Arti Zakat Secara Bahasa dan Istilah, Pahami Hukum, Jenis, dan Ketentuan Lengkap dalam Islam

Pahami arti zakat secara mendalam, termasuk pengertian etimologis dan terminologis, hukum, jenis-jenis, syarat, rukun, serta 8 golongan penerimanya. Panduan lengkap tentang zakat dalam Islam.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 01 Feb 2025, 11:30 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2025, 11:30 WIB
Jelang Lebaran, Masjid Istiqlal Buka Layanan Pembayaran Zakat Fitrah
Petugas amil zakat melayani warga yang membayar zakat fitrah di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (18/4/2023). (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Zakat merupakan salah satu pilar fundamental dalam Islam yang memiliki dimensi spiritual dan sosial yang mendalam. Sebagai rukun Islam ketiga, pemahaman tentang arti zakat menjadi sangat penting bagi setiap Muslim untuk dapat menunaikannya dengan benar sesuai syariat.

Dalam konteks kehidupan modern, arti zakat tidak sekadar terbatas pada pemberian sebagian harta kepada yang membutuhkan. Lebih dari itu, zakat merupakan sistem ekonomi-sosial yang dirancang untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan dalam masyarakat Muslim.

Untuk memahami konsep zakat secara komprehensif, kita perlu mengkaji berbagai aspek mulai dari pengertian dasarnya hingga ketentuan-ketentuan praktisnya. Artikel ini akan membahas secara lengkap tentang arti zakat dan segala hal yang berkaitan dengannya, sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Sabtu (1/2/2025).

Pengertian Zakat

Untuk memahami konsep zakat secara mendalam, kita perlu mengkaji maknanya dari dua perspektif utama: etimologi (bahasa) dan terminologi (istilah syariat). Pemahaman yang komprehensif tentang arti zakat akan membantu kita menjalankan ibadah ini sesuai dengan tuntunan syariat dan mencapai tujuan yang diharapkan dalam pelaksanaannya.

Secara etimologi atau bahasa, kata zakat berasal dari bahasa Arab "zaka" yang memiliki beberapa makna fundamental. Dalam Al-Quran dan literatur Islam klasik, kata zaka mengandung makna suci (thaharah), yang menggambarkan bagaimana zakat dapat membersihkan harta dan jiwa pemberinya. Kata ini juga bermakna berkah (barakah), menunjukkan bahwa zakat membawa keberkahan pada harta yang tersisa.

Selain itu, zakat juga memiliki arti tumbuh (namaa') dan berkembang (ziyadah), yang mencerminkan bagaimana praktik zakat dapat mengembangkan harta secara spiritual dan sosial. Makna lainnya adalah baik (shalah), yang mengindikasikan bahwa harta yang dizakatkan akan menjadi lebih baik dan membawa kebaikan bagi pemberi maupun penerimanya.

Dalam terminologi syariat Islam, para ulama telah memberikan definisi yang komprehensif tentang zakat. Secara istilah, zakat didefinisikan sebagai bagian tertentu dari harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang Muslim ketika telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan, untuk diberikan kepada golongan-golongan tertentu dengan niat karena Allah SWT.

Al-Mawardi dalam kitab Al-Hawi memberikan definisi yang lebih spesifik, yaitu pengambilan tertentu dari harta tertentu, menurut sifat-sifat tertentu, untuk diberikan kepada golongan tertentu. Definisi ini kemudian diperkuat oleh regulasi modern, di mana menurut Peraturan Menteri Agama No. 52 Tahun 2014, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang Muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.

Dalam konteks praktisnya, zakat merupakan mekanisme transfer kekayaan yang unik dalam Islam. Berbeda dengan sedekah atau infaq yang bersifat sukarela, zakat memiliki ketentuan khusus mengenai jenis harta, kadar yang harus dikeluarkan, waktu pengeluaran, serta pihak-pihak yang berhak menerimanya.

Berdasarkan pengertian etimologi dan terminologi di atas, dapat kita pahami bahwa arti zakat memiliki dimensi yang sangat luas. Zakat tidak hanya berperan sebagai ibadah mahdhah (murni) kepada Allah SWT, tetapi juga memiliki fungsi sosial-ekonomi yang signifikan dalam membangun kesejahteraan umat. Melalui pemahaman yang mendalam tentang arti zakat ini, diharapkan setiap Muslim dapat menunaikannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.

Hukum dan Dalil Zakat dalam Islam

FOTO: Pembayaran Zakat Fitrah di Masjid Istiqlal Jakarta
Umat muslim membayar zakat fitrah kepada amil zakat di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (7/5/2021). Panitia Zakat Masjid Istiqlal mulai membuka layanan pembayaran zakat fitrah dengan pembayaran senilai Rp 50 ribu atau 3,5 liter beras. (Liputan6.com/Faizal Fanani)... Selengkapnya

Sebagai salah satu rukun Islam, zakat memiliki landasan hukum yang kuat dan tegas dalam syariat. Kedudukan zakat sebagai kewajiban fundamental dalam Islam diperkuat oleh berbagai dalil, baik dari Al-Quran maupun Hadits. Pemahaman tentang hukum dan dalil zakat ini penting untuk menyadari urgensi dan konsekuensi dari pelaksanaan atau pengabaian terhadap kewajiban zakat.

Dalam konteks hukum Islam, zakat memiliki status wajib (fardhu 'ain) bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Kewajiban ini setara dengan kewajiban shalat, sebagaimana keduanya sering disebutkan beriringan dalam Al-Quran. Hal ini menunjukkan bahwa zakat bukan sekadar anjuran atau pilihan, melainkan kewajiban yang memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi bagi pelakunya.

Al-Quran sebagai sumber hukum utama dalam Islam telah menegaskan kewajiban zakat dalam berbagai ayat. Salah satu dalil yang paling fundamental terdapat dalam Surah Al-Baqarah ayat 43, dimana Allah SWT berfirman: "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'." Ayat ini secara eksplisit memerintahkan pelaksanaan zakat sejajar dengan perintah mendirikan shalat.

Perintah zakat diperkuat lagi dalam Surah At-Taubah ayat 103, dimana Allah SWT berfirman: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka." Ayat ini tidak hanya menegaskan kewajiban zakat tetapi juga menjelaskan fungsi dan dampaknya bagi pemberi zakat.

Dalam hadits, Rasulullah SAW juga telah menegaskan posisi zakat sebagai salah satu fondasi Islam. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Nabi SAW bersabda: "Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji ke Baitullah bagi yang mampu." Hadits ini secara tegas menempatkan zakat sebagai salah satu pilar fundamental dalam Islam.

Dalam konteks modern, kewajiban zakat telah diperkuat dengan regulasi di berbagai negara Muslim. Di Indonesia misalnya, pengelolaan zakat diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Hal ini menunjukkan bahwa kewajiban zakat tidak hanya diakui dalam hukum agama tetapi juga dilindungi oleh hukum positif negara.

Berdasarkan dalil-dalil di atas, dapat disimpulkan bahwa zakat memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam, baik sebagai kewajiban religius maupun instrumen sosial-ekonomi. Hukum wajibnya zakat didukung oleh dalil-dalil yang qath'i (pasti) dan telah menjadi kesepakatan ulama sepanjang sejarah Islam. Pemahaman yang mendalam tentang hukum dan dalil zakat ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran umat Islam untuk menunaikan zakat sesuai dengan ketentuan syariat.

Jenis-Jenis Zakat dalam Islam

Ilustrasi zakat mal
Ilustrasi zakat mal. (Image by Freepik)... Selengkapnya

Dalam syariat Islam, zakat terbagi menjadi beberapa jenis yang masing-masing memiliki ketentuan dan karakteristik khusus. Pemahaman tentang berbagai jenis zakat ini penting untuk memastikan bahwa kewajiban zakat dapat ditunaikan dengan benar sesuai dengan kondisi dan jenis harta yang dimiliki. Secara garis besar, zakat terbagi menjadi dua kategori utama: zakat fitrah dan zakat mal.

1. Zakat Fitrah

Zakat fitrah merupakan zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap Muslim menjelang Idul Fitri di bulan Ramadhan. Jenis zakat ini memiliki karakteristik khusus karena terkait langsung dengan ibadah puasa Ramadhan. Besaran zakat fitrah adalah 2,5 kg atau 3,5 liter bahan makanan pokok sesuai dengan kebiasaan daerah setempat. Di Indonesia, umumnya dibayarkan dalam bentuk beras atau dapat juga dikonversikan ke dalam bentuk uang senilai bahan makanan pokok tersebut.

2. Zakat Mal (Harta)

Zakat mal adalah zakat yang dikenakan atas harta kekayaan yang dimiliki seorang Muslim. Berbeda dengan zakat fitrah, zakat mal memiliki beberapa kategori sesuai dengan jenis hartanya:

  1. Zakat Emas, Perak, dan Logam Mulia: Kategori ini mencakup perhiasan, logam mulia, dan benda berharga lainnya yang terbuat dari emas atau perak. Nisabnya adalah 85 gram emas atau 595 gram perak, dengan kadar zakat 2,5% setelah mencapai haul (satu tahun). Dalam konteks modern, kategori ini juga mencakup berbagai bentuk investasi logam mulia.
  2. Zakat Uang dan Surat Berharga: Zakat ini dikenakan atas uang tunai, tabungan, deposito, saham, obligasi, dan berbagai bentuk investasi keuangan lainnya. Nisab dan kadar zakatnya mengikuti ketentuan emas (85 gram), dengan besaran 2,5% setelah mencapai haul.
  3. Zakat Perniagaan: Zakat perniagaan atau perdagangan dikenakan atas aset usaha yang dimiliki, baik berupa barang dagangan, properti komersial, maupun aset produktif lainnya. Perhitungannya didasarkan pada modal kerja bersih (aset lancar dikurangi kewajiban) dengan kadar 2,5%.
  4. Zakat Pertanian dan Perkebunan: Jenis zakat ini memiliki karakteristik unik karena tidak mensyaratkan haul, melainkan dikeluarkan setiap kali panen. Besaran zakatnya bervariasi: 10% untuk pertanian yang diairi secara alami (air hujan) dan 5% untuk yang memerlukan biaya pengairan.
  5. Zakat Peternakan dan Perikanan: Zakat peternakan dikenakan atas hewan ternak seperti unta, sapi, dan kambing dengan ketentuan nisab yang berbeda-beda. Untuk perikanan modern, zakatnya dianalogikan dengan zakat perniagaan sebesar 2,5%.
  6. Zakat Pertambangan: Hasil pertambangan, baik berupa mineral, minyak bumi, maupun hasil tambang lainnya, dikenakan zakat sebesar 2,5% dari hasil bersih yang diperoleh.
  7. Zakat Profesi atau Pendapatan: Zakat profesi merupakan ijtihad kontemporer yang dikenakan atas penghasilan dari profesi atau pekerjaan. Nisabnya disetarakan dengan 85 gram emas dengan kadar 2,5%, dan dapat dibayarkan setiap menerima penghasilan atau diakumulasikan selama setahun.
  8. Zakat Rikaz (Harta Temuan): Rikaz adalah harta temuan atau harta karun yang ditemukan di dalam tanah. Zakatnya sebesar 20% dan wajib dikeluarkan segera setelah ditemukan, tanpa menunggu haul.

Pemahaman tentang berbagai jenis zakat ini memungkinkan seorang Muslim untuk menunaikan kewajiban zakatnya dengan tepat sesuai dengan jenis harta yang dimilikinya. Setiap jenis zakat memiliki hikmah dan tujuan khusus dalam sistem ekonomi Islam, yang secara keseluruhan bertujuan untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.

Syarat-Syarat Wajib Zakat

Jelang Lebaran, Masjid Istiqlal Buka Layanan Pembayaran Zakat Fitrah
Petugas amil zakat mendoakan warga yang membayar zakat fitrah di Masjid Istiqlal. (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Dalam pelaksanaan ibadah zakat, terdapat berbagai ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi, baik terkait dengan individu pembayar zakat (muzakki) maupun harta yang akan dizakatkan. Pemahaman yang tepat tentang syarat-syarat ini sangat penting untuk memastikan bahwa zakat yang dikeluarkan sah menurut syariat dan mencapai tujuan yang diharapkan.

Syarat Wajib bagi Muzakki (Pemberi Zakat)

  1. Beragama Islam: Kewajiban zakat hanya dibebankan kepada umat Islam. Hal ini karena zakat merupakan salah satu rukun Islam dan bentuk ibadah yang memerlukan niat serta keimanan dalam pelaksanaannya. Meskipun non-Muslim tidak diwajibkan membayar zakat, mereka tetap memiliki kewajiban pajak dan tanggungjawab sosial sesuai dengan ketentuan yang berlaku di wilayah tempat tinggal mereka.
  2. Merdeka: Status merdeka menjadi syarat wajib zakat karena berkaitan dengan kepemilikan penuh atas harta. Dalam konteks modern, syarat ini mungkin terlihat tidak relevan karena perbudakan telah dihapuskan, namun prinsip kepemilikan penuh atas harta tetap menjadi aspek penting dalam kewajiban zakat.
  3. Baligh dan Berakal: Seseorang diwajibkan membayar zakat ketika telah mencapai usia baligh dan memiliki akal sehat. Namun, untuk zakat fitrah, anak-anak dan orang yang belum baligh tetap berkewajiban membayar zakat melalui wali mereka.

