Liputan6.com, Jakarta Tahun ini, umat Islam akan kembali melaksanakan puasa Asyura, yang jatuh pada hari kesepuluh bulan Muharram. Puasa ini memiliki nilai keutamaan yang penting dalam Islam. Sebelum menjalankan puasa ini, penting untuk memahami tanggal pelaksanaannya serta niat dan dalil-dalil yang mendukungnya. Sejarah puasa Asyura terkait dengan peristiwa Hijrah Nabi Muhammad ke Madinah, di mana beliau memerintahkan umatnya untuk mengamalkannya.
Puasa Asyura pada tahun 2024 menjadi momen yang dinantikan bagi umat Islam untuk mempererat ikatan spiritual dengan ajaran Nabi Muhammad SAW. Melalui pemahaman yang baik tentang niat dan keutamaan puasa Asyura, umat Muslim diharapkan dapat mengambil manfaat spiritual yang lebih dalam serta menguatkan komitmen mereka dalam menjalankan ibadah sehari-hari.
Puasa Asyura tidak hanya menjadi momentum untuk meningkatkan ibadah pribadi, tetapi juga untuk merenungkan makna sejarah dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Pada tahun 2024, tanggal pelaksanaan puasa Asyura menjadi titik fokus utama bagi umat Islam dalam memperkuat keimanan dan ketaqwaan mereka.
Advertisement
Dengan memahami secara mendalam hukum serta keutamaan puasa Asyura, umat Islam diharapkan dapat mengambil manfaat spiritual yang lebih dalam dan mempererat ikatan dengan nilai-nilai agama yang dianut. Untuk itu, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber informasi seputar Puasa Asyura, pada Senin (15/7).
Jadwal Puasa Asyura pada Tahun 2024
Untuk tahun 2024, pelaksanaan puasa Asyura menghadapi perbedaan pendapat dalam penentuan awal bulan Muharram antara pemerintah, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama. Berikut adalah jadwal puasa Asyura untuk tahun 2024, yang memiliki perbedaan penentuan tanggal antara pemerintah, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama:
Pemerintah dan Muhammadiyah:
- 1 Muharram 1446 H: Minggu, 7 Juli 2024
- Puasa Asyura jatuh pada Selasa, 16 Juli 2024
Nahdlatul Ulama:
- 1 Muharram 1446 H: Senin, 8 Juli 2024
- Puasa Asyura jatuh pada Rabu, 17 Juli 2024
Perbedaan ini muncul karena adanya penentuan tanggal 1 Muharram yang berbeda antara Muhammadiyah dan pemerintah dengan Nahdlatul Ulama. Umat Islam dianjurkan untuk mengikuti keyakinan masing-masing dalam menentukan tanggal pelaksanaan puasa Asyura. Untuk mengatasi keraguan, salah satu cara yang disarankan adalah dengan berpuasa selama tiga hari berturut-turut, yaitu pada tanggal 9, 10, dan 11 Muharram.
Dalil-dalil yang mendukung pelaksanaan puasa Asyura dan kehati-hatian dalam menentukan hari pelaksanaannya juga dijelaskan dalam buku "33 Faidah Seputar Asyuro & Muharram" oleh Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid. Beliau menegaskan bahwa tidak mengapa untuk berhati-hati dalam menentukan hari puasa Asyura, terutama terkait penentuan awal bulan (hilal) yang mungkin belum sempurna atau adanya keraguan masuknya bulan Muharram. Sebagai bentuk kehati-hatian, disarankan untuk berpuasa sehari sebelumnya dan sehari setelahnya (yaitu puasa 3 hari di antara tanggal yang diduga sebagai tanggal 10 Muharram).
Advertisement
Hukum Puasa Asyura
Puasa Asyura adalah sebuah amalan sunnah dalam Islam. Sebagai informasi yang dikutip dari laman Suara Aisyiyah, hukum puasa ini tercatat dalam hadits yang diriwayatkan dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha. Dalam hadits tersebut disebutkan:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَانَ عَاشُورَاءُ يُصَامُ قَبْلَ رَمَضَانَ فَلَمَّا نَزَلَ رَمَضَانُ قَالَ مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ
Artinya: "Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, dahulu hari Asyura adalah hari yang dipergunakan oleh orang-orang jahiliyah untuk berpuasa. Ketika bulan Ramadhan turun, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Barangsiapa yang ingin berpuasa Asyura, hendaklah ia berpuasa, dan bagi yang tidak ingin, maka berbukalah.'" (HR Bukhari)
Hukum ini juga dikuatkan oleh para ulama, seperti Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari dalam kitabnya, Fathul Mu'in, yang menjelaskan:
و) يوم (عاشوراء) وهو عاشر المحرم لأنه يكفر السنة الماضية كما في مسلم (وتاسوعاء) وهو تاسعه لخبر مسلم لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع فمات قبله والحكمة مخالفة اليهود ومن ثم سن لمن لم يصمه صوم الحادي عشر بل إن صامه لخبر فيه
Artinya: "(Disunnahkan) puasa hari Asyura, yaitu hari ke-10 Muharram karena dapat menutup dosa setahun lalu seperti yang terdapat dalam hadits riwayat Imam Muslim. (Disunnahkan) juga puasa Tasua, yaitu hari ke-9 Muharram berdasarkan hadits riwayat Imam Muslim, di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Kalau saja aku hidup sampai tahun depan, niscaya aku akan berpuasa Tasua.' Tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat sebelum tahun depan. Hikmah dari puasa Tasua adalah untuk menyalahi tradisi orang Yahudi. Dari sini muncul anjuran untuk berpuasa pada hari ke-11 Muharram bagi mereka yang tidak berpuasa Tasua. Namun, puasa pada hari ke-11 Muharram tetap dianjurkan meskipun mereka sudah berpuasa Tasua, sesuai dengan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam."
