalah kondisi genetik yang menyebabkan seorang anak dilahirkan dengan kromosom tambahan pada pasangan ke-21. Kondisi ini dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan perkembangan mental anak. Salah satu faktor risiko yang dapat memicu munculnya sindrom Down adalah kurangnya asupan asam folat pada ibu hamil.

Asam folat memiliki peran penting dalam pembentukan dan fungsi DNA, serta perkembangan sel. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan kerusakan pada DNA dan sel-sel janin yang sedang berkembang, termasuk sel otak. Hal ini dapat meningkatkan risiko kelainan kromosom yang berhubungan dengan sindrom Down. Oleh karena itu, sangat penting bagi wanita yang sedang hamil untuk mengonsumsi asam folat dalam jumlah yang cukup.

Cara Menangani Anak Down Syndrome

Sindrom Down
Sindrom Down

1. Terapi Fisik

Terapi fisik merupakan salah satu pendekatan dalam mengatasi sindrom down pada anak, serta bertujuan untuk membantu anak mengembangkan kemampuan motorik dan keseimbangan tubuh mereka. Terapi ini melibatkan berbagai latihan fisik seperti olahraga yang dapat meningkatkan kekuatan otot dan mengembangkan keterampilan motorik anak. Selain itu, terapi fisik juga membantu meningkatkan gerakan sendi dan fleksibilitas otot yang akan memfasilitasi anak dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu, terapi fisik juga membantu meningkatkan tonus otot dan koordinasi gerakan, serta memperbaiki postur tubuh anak dengan sindrom down.

2. Terapi Wicara

Terapi wicara adalah suatu program rehabilitasi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi anak dengan sindrom Down. Terapi ini melibatkan latihan dalam berbicara, memahami kata-kata dan menyampaikan pesan dengan jelas. Terapis wicara akan menggunakan metode dan media komunikasi yang sesuai dengan kebutuhan anak, seperti gambar, alat bantu dengar dan gerakan tubuh. Terapi wicara sangat penting bagi anak dengan sindrom Down, karena dapat membantu mereka meningkatkan keterampilan komunikasi, memperbaiki artikulasi dan mengembangkan pemahaman bahasa. Selain itu, terapi ini juga dapat membantu dalam memperbaiki kemampuan sosial dan interpersonal anak.

 

3. Terapi Kerja

Terapi kerja merupakan salah satu bentuk intervensi yang dilakukan, untuk membantu anak dengan sindrom Down mengembangkan keterampilan dan kemampuan mereka. Terapi ini dapat dilakukan sejak usia dini, hingga masa remaja. Terapi kerja bertujuan untuk meningkatkan fungsi motorik, bahasa dan kemampuan sosial anak, dengan menggunakan pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan individu. Dalam terapi kerja, anak-anak dengan sindrom Down akan diberikan rangkaian kegiatan yang dirancang khusus untuk mengembangkan perkembangan fisik mereka. Misalnya, dengan membantu mereka dalam menguatkan otot-otot, meningkatkan keterampilan motorik halus, dan mengembangkan keterampilan hidup sehari-hari seperti berpakaian sendiri atau makan dengan sendok.

4. Terapi Okupasi

Sindrom Down adalah kondisi genetik yang memengaruhi perkembangan individu sejak lahir. Kondisi ini terjadi akibat adanya kelainan pada kromosom ke-21, yang menyebabkan sejumlah gejala khas seperti keterbatasan dalam kemampuan belajar, perawakan khas dan kemampuan motorik yang terhambat. Meskipun anak-anak dengan sindrom Down akan menghadapi tantangan perkembangan, tetapi mereka tetap memiliki potensi dan kemampuan yang dapat dikembangkan. Salah satu pendekatan terapi yang efektif untuk membantu anak-anak dengan sindrom Down adalah terapi okupasi.

Terapi okupasi bertujuan untuk membantu individu mengatasi keterbatasan fungsional dalam aktivitas sehari-hari. Di dalam terapi okupasi, seorang terapis akan bekerja dengan anak untuk mengembangkan keterampilan motorik, perhatian, koordinasi, dan kemampuan kognitif mereka. Terapi okupasi sangat penting dalam perkembangan anak dengan sindrom Down karena mereka membutuhkan bantuan dalam berbagai hal seperti mengikat tali sepatu, menyisir rambut, mengikat kancing, dan aktivitas sehari-hari lainnya yang mungkin sulit bagi mereka.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya