Liputan6.com, Jakarta Peter Carey, seorang sejarawan asal Inggris yang dikenal luas di Indonesia, menghabiskan puluhan tahun meneliti Pangeran Diponegoro, sosok penting dalam sejarah Jawa.
Karya Carey yang mendetail mengungkap kisah perjuangan Diponegoro dan Perang Jawa (1825–1830), yang ia sampaikan dalam beberapa buku berpengaruh. Tak hanya tertarik pada Diponegoro, Carey juga mendalami sejarah kolonialisme di Asia Tenggara, termasuk Burma dan Timor Timur, serta aktif dalam proyek kemanusiaan di Kamboja.
Advertisement
Kini, namanya tengah menjadi perbincangan hangat usai salah satu bukunya diduga diplagiat dosen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM).
Advertisement
Mengutip situs resmi ugm.ac.id, tuduhan plagiarisme dilakukan oleh Dosen Departemen Sejarah FIB UGM pada buku sejarah yang berjudul “Madiun: Sejarah Politik dan Transformasi Kepemerintahan dari Abad XIV ke Abad XXI” dan “Raden Rangga Prawiradirdja III Bupati Madiun 1796-1810: Sebuah Biografi Politik”, yang ditulis oleh Dr. Sri Margana, dkk. Beberapa bagian dari kedua buku tersebut diduga menyadur dari buku Kuasa Ramalan (2019) yang ditulis oleh Peter Carey.
Pimpinan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada menanggapi sangat serius terhadap persoalan tersebut. Dekan FIB UGM membentuk tim untuk mendalami tuduhan itu dan hasilnya akan disampaikan dalam waktu secepatnya ke publik.
1. Latar Belakang
Lahir di Yangoon, Myanmar, pada 30 April 1948, Carey meraih gelar sarjana dari Trinity College, Oxford, di bidang sejarah modern.
Ketertarikannya pada sejarah Indonesia bermula saat ia mempelajari tokoh Diponegoro di Cornell University, Amerika Serikat.
Selama studinya, ia menemukan bahwa meski berlatar bangsawan, Diponegoro memiliki kedekatan dengan rakyat, yang menjadi inspirasi besar dalam karya-karyanya.
Advertisement
2. Awal Ketertarikan pada Diponegoro
Setelah lulus dari Trinity College, Oxford, pada 1969, Carey melanjutkan pendidikan melalui beasiswa English Speaking Union di Cornell University. Selama studinya di Cornell, ia terpesona oleh Pangeran Diponegoro yang berperan penting dalam melawan pemerintahan kolonial Belanda di Jawa.
Peter Carey menuturkan, dalam setiap perjalanan dan cobaan yang dihadapi Diponegoro, ia tidak kehilangan semangatnya.
Carey mulai mendalami sejarah Jawa dan Diponegoro secara khusus ketika menetap di Indonesia dari 1971 hingga 1973 untuk penelitian disertasinya.
Ketika kembali ke Inggris, ia meneruskan penelitiannya dan menyusun tesis doktoral berjudul Diponegoro dan Pembentukan Perang Jawa: Sejarah Yogyakarta, 1785-1825. Tesis ini yang kemudian mengantarkannya sebagai otoritas dalam sejarah Jawa.
3. Mengajar di Oxford dan Pengabdian pada Penelitian Jawa
Pada 1974, Carey terpilih sebagai penerima Prize Fellowship di Magdalen College, Oxford, dan kemudian diangkat menjadi Laithwaite Fellow untuk sejarah modern di Trinity College pada 1979. Ia mengajar di Oxford hingga 2008, ketika ia memutuskan untuk pindah ke Indonesia. Selama mengajar, Carey menjadi penulis berbagai karya akademis tentang budaya dan sejarah Jawa, yang masih dianggap sebagai referensi penting hingga kini.
Carey kemudian menulis beberapa buku besar, seperti Babad Diponegoro: An Account of the Outbreak of the Java War pada 1981, serta biografi Pangeran Diponegoro berjudul The Power of Prophecy: Prince Diponegoro and the End of an Old Order in Java, 1785–1855, yang diterbitkan pada 2007. Buku ini memuat analisis yang mendalam, termasuk tentang pengasingan Diponegoro yang jarang diungkap. Bagi Carey, sosok Diponegoro merupakan representasi pemimpin yang tangguh dan memiliki koneksi mendalam dengan rakyat.
Advertisement
4. Kontroversi dalam Film Prabowo Subianto
Carey sempat menjadi sorotan pada tahun 2014 ketika muncul dalam film dokumenter tentang Prabowo Subianto, yang saat itu menjadi kandidat presiden Indonesia. Dalam film berjudul Prabowo: Sang Patriot, Carey muncul memberikan pandangannya tentang Perang Jawa dan leluhur Prabowo yang diklaim terlibat dalam perjuangan Diponegoro.
Carey kemudian meminta untuk menghapus adegan tersebut, dengan alasan wawancaranya diambil dari konteks yang berbeda.
“Wawancara saya seharusnya bersifat sejarah murni dan tidak dikaitkan dengan isu politik apa pun,” ujarnya setelah menyadari pengeditan film yang menurutnya tidak sesuai dengan tujuan aslinya.
Adegan tersebut tetap ada dalam versi film yang disiarkan, sehingga Carey menjadi bahan kritik, terutama di kalangan akademisi. Kritik menyebutkan bahwa Carey terlihat berafiliasi dengan kepentingan politik tertentu. Meski demikian, Carey membantah tuduhan ini dan menegaskan bahwa wawancaranya hanya untuk refleksi sejarah, bukan sebagai dukungan politik.
5. Aktivitas di Indonesia dan Dedikasi pada Warisan Budaya Jawa
Sejak menetap di Indonesia, Carey terlibat dalam proyek transliterasi dan penerjemahan naskah-naskah Jawa kuno yang sempat dijarah Inggris pada 1812.
Selain itu, ia juga menjadi kurator Ruang Diponegoro di Museum Sejarah Jakarta yang dibuka pada 2019, sebuah proyek yang ditujukan untuk mengenang sosok pangeran Diponegoro dan memberikan penghormatan pada sejarah perjuangan rakyat Jawa.
Carey menyatakan bahwa ketertarikannya pada Diponegoro berawal dari keterlibatannya yang mendalam dengan rakyat biasa, meskipun ia berasal dari kalangan bangsawan.
Carey menikah dengan Lina Surjanti dan kini menetap di Tangerang, Banten. Ia juga aktif dalam berbagai inisiatif terkait pelestarian budaya dan sejarah, khususnya di bidang warisan dan transliterasi teks-teks bersejarah yang berkaitan dengan Jawa.
Advertisement
Apa yang membuat Peter Carey tertarik pada Diponegoro?
Carey tertarik pada Diponegoro karena tokoh ini meskipun berdarah bangsawan, tetap dekat dengan rakyat, yang memberikan inspirasi bagi banyak karyanya tentang sejarah Indonesia.
Apa buku paling terkenal yang ditulis oleh Peter Carey?
Buku Carey yang terkenal adalah The Power of Prophecy: Prince Diponegoro and the End of an Old Order in Java, 1785–1855, yang memuat biografi lengkap Diponegoro dan analisis mendalam tentang Perang Jawa.
Advertisement
Mengapa Peter Carey muncul dalam film tentang Prabowo Subianto?
Carey muncul dalam film Prabowo: Sang Patriot, namun kemudian meminta agar adegannya dihapus karena wawancaranya tentang Diponegoro dikaitkan dengan konteks politik yang berbeda dari tujuan awal.
Apa kontribusi terbaru Carey pada pelestarian budaya Jawa?
Carey kini menjadi kurator di Ruang Diponegoro di Museum Sejarah Jakarta dan terlibat dalam transliterasi teks Jawa kuno yang berkaitan dengan sejarah Jawa.
Advertisement