Puasa Asyura dan puasa Tasua merupakan bagian dari sunnah yang disyariatkan dalam agama Islam, dan keduanya memiliki dalil yang kuat dari hadits Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
Niat Puasa Asyura
Niat puasa Asyura merupakan bagian penting dalam melaksanakan amalan sunnah ini. Dalam buku "Dahsyatnya Puasa Sunnah" oleh H Amirullah Syarbini dan Hj Lis Nur'aeni Afgani, disebutkan bacaan niat puasa Asyura sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ عَشْرَ سُنَّةَ اللَّهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma 'Asyura sunnatan lillaahi ta'aalaa
Artinya: "Saya niat puasa hari Asyura, sunnah karena Allah Ta'ala."
Niat ini menunjukkan kesungguhan seseorang dalam menjalankan ibadah puasa Asyura sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Penting untuk dicatat bahwa niat ini sebenarnya cukup dilakukan dalam hati tanpa perlu diucapkan secara lisan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan dalam buku "Catatan Fikih Puasa Sunnah" oleh Hari Ahadi bahwa Rasulullah SAW tidak pernah melafalkan niat secara lisan sebelum melakukan ibadah, termasuk puasa.
Ibnu Taimiyah menegaskan:
فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ يَقُولُ قَبْلَ التَّكْبِيرِ شَيْئًا وَلَمْ يَكُنْ يَتَلَفَظُ بِالنِّيَّةِ لَا ! ا في الطَّهَارَةِ وَلَا فِي الصَّلَاةِ وَلَا : في الصيام وَلَا فِي الْحَجَ. وَلَا غَيْرِهَا مِنْ الْعِبَادَاتِ وَلَا خُلَفَاؤُهُ وَلَا أَمَرَ أَحَدًا ) أن يَتَلَفَظَ بِالنِّيَّةِ.. وَلَوْ كَانَ ذَلِكَ مُسْتَحَبًّا لَفَعَلَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَعَلِمَهُ الْمُسْلِمُونَ.
Artinya: "Nabi Muhammad, beliau sebelum bertakbiratul ihram tidak membaca apapun, beliau juga tidak melafalkan niat, baik sebelum bersuci, sebelum sholat, sebelum berpuasa, sebelum berhaji, maupun ibadah-ibadah lain. Para Khulafaur Rasyidin juga demikian. Nabi Muhammad pun tidak pernah memerintahkan pada seorang pun untuk melafalkan niat... Seandainya melafalkan niat adalah hal yang dianjurkan maka tentunya sudah dilakukan oleh Nabi dan pasti itu diketahui oleh umat Islam." (Majmu' al-Fatawa XXII halaman 221-222)
Advertisement
Keutamaan Puasa Asyura
Keutamaan puasa Asyura sangatlah besar dalam Islam, dan melakukannya membawa banyak keberkahan dan pengampunan dosa bagi umat Muslim. Rasulullah SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim menyatakan:
صِيَامُ يَوْمٍ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
Artinya: "Puasa Asyura, aku berharap kepada Allah agar Dia menghapus dosa tahun yang lalu." (HR Muslim 1162)
Puasa Asyura ini berfungsi sebagai penebus dosa-dosa kecil yang telah dilakukan sepanjang tahun sebelumnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa al-Kubro menjelaskan bahwa puasa Asyura, bersama dengan amalan-amalan lain seperti bersuci, sholat, puasa Ramadhan, dan puasa Arafah, khususnya berlaku untuk menghapus dosa-dosa kecil.
وتكفير الطهارة، والصلاة وصيام رمضان، وعرفة، و عاشوراء للصغائر فقط
Artinya: "Terhapusnya kesalahan dengan melakukan amalan bersuci, sholat, puasa Ramadhan, puasa Arafah, dan Asyura ialah berlaku khusus bagi dosa-dosa kecil saja." (Al-Fatawa al-Kubro, V/344)
Selain sebagai sarana penebus dosa, puasa Asyura juga dilakukan di dalam bulan haram, yaitu bulan Muharram. Bulan-bulan haram memiliki keutamaan tersendiri dalam Islam, di mana amal kebaikan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT. Imam Abu Muhammad al-Husain bin Mas'ud al-Baghawi menyampaikan dalam kitabnya:
العَمَلُ الصَّالِحُ أَعْظَمُ أَجْرًا فِي الْأَشْهُرِ الْحُرُمِ، وَالظُّلْمُ فِيْهِنَّ أَعْظَمُ مِنَ الظُّلْمِ فِيْمَا سِوَاهُنَّ
Artinya: "Amal shalih memiliki pahala yang lebih besar di dalam bulan-bulan haram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab). Sedangkan perbuatan zalim di bulan-bulan tersebut juga mendapatkan ganjaran dosa yang lebih besar dibandingkan di bulan-bulan lainnya."
Dengan demikian, puasa Asyura tidak hanya menghapus dosa-dosa kecil sepanjang tahun sebelumnya, tetapi juga membawa pahala yang besar di bulan haram, yang memperlihatkan kebesaran rahmat dan pengampunan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang taat.