Liputan6.com, Jakarta Daging kambing sering kali dianggap sebagai penyebab tekanan darah tinggi atau hipertensi. Namun, apakah mitos ini benar? Sebelum membahas lebih lanjut, penting untuk memahami nutrisi yang terkandung dalam daging kambing.
Baca Juga
Advertisement
Daging kambing mengandung banyak nutrisi penting, seperti protein yang tinggi, zat besi, dan vitamin B12. Protein adalah nutrisi penting yang dibutuhkan tubuh untuk membangun dan memperbaiki jaringan. Zat besi digunakan dalam produksi sel darah merah, sedangkan vitamin B12 berperan dalam fungsi saraf dan metabolisme sel.
Namun, pada saat yang sama, daging kambing juga mengandung lemak jenuh, sehingga orang sering kali menghubungkan konsumsi daging kambing dengan peningkatan tekanan darah. Namun benarkan daging kambing menjadi penyebab darah tinggi? Simak mitos dan fakta seputar daging kambing, seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, rabu (12/6/2024).
Â
1. Menyebabkan Darah Tinggi
Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa mengonsumsi daging kambing memicu terjadinya hipertensi (tekanan darah tinggi). Keyakinan ini cukup luas dan sering kali membuat orang enggan mengonsumsi daging kambing, terutama bagi mereka yang sudah memiliki masalah dengan tekanan darah.
Faktanya, makan daging kambing tidak menyebabkan hipertensi. Daging kambing memiliki kandungan lemak jenuh yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan daging merah lainnya seperti daging sapi. Lemak jenuh adalah jenis lemak yang diketahui dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, yang dapat berkontribusi pada risiko penyakit jantung dan hipertensi. Namun, karena kandungan lemak jenuh pada daging kambing rendah, mengonsumsinya tidak secara langsung menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Daging kambing justru diperkaya dengan lemak tak jenuh, yang dapat berguna bagi tubuh. Lemak tak jenuh dikenal baik untuk kesehatan jantung dan dapat membantu menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL) dalam darah. Lemak tak jenuh juga dapat membantu meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL), yang berperan dalam menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah.
Faktor yang sering memicu hipertensi setelah mengonsumsi daging kambing adalah kesalahan dalam mengolah daging kambing itu sendiri. Metode pengolahan yang melibatkan banyak minyak, garam, dan bahan-bahan berlemak tinggi lainnya dapat meningkatkan kadar natrium dan lemak jenuh dalam hidangan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi tekanan darah.
Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan cara pengolahan serta bahan-bahan yang digunakan. Memasak daging kambing dengan cara memanggang, merebus, atau mengukus dengan sedikit garam dan minyak dapat membantu mengurangi risiko peningkatan tekanan darah.
Dengan demikian, daging kambing pada dasarnya bukanlah penyebab hipertensi. Yang perlu diperhatikan adalah cara mengolahnya serta bahan tambahan yang digunakan dalam proses memasak. Dengan pengolahan yang tepat, daging kambing bisa menjadi bagian dari pola makan yang sehat tanpa meningkatkan risiko hipertensi.
Â
Advertisement
2. Torpedo Kambing Dapat Tingkatkan Gairah Seksual
Banyak masyarakat yang percaya bahwa mengonsumsi torpedo kambing (penis kambing) dan daging kambing setengah matang dapat meningkatkan libido dan gairah seksual. Kepercayaan ini sudah menyebar luas dan sering kali membuat orang menganggap daging kambing sebagai afrodisiak alami.
Namun, menurut Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Profesor Dr. dr. Ari Fahrial Syam Sp.PD-KGEH, seperti dikutip dari laman Kemenkominfo, anggapan bahwa mengonsumsi torpedo kambing dan daging kambing setengah matang bisa meningkatkan gairah seksual adalah mitos.Profesor Dr. dr. Ari Fahrial Syam menjelaskan bahwa tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim bahwa torpedo kambing atau daging kambing setengah matang dapat meningkatkan libido. Hingga saat ini, penelitian medis dan ilmiah belum menemukan korelasi langsung antara konsumsi bagian-bagian tertentu dari kambing dengan peningkatan gairah seksual.
Masyarakat sering menghubungkan konsumsi torpedo kambing dan daging kambing setengah matang dengan peningkatan gairah seksual berdasarkan kepercayaan tradisional dan mitos yang berkembang. Sebagian besar dari kepercayaan ini tidak didasarkan pada fakta medis atau bukti ilmiah, melainkan pada cerita turun-temurun yang tidak terverifikasi.
Adanya keyakinan kuat bahwa mengonsumsi makanan tertentu dapat meningkatkan gairah seksual mungkin menyebabkan efek plasebo, di mana seseorang merasa lebih bergairah karena keyakinan tersebut, bukan karena efek nyata dari makanan yang dikonsumsi.
Mengonsumsi daging setengah matang, termasuk daging kambing, bisa berisiko bagi kesehatan karena kemungkinan adanya bakteri atau parasit yang belum mati selama proses pemasakan. Konsumsi daging yang tidak matang sempurna dapat menyebabkan infeksi dan penyakit pencernaan.