Syarat Harta yang Wajib Dizakatkan

  1. Kepemilikan Penuh: Harta yang dizakatkan harus berada dalam kepemilikan penuh dan kendali orang yang mengeluarkan zakat. Hal ini berarti pemilik harta memiliki kewenangan penuh untuk mengelola hartanya. Harta yang masih dalam sengketa atau bukan sepenuhnya menjadi hak milik tidak wajib dizakatkan.
  2. Bersumber dari Cara yang Halal: Islam menekankan bahwa harta yang dizakatkan harus diperoleh dengan cara yang halal dan dibenarkan syariat. Harta yang diperoleh melalui cara haram seperti mencuri, korupsi, atau riba tidak sah untuk dizakatkan. Prinsip ini menegaskan bahwa zakat harus bersumber dari harta yang baik dan suci.
  3. Berkembang (Al-Nama'): Harta yang dizakatkan harus memiliki potensi untuk berkembang atau produktif, baik secara riil maupun estimasi. Contohnya uang yang diinvestasikan, ternak yang berkembang biak, atau tanaman yang menghasilkan panen. Harta yang tidak produktif seperti rumah tinggal pribadi tidak wajib dizakatkan.
  4. Mencapai Nisab: Nisab adalah batas minimal jumlah harta yang wajib dizakatkan. Setiap jenis harta memiliki nisab yang berbeda. Misalnya, nisab emas adalah 85 gram, nisab perak 595 gram, dan untuk hasil pertanian 5 wasaq (sekitar 653 kg). Ketentuan nisab ini mencerminkan prinsip bahwa zakat dikenakan pada orang yang memiliki kelebihan harta.
  5. Mencapai Haul: Sebagian besar jenis zakat mal mensyaratkan kepemilikan harta selama satu tahun hijriah (haul). Pengecualian berlaku untuk zakat pertanian yang dikeluarkan saat panen dan zakat rikaz (harta temuan) yang dikeluarkan saat ditemukan.
  6. Melebihi Kebutuhan Pokok: Harta yang dizakatkan harus merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok (primer) pemiliknya. Kebutuhan pokok mencakup sandang, pangan, papan, dan alat-alat yang diperlukan untuk bekerja. Prinsip ini menunjukkan bahwa Islam tidak membebani umatnya di luar kemampuan.
  7. Bebas dari Hutang: Harta yang akan dizakatkan harus bebas dari hutang yang jatuh tempo. Jika seseorang memiliki hutang yang harus dilunasi, maka jumlah hutang tersebut harus dikurangkan terlebih dahulu dari harta yang akan dizakatkan.

Pemahaman yang komprehensif tentang syarat-syarat wajib zakat ini sangat penting bagi setiap Muslim. Dengan memenuhi semua persyaratan tersebut, zakat yang dikeluarkan tidak hanya sah secara hukum syariat tetapi juga dapat mencapai tujuan sosial-ekonominya dalam membangun kesejahteraan umat. Oleh karena itu, sebelum menunaikan zakat, setiap Muslim hendaknya memastikan bahwa baik dirinya sebagai muzakki maupun hartanya telah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan.

Rukun-Rukun Zakat

FOTO: Pembayaran Zakat Fitrah di Masjid Istiqlal Jakarta
Amil zakat memberi bukti saat umat muslim membayar zakat fitrah di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (7/5/2021). Panitia Zakat Masjid Istiqlal mulai membuka layanan pembayaran zakat fitrah dengan pembayaran senilai Rp 50 ribu atau 3,5 liter beras. (Liputan6.com/Faizal Fanani)... Selengkapnya

Rukun zakat merupakan unsur-unsur fundamental yang harus ada dalam pelaksanaan ibadah zakat. Tanpa terpenuhinya salah satu dari rukun ini, ibadah zakat tidak dapat dianggap sah secara syariat. Pemahaman tentang rukun-rukun zakat ini penting untuk memastikan bahwa pelaksanaan zakat dilakukan dengan benar dan sempurna.