Menurut ahli medis, peningkatan gairah seksual lebih dipengaruhi oleh faktor psikologis, hormonal, dan kondisi kesehatan umum, bukan oleh konsumsi bagian-bagian tertentu dari hewan. Untuk meningkatkan libido, lebih disarankan untuk menjaga pola makan yang seimbang, olahraga teratur, dan menjaga kesehatan mental serta hubungan yang baik dengan pasangan.
Dengan demikian, keyakinan bahwa torpedo kambing atau daging kambing setengah matang dapat meningkatkan gairah seksual adalah mitos tanpa dasar ilmiah. Penting untuk mengandalkan informasi yang berbasis bukti dan menjaga pola hidup sehat untuk mendukung kesehatan seksual dan keseluruhan.
Â
3. Bau Prengus Disebabkan Salah Potong
Daging kambing sering kali dikaitkan dengan mitos atau anggapan yang salah terkait dengan bau prengusnya. Namun, faktanya, bau prengus pada daging kambing bukan disebabkan oleh cara potong yang salah, melainkan lebih berkaitan dengan keadaan stress pada saat kambing akan dipotong.
Kambing yang mengalami stres sebelum dipotong akan menghasilkan daging yang tidak enak dan dapat berbau prengus. Oleh karena itu, untuk menghindari rasa yang tidak enak, sangat penting bagi peternak atau para penjual daging kambing untuk menjaga kambing dengan baik sebelum dipotong.
Hal-hal yang perlu diperhatikan agar kambing tidak mengalami stres adalah dengan memberikan perlakuan yang baik, seperti tidak menyiksa kambing dengan memukul atau menarik-tariknya. Selain itu, saat proses pemotongan dilakukan, penting untuk menggunakan pisau yang tajam untuk memastikan proses pemotongan yang baik dan tepat.
Dengan menjaga kambing dengan baik sebelum dipotong, diharapkan dapat menghasilkan daging kambing yang enak, tidak berbau prengus, dan tetap menjaga kualitasnya. Oleh karena itu, mitos bahwa bau prengus pada daging kambing disebabkan oleh cara potong yang salah tidaklah benar, karena sebenarnya bau tersebut merupakan hasil dari stres yang dialami oleh kambing sebelum dipotong.
Advertisement
4. Tidak Baik untuk Ibu Hamil
Apakah daging kambing tidak baik untuk ibu hamil? Hal ini sering dianggap benar oleh sebagian orang karena sifatnya yang memicu panas. Namun, berdasarkan hasil penelitian ilmiah, mitos ini tidak sepenuhnya benar.
Daging kambing ternyata sangat kaya akan nutrisi yang baik untuk ibu hamil. Dalam daging kambing terdapat zat besi yang tinggi, yang sangat penting untuk membantu pembentukan hemoglobin dan mencegah anemia pada ibu hamil. Selain itu, daging kambing juga mengandung protein, vitamin B kompleks, dan mineral lainnya, seperti seng dan selenium, yang penting bagi perkembangan janin.
Namun, penting untuk tidak mengonsumsi daging kambing secara berlebihan. Penggunaan yang berlebihan bisa meningkatkan suhu tubuh dan meningkatkan risiko keguguran. Oleh karena itu, penting bagi ibu hamil untuk mengatur jumlah konsumsi daging kambing sesuai dengan kebutuhan nutrisinya.
Dalam kesimpulannya, daging kambing sebenarnya baik untuk ibu hamil karena kandungan nutrisinya yang tinggi. Namun, konsumsi dalam jumlah yang tepat sangat penting untuk menjaga kesehatan ibu dan janin. Jadi, jangan takut untuk menikmati olahan daging kambing yang lezat selama kehamilan, asalkan dengan porsi yang cukup.
Â
5. Lebih Bergizi daripada Daging Sapi
Daging kambing memang memiliki beberapa mitos dan fakta seputar kandungan nutrisinya yang sering kali dianggap lebih bergizi daripada daging sapi. Salah satu fakta yang benar adalah daging kambing memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih banyak daripada daging sapi. Lemak tak jenuh ini memiliki manfaat yang lebih baik bagi kesehatan tubuh kita daripada lemak jenuh.
Selain itu, sebuah penelitian menunjukkan bahwa daging kambing memiliki kandungan lemak jenuh yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan daging sapi. Jumlah lemak jenuh dalam daging kambing hanya sekitar 8,5 kali lebih rendah daripada daging sapi. Lemak jenuh cenderung meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, sehingga mengonsumsi daging kambing yang rendah lemak jenuh dapat membantu menjaga kesehatan jantung dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.
Namun, walaupun memiliki beberapa keunggulan dari segi nutrisi, penting untuk diingat bahwa keseimbangan dalam pola makan adalah kunci utama untuk menjaga kesehatan kita. Daging kambing maupun daging sapi, baiknya dikonsumsi dalam jumlah yang tepat sesuai kebutuhan tubuh dan dibarengi dengan konsumsi makanan lain yang juga kaya akan nutrisi.
Jadi, meskipun daging kambing memiliki mitos yang mengatakan bahwa lebih bergizi daripada daging sapi, tetaplah berpegang pada prinsip pola makan seimbang dan jangan hanya mengandalkan pada satu jenis daging saja untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam tubuh kita.
Advertisement