1. Niat (An-Niyyah)

Niat merupakan rukun pertama dan sangat penting dalam pelaksanaan zakat. Sebagaimana ibadah lainnya, zakat harus diawali dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT. Niat ini membedakan antara zakat dengan pemberian biasa atau sedekah. Dalam praktiknya, niat zakat cukup dilakukan dalam hati, namun disunnahkan untuk diucapkan. Contoh lafaz niat zakat: "Nawaitu an ukhrija zakata mali fardhan lillahi ta'ala" (Saya berniat mengeluarkan zakat harta, fardhu karena Allah Ta'ala).

2. Muzakki (Pemberi Zakat)

Muzakki adalah orang yang menunaikan zakat. Tidak semua orang bisa menjadi muzakki, karena ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi. Seorang muzakki harus Muslim, merdeka, baligh, berakal, dan memiliki harta yang mencapai nisab. Dalam konteks modern, muzakki bisa berupa individu atau badan hukum (institusi/perusahaan) yang dimiliki oleh Muslim. Status muzakki ini penting karena berkaitan dengan keabsahan zakat yang dikeluarkan.

3. Mustahik (Penerima Zakat)

Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat. Al-Quran telah menetapkan delapan golongan (asnaf) yang berhak menerima zakat dalam Surah At-Taubah ayat 60. Penentuan mustahik harus dilakukan dengan teliti untuk memastikan bahwa zakat sampai kepada yang benar-benar berhak. Dalam praktik modern, verifikasi status mustahik biasanya dilakukan oleh lembaga amil zakat yang profesional.

4. Harta yang Dizakatkan (Al-Mal)

Harta yang dizakatkan harus memenuhi kriteria tertentu. Tidak semua jenis harta wajib dizakatkan. Harta yang dizakatkan harus halal, dimiliki secara penuh, berkembang, mencapai nisab, dan telah mencapai haul (untuk jenis harta tertentu). Dalam konteks ekonomi modern, bentuk harta yang dapat dizakatkan semakin beragam, termasuk berbagai bentuk investasi dan aset digital.

5. Ijab Qabul (Serah Terima)

Ijab qabul dalam zakat adalah proses penyerahan zakat dari muzakki kepada mustahik atau amil yang mewakili. Meskipun tidak harus dalam bentuk formal seperti dalam akad nikah, proses serah terima ini penting untuk memastikan bahwa zakat telah benar-benar berpindah kepemilikan. Dalam praktik modern, bukti setor atau kuitansi dari lembaga amil zakat dapat menjadi bentuk dokumentasi ijab qabul.

Kelima rukun zakat tersebut saling berkaitan dan membentuk satu kesatuan yang utuh dalam pelaksanaan ibadah zakat. Pengabaian terhadap salah satu rukun dapat menyebabkan ketidaksempurnaan dalam pelaksanaan zakat. Oleh karena itu, setiap Muslim yang akan menunaikan zakat hendaknya memastikan bahwa semua rukun ini terpenuhi dengan baik. Pemahaman dan pelaksanaan yang tepat terhadap rukun-rukun zakat akan mengantarkan pada tercapainya tujuan zakat, baik secara spiritual maupun sosial.

Delapan Golongan Penerima Zakat (Asnaf)

Jelang Lebaran, Masjid Istiqlal Buka Layanan Pembayaran Zakat Fitrah
Petugas memindahkan zakat fitrah warga di Masjid Istiqlal. (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya
  1. Fakir: Orang yang tidak memiliki harta dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
  2. Miskin: Orang yang memiliki harta tetapi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya
  3. Amil: Orang yang ditugaskan untuk mengumpulkan dan mendistribusikan zakat
  4. Muallaf: Orang yang baru masuk Islam atau yang diharapkan kecenderungan hatinya terhadap Islam
  5. Riqab: Hamba sahaya yang ingin memerdekakan diri
  6. Gharimin: Orang yang berhutang untuk kebutuhan halal dan tidak mampu membayarnya
  7. Fisabilillah: Orang yang berjuang di jalan Allah
  8. Ibnu Sabil: Musafir yang kehabisan bekal dalam perjalanannya

Memahami arti zakat beserta seluruh aspeknya merupakan kewajiban setiap Muslim. Zakat bukan sekadar ritual ibadah, melainkan sistem ekonomi-sosial yang komprehensif yang bertujuan menciptakan kesejahteraan dan keadilan dalam masyarakat. Dengan pemahaman yang baik tentang zakat, diharapkan setiap Muslim dapat menunaikannya dengan benar sesuai syariat dan mencapai tujuan sosial-ekonomi yang diharapkan dalam pelaksanaannya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya